Monday, August 30, 2010

Tambal ban 24 jam? Perlu



.

Dokter 24 jam, cek. Sakit kan ngga bisa diatur jamnya. Apotik 24 jam, cek. Setelah ke dokter, kan perlu obat. Fast food 24 jam, cek. Kan sering laper malam-malam. Ada yang melihat peluang tambal ban. Yang prima bukan raga, tapi pembawa raga ke tempat kerja. Agar bisa menggelinding, bannya harus bulet, isi angin penuh.

Saya foto pagi hari saat berangkat gawe. Dari arah Joglo menuju Pamerah, tempat tambal ban ini ada pada sisi kiri, setelah kompleks Bulog sebelum STM (?) Cendrawasih, pada jalanan yang agak menanjak.

Kempes malam hari? Tambal ban 24 jam solusinya.

Berpasangan



Sunday, August 22, 2010

Roemah Entog Bandoeng











Roemah Entog Bandoeng


Seringkali ke Bandung saat subuh baru usai, menyebabkan pilihan persinggahan selalu batagor Kingsley. Selain bukanya yang pagi, dipastikan keadaan beranda belakang dan toiletnya bersih.

Penggemar bebek seperti saya, senang saat terserobok tulisan Roemah Entog, diarah sebelum batagor Kingsley. Beberapa kali gagal singgah, karena datang terlalu pagi, sehingga Roemah Entog belum buka, sedangkan saat siang, sudah kekenyangan karena setiap kali ada teman baik yang menjamu. Harus menyerahkan hasil penelitian ke seorang professor di Bandung, yang sesungguhnya beliau berkenan juga bila saya kirim per pos, dan memanfaatkan saat puasa, sengaja saya berangkat siang agar bisa berbuka puasa di Roemah Entog.

Berhasil! Saat bedug buka, kami sudah lewat tol Pasteur, membatalkan puasa dengan teh kotak bawaan, agar ndoro kakung tidak memaksa mencari tempat buka yang “deketan”, asisten wara-wiri yunior yang sudah saya paksa menengarai alamat Roemah Entog , langsung saya minta mengarah ke Roemah Entog. Posisi di tikungan jalan Veteran di atas Piza Hut. Kursinya rotan, ada tiga computer, gratis ngenet saat menunggu pesanan rampung dimasak.

Saya belum tanya pemiliknya , ini bebek atau entog. Entog kan jalannya megol-mego dan kaki lebih pendek. Main tebak- tebakan saja sanma ndorokakung, entog kremes saya tulangnya pendek, kami pastikan entog, goreng ndoro kakung, tulangnya panjangan , mungkin bebek. Saya disarankan pedesan, karena ingin kuah, agar tidak seret . enak, seperti gulai, dengan potongan daging yang empuk. Tercantum pada menu, pilihan yang ada nasi goreng entog, steak entog, bahkan minumanpun ada duck lemon. Sayang steak entog dan duck lemon sedang tidak tersedia.

Nasinya porsinya besar menurut saya, saya yadinya berfikir setengah sudah cukup. Eh, pedesannya meminta diberi nasi …, habis lah seporsi nasi.

Ada yang mengganggu saya, telur bebek dan telur angsa saya pernah lihat, kalau telur entog, seperti apa ya ?

Friday, August 20, 2010

Cek lima juta dokter. Silahkan ke ATM. Rejeki? Kutipu kau.


Judulnya “aneh” ya. Saya hanya ingin menyampaikan pengalaman nyaris dikerjai orang. Sekian Rabu yang lalu, bulan Juli (mungkin), siang hari menjelang pk 15, telpon seluler berdering, nomer tak saya kenal. Saya terima, dari seberang sana seseorang mengaku sebagai dokter Anu, salah seorang petinggi RSCM, menyampaikan, ada undangan untuk saya.

Saya sedang “susah” ditengah mengumpulkan data penelitian, isenglah saya. Seumur saya gitu, tahulah saya prosedur undangan menghadiri acara. Jabatan direkturnya bukan bagian bagi- bagi undangan, dan kalaupun memberikan undangan ngga perlu beliau sendiri. “Beliau” menyebutkan sedang di Bandung, dan undangan akan diberikan esok hari, berarti Kamis. Saya dalam mobil yang menuju lobby FKUI, merasa saya menanggapi, “beliau” ingin lebih meyakinkan saya: “ Dokter bisa cek ke Ka Sudin drWB”. Nah, ini kesalahan “beliau” yang ke 2. Dokter yang dimaksud saya tahu sudah bukan Kasudin DKI Jakarta lagi, dan saya kenal beliau lengkap dengan keluarga. Saya ikuti saja pembicaraan, saat nama Kasudin disebut, saya sudah sampai di lobby FKUI, akan turun dari mobil. Ini dia yang saya tunggu, merasa bisa meyakinkan saya, “beliau” menambahkan: “Ada cek lima juta , dokter. Dokter punya ATM bank apa?”. Saya menyebutkan bank Mandiri. Wah, “beliau” makin bersemangat, “silahkan ke ATM dokter, saya pandu mencairkan cek. Jauh tidak ke ATM Mandiri?” Kesalahan ke tiga, “beliau” tidak tahu jarak lobby FKUI dan lobby RSCM, saat saya sebut saya akan ke ATM Mandiri di lobby RSCM, jarak ditanyakan. Perintahnya lagi “Fokus , dokter”. He he, sepanjang jalan kan ketemu para petinggi dan teman FKUI dan RSCM, berselamat sianglah saya dengan para petinggi dan teman. Sepanjang perjalanan ke ATM, telpon seluler tetap hidup dan beliau menayakan “Sudah kelihatan belum ATM nya” berkali-kali.

Sepanjang perjalanan saya tanya, acara apa? “Beliau” menjawab acara di Surabaya , bulan September 2010, semua acara di biayai Departemen Kesehatan. Ngga nyambung banget, yang ngundang Kepala Suku Dinas DKI Jakarta, penyelenggara Departemen Kesehatan, acara di Surabaya, masih beberapa bulan ke depan, cek harus dicairkan segera. Saya tanya Hotel mana, acara apa, makin aneh. Surabaya kan saya ngga buta- buta amat. Lha, eyang saya almarhumah mukim di Surabaya, sepupu saya banyak di Surabaya.

Saya berani dan menanggapi, karena saya sedang “iseng” dan saya punya ATM yang saya jaga jumlahnya tidak terlalu banyak, cukup untuk operasional penelitian. ATM ini yang sering dibawa asisiten , untuk mengambil uang bila dperlukan, dan saya tahu, sedang dalam posisi saldonya kecil.

Saat di depan ATM Mandiri sudah pk 15, pak satpamnya saya lambai tidak mengerti, hanya tersenyum sambil mengatakan “Sudah tutup dokter”. Tadinya saya mengharapkan ada dari bank yang mendampingi saya saat di ATM. “Beliau” menanyakan, “berapa orang di depan dokter”, saya jawab dua. Saya sebetulnya sudah mulai bosan, dan malas melanjutkan karena tidak mendapatkan petugas bank untuk mendampingi, saya sempat meninggalkan antrian menuju ATM. Namun iseng saya kembali muncul, karena “beliau” mulai dengan perintahnya “Cek dulu saldonya, dokter, sehingga kalau ada tambahan dokter tahu”. Saya cek saldo, satu juta delapan ratus ribu rupiah. Saya sebutkan, “Satu juta….” Belum lengkap dengan menyebut delapan ratusnya,langsung “beliau” menutup telponnya. Selesai, belum? Tak lama “beliau” telpon lagi , dan menanyakan saya punya bank manalagi. Saya sudah tidak berminat melanjutkan sandiwara, saya berkata pada “beliau”: “Di depan saya berdiri dr WB. Beliau mengatakan tidak mengundang”. “Beliau” bukannya segera menutup telpon, malahan berusaha menjelaskan . Saya yang bosan, saya tutup telpon. Saya simpan nomer “beliau” di hp saya dengan identitas “penipu”.

Mau kenalan?