Saturday, February 24, 2007

Ibu Adenium, Ibu Cakung


Setelah lama tidak praktek, mulai akhir 2006, saya kembali praktek di rumah. Duluuuu ……..saya praktek umum, sekarang saya mengkhususkan menggunalan laser tenaga rendah untuk terapi nyeri dan beberapa hal lain.. Yang membantu saya, si Atun. Yang pernah mengunjungi blog saya, pernah membaca kisah si Atun. Pemberian terapi laser memerlukan beberapa kali kunjyngan, dan tiap orang bisa berbeda alat laser yang saya gunakan . si Atun sudah mahir menyiapkan alat, dan sudah hafal ruang yang diperlukan. Tiap sore dia bertanya, bu pasiennya siapa ? Dengan saya sebut nama, Atun tahu, alat dan ruang mana yang harus dipersiapkan. Nah, nama saya sebutkan sesuai dengan “kemauan” Atun Bila saya sebut nama sebenarnya, malah sulit untuk Atun. Maka muncullah nama ibu Adenium, karena beliau memberi saya 4 pot Adenium saat tahun baru, ibu Cakung, karena rumahnya di Cakung, dan kalau menelfon untuk membuat perjanjian, Atun yang sering menerima. Nah, bila Atun bertanya : “ pasiennya nanti siapa, bu?” Tinggal saya sebut “ bu Adenium “ dan bu Cakung”..dua ruang disiapkan. Dan bila saya menyampaikan bu Cakung tak jadi datang, dia tak akan keliru untuk membatalkan ruang yang mana. Keren ya, si Atun ……. Jangan- jangan nanti ada nama bapak Depok, ibu Rawabelong. . Eh iya, sudah ada bapak Jepara!

(Terima kasih pak, sudah jauh-jauh dari Jepara mengunjungi praktek saya, semoga dapat membantu bapak)

Jakarta, 15 Februari 2007

Heroisme Dimulai Dari Rumah Tangga


Sabtu yang lalu, 11 Februari 2007 saya menghadiri pertemuan ilmiah. Pada acara makan siang, yang juga merupakan ajang menampilkan poster, saya ber”edar” dekat poster yang saya sertakan. Seorang ibu paruh baya yang ramah menyapa, ternyata beliau dra Sri Murniati Djamaludin. Beliau istri bapak Djamaludin Suryohadikusumo, mantan mentri . Saya mendapat brosur dari beliau, tentang Kebun Karinda, yang mempunyai aktivitas penyuluhan dan pelatihan pembuatan kompos, disamping pembibitan tanaman pelindung,tanaman hias , dan tanaman obat , sera aktivitas lain. Dalam brosur dicantumkan manfaat pengelolaan sampah organik menjadi kompos. Ternyata bila kita mampu mengelola sampah rumah tangga, maka dapat mengurangi 30 – 40 % volume sampah . Bila setiap rumah tangga melakukan, terbayang kurangnya pencemaran di daratn perairan, banjir dan adanya peyakit. Kompos yang dihasilkan akan menjadi barang bernilai ekonomis, memberi lapangan kerja , dan tambahan penghasilan . Nah , ternyata menjadi ”pahlawan”, tak perlu ke Irak, dari rumah, sambil nonton sinetron, kita menyelamatkan bumi. Terima kasih ibu, untuk wawasan yang ibu berikan. Bagi para pengunjung blog ini, bila berminat, dapat saya berikan alamat beliau. Saya kira beliau tidak keberatan, betul bu? (saya sertakan gambar yang saya scan dari bosur).

Ah, hampir lupa, sesungguhnya ada video pelatihan. Pelatihan juga diselenggarakan dengan perjanjian atau pengaturan waktu. Mari, selamatkan bumi, dari dapur sendiri!!

Jakarta, 17 Februari 2007

Monday, February 19, 2007

WISATA GAJAH




Anak saya yang saya ceriterakan dengan kisah hebohnya saat mengaji saat ini sudah berusia 17 tahun, dan duduk di bamgku SMA kelas 3. Desember yang lalu, saya dan anak saya ke Bali, untuk ber “istirahat” dan menyiapkan tenaga baru uuntuk tahun sibuk 2007, Ujian Nasional dan ujian masuk perguruan tinggi. Kesenangannya akan binatang membuat wisata kami mudah dirancang. Senin malam saya telpon suatu biro wisata., dengan permintaan program wisata binatang, selasa pagi jadwal sudah teratur rapi, rabu pagi berangkat , dan jumat malam sudah kembali ke Jakarta. Suatu program yang pas, pertengahan desember menjelang “peak season”.

Semua menyenangkan, namun wisata gajah di daerah Taro sungguh memberikan pengalaman. Ini termasuk wisata sehari. Di jemput di hotel daerah sanur , ternyata tinggal lurus naik. Ada museum fosil gajah pada museum di depan, bersama dengan art shop pernaik-pernik gajah. Acara pertama, memberi makan gajah. Makanannya pelepah kelapa. Pantas, pupi nya tak bau, meskipun besar-besar. Dilanjutkan naik gajah, seekor gajah dikendarai 2 orang. He he , deg-degan juga lo saya. Anak saya kan 100 kg. , gajahnya mampu kok meng’gendong” (gajah naik gajah?).. Gajah kami bernama Kusuma, umurnya 29 tahun, pawangnya mengendarai bersama kami, usia nya 32 tahun, dari pusat pelatihan gajah di lampung. Gajah ini pagi belum sempat buang air besar , gas yang bergejolak di perutnya terasa lho, sampai kursi kami serasa bergoyang, ya senang-senang takut dengan pengalaman ini. Kusuma sempat berhenti untuk hajat pipis, kentut, sehingga tertinggal dari gajah di depannya. Kusuma ini betina, sempat si dia ini ingin berrjalan mundur, eh, ternyata karena dibelakangnya gajah jantan, genit juga ni cewek. Perjalanan sekitar ½ jam menyusuri jalan kampung dan kemudian masuk lagi, sebelum acara mengendarai selesai, kami di jalankan di air. Wah, kalau Kusuma iseng duduk di air , ”kecelup” dong kami. Setelah itu nonton sirkus, para gajah baris, duduk, main bola dan melukis. Asyik deh. Yang menyenangkan, tempatnya bersih. Wisata ini dengan makan siang , di resto yang menjual pernak-pernik bali , dan yang bernuansa gajah.

Nah, ternyata tak perlu ke Lampung untuk mencapai cita-cita saya naik gajah. Oleh-olehnya gambar kami dan kusuma di air, gayah duduk dan Edwin (anak saya ) di pangku gajah. Selamat menikmati.

Terima kasih ibu Grace, wisata yang di kemas baik. Jangan lupa , saya ingin ikut ke Belanda , saat pasar Tong-tong. Ingatkan saya ya.

Jakarta, 18 februari 2007

Wednesday, February 14, 2007

Rawon rasa soto


Masih ingat si Atun ? Nah, dalam memasak pun Atun sangat inovatif. Suatu senja, sepulang kami sekeluarga beraktivitas hari Sabtu, Atun telah menyediakan hidangan dalam panci sakura yang menjaga tetap hangat. Kebetulan Atun sedang pergi, saya bertanya kepada Anti masakan apa ini, Anti menjawab, "Lupa Bu namanya, yang masak mbak Atun". Waktu saya buka, ”penampakannya” seperti rawon, saya tanya kembali,"Rawon ya?". "O, iya, rawon" , jawab Anti.


Nah, sudah lama kami tidak memasak rawon, maka dengan antusias saya dan anak mengambil mangkuk. Saat di sendok, lho, kok ayam, (rawon biasanya kan daging sapi), dirasakan, lho kok soto ? maka kami berdua menyimpulkan ini soto , dan sungguh , rasanya seperti soto di jalan radio dalam.

Setelah jumpa Atun saya memuji, "wah sotomu enak Atun, belajar sama siapa? .Atun malah kaget, "Itu rawon Bu. Cuma karena tukang daging tadi sudah tak ada, saya ganti ayam."

Nah, apa dong namanya masakan si Atun?

Mumi dan balsam


Barangkali judul besar kisah-kisah saya sebaiknya serial si Atun. Ini tentang Atun dan balsam. Anak saya yang perempuan akhir-akhir ini menggemari dipijat dengan menggunakan balsam merek tertentu yang hangat. Setelah beberapa kali memijat menggunakan balsam , Atun bertanya , "Mbak, mumi itu digosok dengan balsam seperti ini ya ?" He he, anak saya geli. Atun memang gemar membaca. Jangan, jangan dia mengkhayalkan me-mumi-kan anak saya.


Edwin belajar mengaji

Edwin, anak saya yang ke dua , tumbuh dengan keingin tahuan yang besar. Saat Edwin balita, saya carikan guru mengaji yang saya pilih karena menurut saya dapat mengimbangi keingintahuan anak saya.

Saat awal-awal les, saya selalu berusaha mendampingi dengan duduk agak jauh dari guru dan murid, untuk mengamati jalannya proses belajar mengajar secara tersamar. Bu guru mengajar dengan banyak dongeng sehingga Edwin tidak bosan.

Suatu hari ibu guru menerangkan tentang perbuatan yang baik dan yang buruk. Pada ujung keterangan , ibu guru mengatakan : “ Ada seorang malaikat yang mencatat perbuatan kita Edwin, baik atau buruk, 24 jam “.

Reaksi Edwin : “ Engga punya karyawan ? “

He he, emangnya malaikatnya kaya ibunya , yang dokter dan punya banyak perawat dan petugas tata usaha...