Friday, September 18, 2009

Suguhan Lebaran:Kembang Goyang

Terinspirasi saat saya sukses menyuguhkan kue pancong dan ape yang segera licin tandas saat buka bersama, Kembang Goyang menjadi pilihan saya. Kue renyah ini, lebaranpun belum, suami sanggup menghabiskan lebih dari 5 potong setelah buka puasa. Konon ini makanan Cina Peranakan, dan Guruh pun mencipta lirik lagu Kembang Goyang yang dinyanyikan Chrisye: Kembang goyang aduhai. Senyam-senyum manise.Lenggang-lenggok aduhai. Indah ayu oh amboi.

Mau resepnya? Saya sertakan ya.

Bahan:95 gr tepung beras; 125 ml santan dengan kekentalan sedang; 1 telur; 20 gr gula pasir halus; garam

Alat : cetakan khusus kembang goyang.

Cara:1. Kocok telur dan gula hingga lembut;2. Masukkan tepung, santan, ragam3. Aduk-aduk hingga tercampur benar dan adonan licin; 4. Panaskan minyak di wajan: 5. Celup cetakan kembang goyang ke minyak panas, biarkan sebentar hingga panas; 6. Celup cetakan ke adonan, hati2 jangan sampai tertutup atasnya; 7. Celup lagi cetakan ke minyak panas, goyang2 hingga adonan lepas; 8. Angkat kembang goyang ketika berwarna kecoklatan.

Monday, September 14, 2009

Bank , kartu kredit dan sistem sel, kok seperti teroris

Berharap kemudahan , urusan kartu kredit ternyata malah (terkadang) membuat terjebak dalam kesulitan . Apa mungkin karena (semua) di outsoursing itu, sehingga seperti sistem teroris, antar sel tidak mengenal. He he, bagaimana saya sampai pada kesimpukan demikian?

Saya mempunyai pengalaman (yang mungkin belum selesai) tentang kartu kredit bank nasional tenar. Seorang petugas yang katanya dari kantor pusat suatu bank nasional menawarkan, saya oke kan, karena jadi satu dengan bank tempat rekening gaji kerja. Tanya jawab pertelpon, oke-oke saja. Pertanyaan membuat kartu standard. Masalah di mulai ketika kartu datang, dan akan saya aktifkan. Tidak bisa diaktifkan , karena saya belum pernah ngisi application form. Lho ,ya memang ngga ngisi, wong “ditawari” . Hebatnya , tidak bisa diaktifkan, kok, sudah ada tagihan?
Oke, saya pergi ke cabang yang sering saya datangi, dibantu petugas customer service yang manis, mengisi form. Tentang tagihan, mbak yang cantik tanya atasannya, jawabannya :”Abaikan saja”. Beberapa hari kemudian customer service cantik yang membantu mengisis application form menelpon: Bu, telpon no…., untuk di aktifkan. Kartu kredit tidak segera saya aktifkan , karena saya berencana mengaktifkan di depan mbak customer service yang ramah . Namun, tagihan muncul lagi, dengan bunga. Mengingat jawaban saat di bank kantor cabang tempat saya mengisi form, dikatakan diabaikan ya , saya diamkan. Sementara itu, sel lain dari bank bergerak, menelpon ”Selamat, kartu sudah aktif” (???), di tawarkan asuransi kartu kredit. Lho…, kan saya belum mengaktifkan?

Kerja yang padat, membuat sampai bulan ke lima tahun 2009 saya belum (merasa) mengaktifkan kartu kredit. Wah, drama kartu kredit, datang surat “ancaman”, menyebutkan (akan) menggunakan pihak ke tiga untuk menagih tagihan yang semula Rp 75.000,- dan saat itu sudah menjadi sekitar Rp 300.000,- . Jengkel ,saya kembali ke cabang yang saya kenal, saya bayar (saja) plus saya minta ditutup meski merasa belum pernah membuka. Pimpinan cabang bank yang saya datangi berbaik hati menawarkan bantuan untuk meminta “keringanan” . He he, kalau keringanan engga usah, kalau tidak membayar, oke. Penawaran kartu kredit terjadi bulan Oktober 2008, ancaman muncul bulan Mei 2009. Lha awal Oktober 2009 ini muncul tagihan sekitar Rp 400.00,- Asisten ke customer service, saran yang diberikan:Abaikan saja. Saya file, dan sekarang menunggu kisah selanjutnya dari sel yang lain.

Paling tidak saya tahu ada sel penawaran, sel penagihan, sel asuransi, sel debt collector , dan entah sel apa lagi ,yang masing-masing bekerja sendiri- sendiri (mengejar target), tanpa koordinasi ……