Wednesday, October 26, 2011

Mie Naripan 108- Bandung






<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE


Mie (mungkin) merupakan makanan pokok orang Indonesia, setelah nasi. Jadi ingat dalam suatu perjalanan ilmiah, saat di Turki, dua hari terakhir, tak tertahankan lagi, meski ada nasi pada menu breakfast, segala jenis mie insatan keluar. Seingat saya mie instant Indonesia dimulai dengan supermie tahun 70 an, dan pada penelusuran Google, Wikipedia menuliskan, Indonesia merupakan produsen mie instant terbesar di dunia. Konon kabarnya , spaghetti, makanan golongan pasta berasal Itali, terinspirasi oleh mie Cina, dengan demikian dapat disimpulkan mie pastinya sudah lama hadir di Indonesia, sesuai kedatangan kerabat dari Utara.

Mie Naripan, kini tergolong kuliner jadul di Bandung, tetap pada lokasi yang sama, Naripan 108, bentuk gerainya tak berubah, menyebabkan saya dengan cepat mengenali kembali. Saya mengenal mie Naripan sejak hotel Panghegar (yang kini di renovasi menjadi Grand Panghegar) masih baru. Lalu lintas Bandung yang dibuat searah, menyebabkan pada beberapa kunjungan bulan-bulan lalu harus berkali-kali melewati gerai mie Naripan. Jadilah pada kunjungan hari minggu ke dua bulan Oktober 2011, dari Jakarta sudah diprogram untuk makan siang di mie Naripan. Program terlaksana, disambut pemiliknya yang bertubuh subur, kami ditanya, mie atau nasi tim. Wah, saya baru tahu, apapun baksonya, basisnya bisa mie atau nasi tim. Mie ditanya, manis atau asin. Saya dan teman makan saya , dr Yenni Limyati memilih mie manis, dengan bakso babat, asisten wara-wiri senior ngikut menu yang sama. Bakso babatnya di sjaikan dengan mangkuk terpisah, saya sempat bingung, bakso babatnya sudah hadir agak lama mienya belum. Sambil menunggu mie disajikan saya berkeliling membuat foto. Dr Yenni membantu dengan mengambil foto dapur. Mie sebagai bahan dasar makanan, dibuat sendiri, tampak di dapur panic-panci besar. Penyajian, disiapkan di dapur kecil dekat pintu masuk, dikomandani pemiliknya, yang badannya berisi, yag menyambut kami. Kami datang tepat waktu, pk 12, sehingga terlayani cukup cepat. Setelah itu banyak yang datang, dan konon saat makan siang, bisa menunggu hingga satu jam, sebelum bisa menyantap mie.

Dibandingkan dengan mie Gajah Mada atau mie Gondangdia Jakarta, mie naripan lebih kesat, tidak cepat meluncur dimulut. Mie pada mangkuk, seperti pada umumnya, ditaburi ayam, gilig, ukurannya antara mie Gajah Mada dan mie Gondangdia. Saya cermati menu, selain mie dan nasi tim, ada yamien, bihun, bubur ayam serta layaknya resto Chinese food, cap cay, pu yung hai, dan I fu mie. Tak tercantum harga pada menu, namun kami bertiga ,plus membawa yamin satu porsi, sekitar Rp 160.000,-

Hari minggu identik dengan hari keluarga, sehingga nampak pengunjungnya pada umumnya berombongan, dari kakek hingga cucu, tampak meja-meja digabungkan untuk mengakomodasi. Dr Yenni memberitahu, ruang keluarga pun boleh dipergunakan pengunjung untuk menyantap pesanan. Para kesepuhan ini pastinya mengenal lebih dulu mie Naripan dan menularkan pada anak cucu, karena saat saya tanyakan dan diperkuat banner pada dinding, mie naripan sudah hadir di Bandung sejak tahun 1965.

Para penggemar mie, silahkan singgah di Naripan 108, ada cabangnya di Jakarta (Kelapa gading Square).






Tuesday, October 18, 2011

Buah Bangkok- tak selalu manis dan besar





<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE


Kursus singkat di Bangkok, sempat berkenalan dengan expert IT tempat kursus diselenggarakan. Saat bertukar kartu nama, saya terkesan dengan kartu namanya, cantik bernuansa kuning, bergambarkan tiga perempuan dengan buah-buahan. Mark Sonnen tersenyum menjelaskan, ada pekerjaan lain yang ditekuni, bersangkutan dengan buah-buahan. Mark yang pernah ke Bali, menyebutkan, salak Bangkok, berbeda dengan salak Indonesia, salak Indonesia disebutnya sebagai more crispy. Penasaran, dengan waktu kunjung yang singkat, saya memburu buah. Jumat sebelum pulang, sekitar pk 10 saya diantar pak Toman Tobing yang sudah sering ke Bangkok menuju Siam Paragon, khusus menuju gourmet market and food halls.

Saya segera mencari salak, salak dikemas bagus, masih dengan tangkainya. Saya juga mendapatkan mangga yang seperti mangga golek bentuknya, tetapi kuning merata. Tergoda srikaya yang cantik, yang sebesar jambu Bangkok, kami pilih juga srikaya,. Buah-buah ini masik mengkal, jadi saya tidak kesulitan membawa dalam koper. Salaknya mungil,berisi satu (apa istilahnya, satu biji?), tidak tiga seperti salak Indonesia pada umumnya. Saat matang saya dapati memang tidak semanis salak Pondoh, lunak, banyak air dan tidak seputih salak Indonesia, saat dimakan dagingnya tak mudah lepas, melekat dibiji. Kalau mangganya, manis yang pas, di bandara Swarna Bhumi, dijual mangga yang sudah dipasangkan dengan ketan, bisa langsung disantap, seharga 150 bath.Saat srikaya matang, harumnya tidak sekuat srikaya Indonesia, dan dagingnya tak banyak air. Bisa dikatakan mengenyangkan, bukan menyegarkan.

Istirahat sejenak, kami membeli juice segar, saya memilih juice markisa botol kecil kira-kira 200 cc. Lengkap dengan bijinya, tanpa pemanis, rasanya asam. Segar, pengantar bergegas ke bandara, pulang ke Indonesia.

Buah-buahan Indonesia tak kalah menarik, tinggal kemasannya saja.

Sunday, October 16, 2011

Wajah mencong, bukan ditabok setan, mungkin Bell’s palsy.


Musim seperti ini, panas terik panjang, hujan datang sangat jarang, musim kemarau atau musim pancaroba ya, disebutnya. Beberapa orang berkunjung ke tempat praktek, karena wajah mencong. Segera saya tengarai sebagai Bell’s palsy.

Tanda- tanda

Bell’s palsy merupakan gangguan dengan gejala wajah yang tidak simetri. Otot wajah, dipersyarafi persyarafan nomer tujuh. Syaraf yang ke tujuh ini yang terganggu. Mengapa hanya sebelah, karena wajah dipersyarafi sepasang syaraf ke tujuh, kanan dan kiri, mempunyai wilayah kerja masing-masing. Saraf ke tujuh/ fasialis merupakan salah satu dari 12 saraf kranial. Ke 12 pasang saraf kranial berasal dari otak menembus tengkorak , mempersyarafi kepala dan leher. Saraf ke tujuh mempunyai cabang motorik- penggerak, dan cabang sensorik- perasa. Penggerak mensuplai wajah, agar bisa berekspresi sedangkan cabang sensori – perasa meemberikan kemampuan merasa pada lidah , mulut dan langit-langit. Berapa cabang juga mempersyarafi kelenjar air mata, saliva dan beberapa pada langit-langit dan hidung.

Bila saraf ini terganggu, ada terjadi kelemahan pada otot yang di persyarafi, otot wajah sisi yang sama terasa melemah,terkadang kedutan. Terjadilah tanda-tanda, bila diurut dari atas, terjadi hilangnya kerutan pada dahi , sulit mengangkat alis, gangguan menutup kelopak mata, dan sebagai reaksi mata untuk melindungi, sering air mata bercucuran,sudut bibir yang nampak “jatuh”, sehingga bila minum , dikatakan bocor, Bell’s palsy tergolong gangguan lower motor. Gambaran mirip namun tergolong gangguan upper motor neuron, misalnya pada stroke. Kajian ini hanya tentang Bell’s palsy.

Penyebabnya?

Pastinya bukan ditabok setan, seperti mitos yang dikenali. Saraf ke tujuh ini termasuk golongan yang saraf kranialias (saraf kepala) , gangguan wajah miring merupakan gangguan sisi tepi (perifer).

Penyebabnya ditengarai salah satunya dipengaruhi cuaca. Suatu kajian dibuat untuk mencari kaitan kelembaban, didapati terdapat keterkaitan , meski secara statistik, penelitian pada 171 subyak didapati hubungan yang tidak bermakna. Hippocrates, awal abad ke lima, sudah memperhitungkan pengaruh cuaca terhadap kesehatan.

Bila dikaitkan dengan syaraf ke tujuh yang dikenai, maka segala bentuk jepitan yang terjadi karena trauma-benturan, infeksi misalnya herpes, atau tumor.

Program

Seiring penyebabnya tidak diketahui, sisi baiknya dikatakan dapat sembuh sendiri, namun terkadang perlu dilakukan tindakan operasi. Apapun penyebab dan tindakan yang akan dilakukan, penjagaan sarag, otot yang dipersarafi dan bola mata yang tidak tertutup dengan sempurna menjadi hal yang wajib.

Penjagaan saraf, diberikan obat , pada otot, bisa diberikan stimulasi listrik, yang sebenarnya distimulasi sarafnya sehingga otot bergerak, otot bisa di massage. Mata yang terbuka, diupayakan tertutup kasa steril , dan seringkali dibasahi sedangkan otot wajah , dilakukan massage dan latihan.

Program saya pada dasarnya terbagi dua, obat dan tindakan terapi stimulasi electrik dan massage atau yang saya berikan low power laser, tergantung mana yang mampu laksana pada pasien. Keunggulan low power laser, bersifat biostimulasi (menyembuhkan syaraf), selain mengobati radang , tetapi bila low power laser tidak ada pada fasilitas kesehatan, bisa dengan obat untuk regenerasi syaraf dan antiinflamasi- penyembuh radang, sedangkan otot dijaga dengan stimulasi listrik pada syaraf dan massage pada otot.

Kapan sembuh?

Pengalaman klinik , saya dapati memerlukan waktu dua minggu dan tetap harus dijaga hingga tiga bulan kemudian. Pada dasarnya , makin cepat diobati makin baik, sehinga otot wajah terjaga tidak atropi.

Monday, October 3, 2011

Bubur ayam “Sugeng Rawuh” Cikini


Pagi hari pada hari Selasa terakhir bulan September 2011, tepat pk 6 saya meninggalkan rumah di kawasan Jakarta Barat yang sudah berbatasan dengan Jakarta Selatan. Berbekal tiga susun wadah makanan cantik, saya meluncur menuju tempat gawe, rumah sakit rujukan nasional, di upayakan melewati Cikini Raya. Penjual bubur yang mangkal di KFC, arah menuju pasar Cikini menjadi tujuan saya, mencarikan isi wadah, untuk ayah kami, penyuka bubur ayam. Penjual bubur ayam banyak, namun beberapa kali lewat, saya tertarik dengan pramusajinya banyak dan berseragam.

Bangunan gerai KFC Cikini ini, saat tahun 60an akhir hingga awal 70 an, saya kenal sebagai barber shop, tempat ayah saya potong rambut. Kami biasanya datang sore menjelang malam. Pada sudut yang sekarang menjadi tempat meja bubur ayam, ada kios buku dan majalah , sedangkan pada sisi tempat sekarang gerobak bubur, mangkal tukang martabak. Depannya, bangunan pertokoan yang masih ada, saya mengenalnya bernama Hias Rias Cikini, saat lalu menjual sepatu, tas dan pernak- pernik cantik dengan sisi dalam yang terbuka ada gerai makanan berpayung, menjual es campur. Jadinya kalau menunggu ayah kami potong rambut, kami seringkali membeli buku atau majalah, kalau membeli martabak sepertinya wajib saat itu, dan terkadang bila hawa terasa panas, menyeberang, mencari es campur.

Saat saya sampai, parkiran KFC sudah penuh, dan ternyata, sebagian besar datang untuk sarapan bubur ayam. Saya turun dari mobil, segera disambut seorang bapak paruh baya, saya belum sempat bertanya beliau siapa, namun terkesan pemilik gerobak bubur ayam, dengan serta merta memerintahkan “anak buahnya” mengambil alih wadah saya dan diserahkan ke anak buah lain yang bertugas menyiapkan. Gerobaknya hanya satu, saya hitung pramusajinya ada 5 orang yang berseragam. Berjualanpun sudah menerapkan system sehingga pelanggan tidak menunggu. Ada seksi wara-wiri dan ada yang dengan cekatan menyiapkan bubur lengkap dalam mangkuk, dan ada menyiapkan yang untuk dibawa, yang lebih ribet, karena ayam dan perlengkapan lainnya, termasuk bumbu, dipisahkan masing-masing dalam kantung plastik. Saya tidak melihat, bubur nya dimasukkan plastik, kemudian masuk stryrofoam , atau langsung pada stryrofoam. Nampaknya yang memesan bawa pulang banyak juga, hingga selain yang berseragam, saya lihat tenaga “tambahan” yang bertugas menyiapkan kecap dan sambel. Sistem rupanya sudah berjalan, dikomandoi bapak yang menyambut saya, yang sesekali memberi arahan.

Ingatan saya tentang barber shop disegarkan saat saya berbincang dengan pemilik bubur ayam, dikatakan, barber shop memang di situ, 35 tahun yang lalu, namanya Sugeng Rawuh. Tinggal tak jauh dari Cikini, kami memang terbiasa ke pasar Cikini dan sekitar, lagipula tak banyak barbershop saat itu. Sambil menanti bubur ayam, saya tanyakan kaos seragam, ternyata ada 3 warna, kuning , merah dan oranye, masing-masing dikenakan 2 hari dalam seminggu, dan satu baju batik. Saat lewat lagi sekitar pk 9, gerobak dan meja kursi telah tak ada. Wah, saya membeli tepat waktu, tepat juga dengan jam makan pagi ayah kami.

Bubur ayam sekitar Cikini memang banyak, namun bubur “kuning’, layak dicoba.