Friday, July 22, 2011

Tegal: Teh dan tahu kuping




<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

Tegal yang sesungguhnya dataran tidak tinggi, tidak menjadi halangan untuk menjadi sentra teh. Terbaca merupakan asal teh Sosro, saya jumpai semua papan nama toko, bahkan gapura kompleks perumahan, disertai “lambang” Teh Poci atau teh tong Tji. Ngga perduli panas, pukul duabelaspun belum, teh dalam poci tanah liat, lengkap dengan gula batunya menjadi teman brunch kami, kambing batibul.

Panas yang menyengat di hari sabtu minggu ke dua bulan Juli 2011, dengan segera membuat saya memesan teh es Tong Tji seharga Rp2500 per gelasnya,saat membeli oleh-oleh. He, baru tiba memang kami segera membeli oleh-oleh, mengingat malamnya akan ke Purbalingga dan Minggu akan kembali ke Jakarta dengan kereta pk 6 pagi. Teh memang enak disajikan panas ataupun dingin, rasa regular ataupun dengan rasa buah-buahan. Es teh tong Tji dijajakan dengan gerobak manis, oleh penjaja yang manis didepan penjual grosir (?) teh. Saya lihat teh dengan tumpukan menurut merknya, diantaranya merk yang saya kenal saat kecil, teh Bandulan. Setiap merk teh ternyata mempunyai wilayah pasar masing-masing, Jakarta sejak lama merupakan wilayah the (botol) Sosro. Slawi dan Tegal saya amati menjadi daerah kekuasaan teh Tong Tji dan teh Poci.

Ke Tegal untuk tujuan utama sesungguhnya ke Purbalingga, menyebabkan saya membeli teh sejumlah yang saya bisa jinjing sendiri, yang segera saya sesali sesampainya di Jakarta. Saya membeli dua merk Tong Tji dan teh Poci, yang terbungkus kecil-kecil. Wah, harumnya beda. Harum yang segar, sehingga saya yang pada dasarnya lebih memilih kopi dibandingkan teh, kini membuat teh dalam jumlah cukup besar tiap harinya dengan teh yang masih ada , karena lebih dari setengahnya untuk tetangga, diserta tekad, kalau ke Tegal, beli lebih banyak.

Kudapan yang baru saya kenal, tahu kuping. Tahu kuning yang di potong dua miring pada sisi miring potongannya ditempelkan. Tahu dengan bahan utama tepung kanji dengan bumbu ketumbar, dan potongan daun bawang dipotong keci-kecil. Yang kami beli dilengkapi cabe rawtm, namun bisa dilengkapi sambal kecap yang diperkaya rasanya dengan trasi. Tahu goreng ini seharga Rp 800,- sepotongnya, sudah digoreng, saat dihidangkan bisa digoreng kembali atau di kukus.

Pagi Sabtu ke empat bulan Juli 2011, saya menemukan (kembali) gerabah perangkat the kami, gula batupun saya punya, kami mengawali dengan teh wasgitel ,wangi, panas, sepet, legi, lan (dan), kentel (kental).

Sluruppp, monggo…..

Travel abal-abal……………….


Menurut saya, abal-abal mengandung makna jadi-jadian, atau bo`ongan, dapat juga dikatakan tiruan. Namun penasaran, saya searcg mas Google, lho, kok menurut Wikipedia abal-abal merupakan sebutan peti mati orang Batak. Eh, pada tulisan saya ini, pastinya bukan berarti peti mati.


Terjebak travel abal-abal terjadi saat mendadak ke Purbalingga menghadiri undangan dr Mulyadi. Travel tanpa nama ini ditemukan dr Iwil melalui internet, setelah gagal mencari karcis kereta api. Travel ini bertarif Rp 160.000, menurut info dr Iwil, untuk penjemputan dalam kota, bila luar kota, plus Rp 40.000. Saya tak perlu membayar tambahan jemputan bila saya dijemput di rumah ayah saya, di wilayah Menteng Jakarta Pusat. Informasi yang saya dapatkan, saya akan dijemput pk 21.00, hari Jumat, tanggal. Saya fikir masuk akal juga, biar sampai Tegal pagi hari. Agar tidak terlambat, saya berangkat dari rumah di area Jakarta barat pk 18.30, dengan harapan tenang-tenang berbincang dengan ayah saya dulu sebelum di jemput. Lho, belum lama tiba di kediaman ayah saya, kok ada mobil berhenti tepat depan rumah, belum jauh dari pk 19.30. Saya keluar, betul, jemputan travel. Belum pernah naik travel, begitu juga teman saya yang dua lainnya, dan sebagai orang yang pertama dijemput, saya memilih bangku belakang yang berjajar bertiga. Deretan tengah ada dua kursi terpisah, dan samping pengemudi ada dua tempat lagi. Kapasitasnya tujuh orang. Saya duduk sisi kanan karena sisi kiri kursinya sudah pada posisi untuk berbaring.


Jumat malam, ternyata Jakarta rame, saya merasa berpetualang, he, tak terbiasa keluar jalur, jadilah saya menikmati acara menjemput penumpang lain. Mobil mengarah ke jalan Gatot Subroto, masuk kawasan hotel kartika Chandra, menjemput dua penumpang. Saya mulai heran, saat baru saja membuka pintu, seorang dari dua penumpang langsung bertanya: macet ya pak? Lho, kalau saya saja dijanjikan dijemput pk 21, dan saat di kartika Chandra pk 20.00, bukannya malah “kepagian”? Rupanya ke duanya dijanjikan dijemput pk 17.00. Wa,……saya mulai waspada. Mulai seru saat akan menjemput teman saya di Cimanggis. Pengemudi bertanya ke saya Bu, Cimanggisnya di mana? Lha, saya ngga tahu. Saya pernah ke rumah bu Iwil, dua kali malahan, tapi duduk atau bahkan tidur manis ya. Ngertinya sampai. Pengemudi tidak dibekali alamat oleh admin kantornya! Saya sms bu Iwil, menurut bu Iwil, bu Iwil bahkan pernah berbincang dengan pengemudi dan sudah sms alamat. Saya dipesan untuk bilang pengemudi, keluar tol Cibubur, kemudian nyebrang. Pengemudi tanya lagi, jalan Radar Auri ya bu. Wah, yang ini untung saya ingat, saya iyakan dengan cepat. Menuju Cimanggis, beberapa kali pengemudi turun mobil, utik-utik lampu mobil kiri depan, telpon-telpon dengan admin di kantor (?). Entah pukul berapa keluar tol Cibubur, nyebrang masuk jalan radar auri, gelap ya…, sepertinya ngga ada lampu jalan. Masuk kompleks saya ditanya, yang mana rumahnya bu. He , saat kebingungan bagaimana menjawabnya, (kalau sudah tepat depan rumahnya, saya tahu), bu iwil yang mungkin mendengar suara mobil, keluar ke jalan. Bu Iwil dan bu Eva segera masuk mobil, langsung menyertai saya di belakang. Beberapa saat sebelum bu iwil dan bu Eva masuk, pengemudi berusaha membetulkan posisi kursi terkiri yang ternyata permanen rebah ke belakang, dan…..tidak berhasil. Jadilah bu iwil langsung harus merebahkan diri, dan langsung lelap saat kami menuju Bekasi, menjemput dua penumpang lain.


Nah, perburuan dua penumpang Bekasi ini lebih seru lagi. Berbekalkan informasi dekat Alfa mart (sedangkan Alfa Mart kan banyak). Sementara bu Iwil lelap, saya dan bu Eva menikmati kebingungan pengemudi, yang hilir mudik masuk jalan kecil-kecil, terdengar pembicaraan pengemudi dengan yang akan dijemput: saya sudah masuk 3 kilometer. Keluar, kemudian saya sudah masuk satu kilometer, kesepakatan selanjutnya mobil kembali ke dekat sekolahan akan dipandu. Lha, kalau nga dipandu ngga bakalan ketemu jalannya masuk-masuK jalan kecil, belok-belok Penumpangnya suami istri dengan anak balita. Itu sudak pk 23 lebihi. Jadilah meninggalkan bekasi setelah pk 24.


Setelah itu saya dan bu Eva ikutan tertidur, bangun, dan tidur lagi. Ada suatu saat yang membingungkan, pengemudi meninggalkan kami dalam mobil dengan mesin menyala, disuatu pom bensin, entah raib ke mana setelah berbincang dengan pengemudi lain (?). Saya terbangun, juga semuanya, saat tiba entah dimana, rupanya tempat pemberhentian untuk kalau ingin ke toilet, atau ngopi, bahkan makan. Walah, tempatnya jauh dari bersih dan nyaman, di tepi jalan kecil, infonya ini jalan tikus pantura (?). di tempat ini pengemudi bertemu dengan pengemudi mungkin dari travel yang sama, mobilnya sama, warnanya sama, bodolnya sama…… Pengemudi teman bicara sebelum menghilang lama ternyata. Janjian jumpa? Pengemudii menghilang lagi, tidur ya..? he …jadi banyak tanda tanya.


Ketika pagi menjelang, mobil mengisi bensin, jumpa mobil angkot warna kuning, lho , masih Majalengka, lha Cirebonpun belum….Saat ikuti catatan perjalanan yang sengaja saya tuliskan di FB untuk catatan saya. Masuk tol Plumbon saat dan masuk tol Kanci. Lepas kartika Chandra pk 20 malam saat berangkat, “teman” travel yang ternyata akan ke Semarang bertanya, pk 10 apa sudah sampai Semarang? Pengemudi menjelaskan, wah, bisa di atas pk 12, brebes macet. Ternyata benar, brebes macet. Mata hari sudah cukup tinggi, toko-toko sepanjang jalan Brebes sudah buka, wah, tampak jajaran relur asin. Tegal dan Brebes sudah tak nyata bedanya, sekitar pk 10 kami tiba di Tegal daln minta diantar ke setasiun kereta api, karena bu Tini Bimo yang mukim di slawi akan menjemput perjanjian di setasiun. Selesailah perjalanan dengan travel berplat nomer semarang, Travel abal-abal (?)



Saat iseng bu Iwil tanya nama travelnya, pengemudi menjawab, ngga ada ya travel saja…he….


Catatan :

AC mobil menetes membasahi baju bu Eva dan membangunkan saya. Seperti kami bertiga, teman dari Kartika Chandra juga mencari travel karena karcis pesawat sydah habis kereta api demikian pula. Kalau bu Iwil mendapat travel abal-abal ini setelah seach di internet, entah ke dua teman kartika Chandra.


1.July 8 at 7:47pm : otw Tegal, menjelang dr Mulyadi mantu . . . . :-) Ikut? Mareee .

2. July 8 at 8:10pm (mencoba) dengan travel ke Tegal, dijemput pertama. Sekarang menyusuri Jakarta, menjemput penumpang lain.


3. July 8 at 8:19pm menjemput di hotel Kartika Chandra, 2 penumpang tujuan Semarang. Sekarang akan masuk tol. Jemput siapa ya?

4. July 8 at 8:29pm mendengarkan "teman" satu mobil berbincang, ternyata bernasib sama. Terpaksa dengan travel karena ticket pesawat habis, kereta api habis.

5. July 8 at 9:10pmkeluar tol Cibubur, menuju rumah der Setiati Budi Utami. Lewat Cibubur Junction, terbaca Bakmi GM. Lapeeer. . . ., belum sempat makan.

6. July 8 at 9:53pmsaya (merasa) dijemput kepagian,dari pemberitahuan pk 21, dijemput pk 20 pun. belum genap. "teman" dari Kartika Ch, merasa telat. Terjempu pk 20 (setelah saya), dua beliau menunggu sejak pk 17. He, sebetulnya jadual nya pk berapa ya?

7.July 8 at 10:54pmlho, hampir pk 23, masih uplek di Bekasi. :-).

8. July 9 at 4:50ammasih di wilayah Cirebon. Ini lewat mana ya, jalnnya kecil and gelap.

9. July 9 at 4:57ammobil travel berpapasan dengan travel lain. Pengemudi menyempatkan mengobrol , , ,

10. July 9 at 5:36ammobil berjalan kencang, disertai doa , karena seorang "teman" melaporkan temuannya saat rehat : ban belakngnya gundul. He, saya duduk di "atas" ban belakang.

11. July 9 at 5:38amlangit mulai terang, ngisi bensin

12. July 9 at 5:39am beriringan dengan angkot warna kuning, tertulis Majalengka

13. July 9 at 6:27amhe he he. baru sampai Palimanan.

14.July 9 at 6:33ammasuk tol Plumbon.

15. July 9 at 6:56am @tol Kanci. : info tol: LANCAR

16. July 9 at 8:54amAlhamdulillah- Tegal setelah menikmati macet di Brebes. melihat jajaran telur asin, bawang di jemur, berpapasan ikan dalam gentong.

17. July 10 at 5:31am@Setasiun kereta api Tegal. Menunggu Cirebon Expres ke Jakarta. Petualangan baru? Bismillahirrohmanirrohom . . . Semoga lancar.

18. July 10 at 5:49amdapatnya Cirex ekonomi. he. pakai panas, ngga ada AC. makanan langsung di serve sampai ke tempat duduk. Rames, pisang rebus ada yang tiga ribuan, ada yang dua ribuan. Dilengkapi minuman, kopi, aqua, mizon :-).

19. July 10 at 6:03am ternyata ada kipas anginnya, 4 kipas angin. Kipas anginnya di "krangkeng". He, kalau parkir ada yang berminat mengalihkan tempat ya. :-)

20. July 10 at 6:10am Cirex meninggalkan Tegal. Ngglondang. Lha kok tadi dijual karcis tanpa duduk ya? Ngga ngerti. Bingung mode on, dihibur angin cepoi dari jendela yang terbuka.

21. July 10 at 7:44amcirex meninggalkan Cirebon. Banyak penumpang belanja kerupuk lewat jendela. gerbongku tetap longgar :-).


He, tanpa nama tapi ada di internet. Harus lebih hati-hati dengan info di internet?


Wednesday, July 20, 2011

Pak Dokter “menyimpan” lengger





<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

Sabtu pertama,Juli 2011, mendadak Purbalingga karena dr Mulyadi Yanto mengundang. Dr Mulyadi kawan kami mukim di Purbalingga. Panggilannya Jiang, tentu saja dengan cepat diketahui, pak dokter ini Indonesia bersuku Tionghoa. Tionghoa ditetapkan menjadi salah satu suku di Indonesia berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pak dokter yang juga anggota DPRD kabupaten Purbalingga masa bakti 2009- 2014, komisi A merupakan perwakilan partai yang berlambang banteng moncong putih, mengundang syukuran pernikahan putranya , dengan kata kunci pesta rakyat dan lengger.

Saya segera mencari penjelasan lengger. Saya mendapati istilah ronggeng sebagai padanan lengger, lengger dan ronggeng dibedakan oleh wilayah sebarannya. Lengger lebih berkembang di sisi kiri aliran sungai Serayu, sedangkan ronggeng berkembang di sisi kanan sungai Serayu. Namun pada intinya kedua-duanya sama, tarian rakyat yang diiringi dengan menggunakan perangkat musik calung, krumpyung ataupun ringgeng. Pak polisi yang ikut mengamankan jalannya pesta rakyat dr mulyadi menceriterakan kepada pak Slamet, asisten wara-wirinya dr Bimo, lengger ini dulu pernah dilarang, dan dr Mulyadi berusaha menggali kembali kesenian daerah Banyumas yang konon dilarang karena dianggap melanggar Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi.

Dari Slawi sekitar pk 16, kami sampai di kediaman dr Mulyadi sekitar pk 19. Ini pesta babak ke tiga. Hari Jumat malam, pesta untuk kerabat desa tempat dr Mulyadi mukim dan bekerja, barangkali lebih tepat tetangga, namun bukan Cuma tetangga kanan dan kiri, tetapi tetangga desa. Sabtu pagi pejabat sedangkan malam kami datang, pesta rakyat untuk konsituen dr Mulyadi berasal, pesta rakyat dan dr Mulyadi mengeluarkan simpananya, lengger.

Pesta rakyat ditengarai dengan kehadiran tamu dr Mulyadi dari segenap lapisan masyarakat, ngga perduli bersandal jepit ataupun bersepatu import. Lintas agama tampak dari asesori busana panitia dan tetamu. Dr Mulyadi menyambut kami langsung di depan pintu, sampai kami perlu mendapat penjelasan, bahwa yang kami salami pengantinnya, he, pesta rakyat dalam acara ngubduh mantu, kalau menurut istilah Jawa, pengantin tidak berbusana resmi, jas dan gaun berenda yang berekor. Pengantin dan seluruh keluarga berbusana batik nuansa merah sesuai warna partai dr Jiang.

Lengger di tampilkan pk 21.00 hingga pk 23.00. tiga dara cantik bernama jeng Desi, jeng Yanti, walah, satu lagi lupa, dandan cantik bersanggul dengan bunga melati ala bu Tien Soehato. Diiringi dua sinden dan seperangkat gamelan ke tiganya menari lincah enerjik. Setelah dua tarian berturutan, yang menguras tenaga sehingga keringat bercucuran, mulai tampil penonton laki-laki dengan saweran. Malam mulai hangat, sampur berpindah ke tetamu, tidak terbatas tetamu lelaki. Bu Iwil ikutan nyawer, agar ke tiga lengger dapat saweran semua. Penabuh gendang utama memandu acara dengan penuh semangat. Lengger selesai menjelang pk 23. Penari dan pengiring dengan dua sinden lelah namun tampak bahagia. Kami merupakan tamu nyaris pertama dan nyaris terakhit. Pk 23 meninggalkan Purbalingga, lewat Purwakarta kembali ke Slawi. Tiba di Slawi pk 2 dini hari. Sepanjang jalan saya dan bu Eva tidur, bu Iwil menemani asisten wara-wiri dengan mengajak berbincang. Saya mendengarkan ambil sebentar merrem, sebentar melek.

Saya masih ingin kembali, mengamati simpenan dr Mulyadi, lengger dengan 2 perangkat gamelan yang berlatih 3 kali per minggu. Mau ikut?

Thursday, July 14, 2011

Nury dan SURAT TANDA REGISTRASI ( STR )



<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia ( KKI ) kepada dokter yang telah di registrasi.

Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter yang telah memiliki SERTIFIKAT KOMPETENSI dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesinya.

Setiap dokter yang melakukan praktek kedokteran di Indonesia wajib memiki STR.
Untuk memiliki STR tersebut, dokter mengajukan permohonan kepada KKI

Tiga baris kalimat di atas saya unduh setelah penelusuran dengan Google. Tersurat dan tersirat, praktek dokter berkaitan erat dengan masalah hukum. Kaitannya dengan kompetensi, dan untuk menjaga dan agar kompetensi diakui, ada jenjang yang harus dilalui. “Keadaan” ini diketahui sebagian masyarakat, dan lha kok ada ya, yang hendak memanfaatkan. Saya share pengalaman detik-detik terakhir STR saya. Cukup seru

STR saya yang pertama diuruskan sala satu RS tempat saya gawe paruh waktu, sekretaris Komite Mediknya sangat perhatian, karena mengurusnya bersama-sama, dipastikan masa berakhirnya bersama pula. Saya termasuk rombongan yang STR akan berakhir November 2011, berarti SIP (surat ijin praktek), beberapa bulan kemudian. RS paruh waktu saya menyediakan berkas-berkas, sekitar bulan Februari 2011, lalu saya lanjutkan dengan berkas dari RSCM, sebagai pendidik, pelayanan kesehatan dan peneliti. Sekitar Maret 2011, berkas yang tidak sederhana mengumpulkannya, karena menyangkut beberapa sumber administrasi, diserahkan ke PB PERDOSRI (Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik) di Cakalang Rawamangun. Jenjang yang kemudian ditempuh, berkas lanjut ke Kolegium 7 April 2011, selanjutnya tercatat surat kompetensi saya diterbitkan kolegium awal Mei 2011.

Tenang-tenang manis, saya diberi tanda terima berkas untuk STR ang diteruskan ke KKI oleh Kolegium, pada tanda terima terbaca bulan 26 Mei 2011. Siang 30 Juni 2011, saya mendapat sms dari nomer yang tidak saya kenal. SMS saya balas : “Mohon maaf , dengan siapa ?”, dijawab “Saya Ibu Gretta”.

Bingung menyikapi sms”aneh” saya lapor ke dr Umi sebagai sekretaris PB, dan di jawab akan di urus sekretaris. Saya juga menghubungi Humas KKI dengan massage pada FB agak “bersayap” , karena mengira penepon dari KKI:

Ayu, masih di KKI? Sampaikan terima kasih ke ibu Gretta, yang memberitahu STR saya sdh selesai. Fida dari PERDOSRI yang akan mengambil.

Saya bersikap ekstra hati-hati, karena pada aturannya, saya akan menerima STR saya melalui kantor pos, dan kantor pos untuk STR saya, kantor pos Daan Mogot. Ini juga berdasarkan hal yang dialami suami saya, yang bahkan ditelpon, mengatakan dari kantor pos, suami saya segera ke kantor pos Daan Mogot, dan berjumpa dengan pak Kahar, yang mengataka, tidak ada penugasan kepada personil kantor pos untuk menghubungi no telpon. STR suami saya sampai beberapa hari kemudian, setelah ada surat pemberitahuan dari kantor pos Daan Mogot. Tadinya saya menduga telpon yang saya terima dari KKI, namun setelah mencermati kembali sms yang saya terima, ternyata bukan dari KKI. SMS nya tertulis:

Met siang Ibu NURY N

dr, Sp KFR maaf

mengganggu ini STR ibu dri

KKI sdh ada .utk imfo lbih

lanjut silahkan ibu

menghbungi no ini

trimakasih..

Saya kutipkan tepat tiap kata. Saya cuekin, “bu Gretta” menelpon hari Senin siang, dengan jelas mengatakan : Ibu terima sms? STR ibu akan kami kirimkan ke kantor pos Jakarta Barat dan bisa diambil hari Rabu. Saya lihat no telpon, dengan kepala wilayah Jakarta Selatan.

Rabu pagi saya segera ke kantor pos Daan Mogot, dengan membawa tanda terima dari KKI, berjumpa pak Kahar. Senang berjumpa dengan pak Kahar yang mau mendengarkan “cerita’ saya. Rabu pagi pk 8.15, STR saya belum ada, sesungguhnya STR diambil dengan membawa pemberitahuan, yang segera dibuat pak Kahar, begitu STR kita sampai di meja kerja pak Kahar. Pak Kahar berbaik budi dengan melihat catatan, dan lemari penyimpan. Sekitar pk 13.00 pak kahar menelpon, memberitahu, STR saya sudah sampai di meja pak Kahar. Pak Kahar menelpon, karena saya datang pada pagi harinya, aturannya tidak demikian. Saya kembali ke Daan Mogot Kamis pagi, sampai pada jam yang sama pk 8.15. saya hanya menyerahkan foto copy KTP dan menanda tangani tanda terima.

Bagaimana bisa terjadi? KKI terletak di wilayah Jakarta Selatan. Semua berkas dibawa ke kantor pos Jakarta Selatan, untuk kemudian didistribusikan ke kantor pos wilayah pemegang STR. Keadaan ini dimanfaatkan oleh ibu Greta, karena pada sampul STR tertera lengkap nama, alamt no hp dan telpon rumah. Menurut info, bila merespon telpon atau sms, akan ditawarkan diambil di kantor pos Jakarta Selatan atau diantar, dengan biaya. Jelas tertulis pada amplop STR, tertulis pada pojok kanan:

-Pengiriman STR melalui pos telah dibiayai Konsil Kedokteran Indonesia

-Tidak ada biaya tambahan dalam pengiriman STR

Terima kasih pak Kahar

Para dokter, semoga lebih berhati-hati.

Naik kereta api….tut..tut..tut……………….




<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

Tidak mengerti dengan jenis atau kelas dalam perkereta apian, saya mengiyakan saja saat diberitahu kami (saya dan dua teman lagi) akan menumpang Cirebon Expres (Cirex) dengan kelas bisnis. Pulang dari Tegal di hari terakhir libur sekolah,hari minggu ke dua Juli 2011, ternyata semua ticket terjual habis. Ticket di pesan dari Jakarta, saat di Tegal, dr Iwil , kepala regu merangkap seksi transportasi,saat menukarkan bukti pesanan dengan ticket, mendapati pembeli karcis tanpa nomer kursi. Kami mendapatkan karcis seharga Rp.85.000 dengan nomer kursi, dijual seharga Rp. 18.000 tanpa kursi, terbayang akan uyel-uyelan.

Ini kereta api ketiga saya tahun 2011, sebelumnya, bulan saat pulang pergi Klaten, kami berangkat dengan Argo Dwipangga dan pulang dengan Argo Lawu. Tahun lalu saat ke Pekalongan mondar-mandir dengan Argo Anggrek dan Argo Bromo. Saya search google dan mendapati pada Wikipedia, kelas-kelas perkereta apian. Tertulis kelompok Argo merupakan kelas tertinggi. Selanjutnya ada kelompok Retrofit, sekelas Argo, tetapi bukan Argo. Setelah itu kelas public. Cirex termasuk kelompol kelas public, terbagi atas kelas exekutif dan kelas bisnis. Kereta Bima, yang seingat saya kependekan dari Biru malam termasuk sekelas dengan Cirebon ekspres. Saat saya mahasiswapun belum, ayah saya masih anggota DPR-RI, sering menjenguk eyang di Surabaya dengan Bima. Kursinya dulu bisa dijadikan tempat tidur, tidak ruang terbuka bersama, namun dalam bentuk ruang, berdua dalam satu kamar, merupakan kereta api unggulan pada masa itu. Bima sekarang bentuknya seperti apa ya? Kelas dibawahnya lagi merupakan kelas komersial , mencakup kereta eksekutif dan bisnis. Termasuk disini kereta Senja Utama, yang menjadi inpirasi lagu Kereta Senja yang popular tahun dinyanyikan Masni Towijiyo. Selanjutnya Kelas ekonomi unggulan dan kelas ekonomi. Kereta kelas ekonomi unggulan dan ekonomi tidak saya kenal atau pernah saya kenal, sepertinya belum pernah jadi rute saya.

Mendadak ke Tegal, pergi dengan travel, pulang cari sedapatnya, dapatlah kami Cirex yang kelas bisnis. Pada Wikipedia tertulis melayani Gambir – Cirebon, ternyata kereta api ini melayanni Gambir- Tegal. Cirex dari Tegal pk 6.00 pagi, pada papan di setasiun Tegal tertulis tiba di Gambir pk 10.32. Menurut saya jadualnya cukup tepat. Pk 10.32 sudah mendekati setasiun Jatinegara. Dua teman turun di setasiun Jatinegara, beberapa saat sebelum Jatinegara, terpaksa pindah beberapa gerbong ke depan. Cirex yang cukup panjang, 5 gerbong exekutif, kereta makan, dan tiga gerbong bisnis, gerbong kami gerbong bisnis no satu, sehingga paling ujung belakang, dipastkan gerbong terakhir pastinya pada wilayah yang ketinggian lantai setasiun dan pintu masuk gerbong sangat tinggi. Seorang teman sudah tak mungkin turun sangat tinggi, sedangkan sekarang layanan kereta api tidak lagi menyediakan tangga untuk naik turun kereta api.

Saya ingat-ingat saat masuk gerbong Cirex, saya mengenalinya seperti dalam gerbong kereta Limex (itu dulu). Limex merupakan kependekan Limited Expres , rute Jakarta Surabaya , kalau tak salah. Masa jayanya kereta api, Limex dingin ber AC, ini berkipas angin, 4 buah pada gerbong kami. Pada Limex dulu yang merupakan kereta malam, ticket kereta, termasuk makan malam. Kereta yang dulu bersih, dengan layanan pramugari dan pramugara kereta api, sekarang tampil seadanya, bahkan saat turun di Gambir, saya melihat bagian luar kereta api yang sudah berkarat. Apa ini bekas Limex ya? Cirex kami akan kembali lagi ke Tegal, terjadual pk 11.00. saya dapati keterangan ini dari penumpang yang naik dai jatinegara, sekeluarga, bapak ibu dan tiga anak. Sang ayah mengatakan ke pada rombongannya,”duduk saja, cari yang kosong”. Segera kelompok keluarga yang akan ke Tegal ini menempati bangku kawan saya yang turun di Jatinegara. Mungkin membeli karcis yang Rp 18.000,- ya.

Kereta api sejenis Argo pun tak mengalahkan service kereta api masa saya masih sering mondar-mandir Jakarta – Surabaya. Saat ke Klaten menghadiri gawe dr Loyke, kereta apa kami Argo Dwipangga, dengan tempat meletakkan barang seperti pada cabin pesawat, terkotak-kotak dan ada tutupnya. Kami meletakkan barang, terbiasa di pesawat, yang pintu bagasi cabin ditutupkan pramugari, kami diamkan saja terbuka, he, sampai berjalan ya tetep terbuka, regulasinya ternyata menutup dan nantinya membuka untuk mengosongkan sendiri. Pulangnya dengan Argo Lawu, tempat barang seperti kereta api biasa, namun kondekturnya rapi dan lumayan ganteng, sementara saat pada Argo Dwipangga,pak kondektur seperti habis mandi bru-buru karena terlambat bangun. Pada Argo Lawu saat kembali dari Klaten, kacanya tampak “pecah” dan memang saat lepas Cirebon, saya terkaget karena memang ada yang melempar dengan batu.

Kalau Cirex sepertinya bekas Limex, apa kelompok Argo bekas kereta api dari Jepang ya?