Wednesday, January 29, 2014

Sarapan di Jogya, soto sapi pak Marto



Tante biasa sarapan pagi ngga? Ada yg enak,
soto sapi pak sholeh,
 kopitiam, gudeg bu ahmad, atau
klo ada request laen bilang aja tante ^^
yang dilanjut dengan pengiriman alamat



 



Begitu tampilan message pada facebook dari keponakan tercinta dr Utami Purnamawati.  Yogya harus saya kunjungi karena mendapat tugas dari ayah kami  untuk menghadiri undangan resepsi gawe mantu bapak Nandi Sugandhi, kenalan baik ayah kami. Segera saya berkomunikasi dan berkoordinasi dengan kerabat kami di Yogya. Gayung bersambut, karena kunjungan ke suatu tempat, kulineran juga menjadi tujuan saya, kuliner di mulai dari sarapan.
Undangan , hari  Sabtu, bertanggal 11 Januari 2014. Saya pergi berdua dengan kakak saya, dan  akomodasi pesawat diatur keponakan tertua, Sari.  Resepsi tercantum pk 11.00 hingga pk 13.00, dengan demikian keberangkatan ke Yogya  dengan pesawat pagi, agar bisa sarapan sebelum kondangan.  Batik Air mengantar kami ke Yogya. Ini untuk pertama kali saya pergi dengan Batik Air, penerbangan yang satu grup dengan Lion Air ini terkabar (dirancang) sekelas GARUDA, jadi diharapkan sebagai penerbangan tanpa delay selain menyajikan hidangan.  Keberangkatan cukup tepat waktu sesuai jadual, pk 5.40 WIB

 

Tiba di Yogya ,  pesawat sesungguhnya sesuai  waktu tercantum pada ticket pk 6.50, tapi antrian juga berlaku untuk pesawat udara. Menurut kakak saya yang berkecimpung di dunia terbang menerbang, pesawat yang kami tumpangi agak terlambat mendarat karena tak kurang 6 kali mengitari Yogyakarta, sebelum  dapat giliran mendarat. Sehingga saya menginjakkan kaki di pelataran bangunan bandara Adisucipto  pada pukul 7. 42. Dari bandara kami menuju rumah kerabat di jalan Mawar, daerah Baciro. Tempat keponakan dan bunda drg  Pipit serta budenya , drg Prihandidi Iman mukim, yang sering bahkan selalu jadi tempat saya menginap bila ke Yogya tanpa suami.

Sesuai rencana, sebelum ke resepsi kami mencari sarapan, dan saya menghindari gudeg, oleh karena itu saya memilih soto daging sapi.  Uut keponakan tercinta menawarkan soto pak Sholeh, karena jaraknya lebih dekat dengan jalan Mawar, namun saya memilih soto pak Marto karena saya sudah membuka web nya, saya tertarik karena tertulis dan tergambar ada orkes keroncong mini di gerai pak Marto.  Gerai soto pak Marto terletak di Tamansari, sekitar setengah jam dari jalan Mawar, suatu jarak yang cukup jauh untuk Uut yang asli Yogya, tetapi sangat dekat untuk saya, yang terbiasa mencapai tempai gawe menempuk perjalanan satu jam.   



Tiba di Tamansari menjelang pk 9.30, saya dapati kedai pak Marto penuh. Orkes keroncing mini menyambut dengan lagu-lagu lawas, tergolong tembang kenangan menurut istilah TVRI.  Bangunan luas tanpa sekat diisi meja-meja panjang dengan bangku panjang, saya tak sempat menghitung jumlah mejanya. Pengunjung tampak mengalir silih berganti, seperti yang sudah saya baca pada web, hari Sabtu (dan Minggu) merupakan hari yang ramai
Menu makanan utama hanya satu, soto. Pendamping yang bisa di pesan iso , babat, lidah, jantung, dan ginjal.  Minuman teh, kopi dan susu. Saat kami datang, hanya tinggal soto, lauk pendamping iso, babat dan kawan-kawan sudah habis. Soto cepat tersaji ,  soto sudah bercampur dengan nasi, tampak kuah yang bening dengan taburan taoge dan  keratan daging yang bersih tanpa lemak. Soto terasa segar, tidak menyisakan lemak di mulut. Di meja tersedia gigitan, tahu, tempe, perkedel  dan sate telur puyuh disamping nampan kue basah.  Ruangan yang hiruk, dengan pengunjung silih berganti hanya dilayani sedikit orang. Pramusaji yang menerima pesanan 3 orang,  penyiap hidangan 4 orang dan seorang kasir. Sekat hanya ada memisahkan ruang makan dengan ruang tempat hidangan di persiapkan.

Soto lengkap dengan nasi Rp 9.000,- Kalau mau tambah nasi Rp 2.000,- seporsinya. Iso , babat, lidah, jantung, dan ginjal  Rp 9.000,- sepotongnya.  Kami makan ber empat, memesan empat soto, tiga teh, satu kopi, dengan tambahan 2 krupuk, satu tahu, satu tempe dan dua sate  telur puyuh. Saat membayar saya ke kasir, kasir menghitung sambil mencatat pada buku tulis, satu pelanggan satu baris, dilakukan dengan sistim mencongak. Saat saya menyebut empat soto, pak kasir menulis 36, yang berarti Rp 36.000,-Saat saya menyebut satu kopi, angka 36 dicoret, lalu menulis angka 38 di sampingnya, demikian selanjutnya.  Saat saya sebut satu tahu, satu tempe dan dua sate telur puyuh angka berubah menjadi 49, dan dua krupuk menggenapkan jajanan kami menjadi 50 (Rp 50.000-). Jadi makan kenyang berempat, cukup dengan Rp 50.000,- , dr Utami Purnamawati segera membayar. Terima kasih Uut.
Kami meninggalkan warung soto pak Marto yang terletak di jalan Let. Jen S Parman 44 sekitar pk 10.
Saya akan mencoba soto sapi pak Soleh pada kunjungan mendatang , konon soto pak Soleh berlemak.

Monggo……













Friday, January 17, 2014

Tong-tong sampah…….



Foto deretan tong sampah ini berlokasi di kampus biru universitas gajah mada Yogyakarta. Saya ambil foto ini Minggu pagi sekitar pk 8, tanggal 12 januari 2014. Tersadari (sesungguhnya) bahwasanya banjir antara lain karena sampah yang tidak terserap bumi. Oleh karena itu pengelompokan sampah sangat perlu. Terdapat empat tong sampah dengan warna berbeda lengkap dengan keterangannya.
Kuning  : sampah lain-lain logam, kaca, lampu, baterai dll
Biru sampah organic: sisa makanan, sayuran, buah, daun, pangkasan rumput, dll
Orange sampah kertas: amplop, surat tunda,  bungkus rokok, tissue dll
Hijau sampah plastik tas, pipa, ember, ballpoint ,botol/cup, sterefoam
Semoga bila kita ramah terhadap alam,alam juga menjadi ramah kepada kita.

Monday, January 13, 2014

Cucu kami punya empat “saudara kembar”- Sedulur papat (limo Pancer)





Pada malam ke 5 setelah kelahirannya pada 29 Desember 2013, lepas magrib,saya pangku  cucu kami , Ananta Razak Harahap, saya dapati dalam tidur  lelapnya, cucu kami tersenyum dan berekspresi nyaris tergelak tanpa suara. Bagaimana menerangkan peristiwa bayi tersenyum damai dalam lelapnya? Dalam kepercayaan Jawa, bayi tersenyum karena sedang di “liling” atau diajak bermain saudara kembarnya.
Dipercaya bayi lahir  disertai empat (malaikat) pelindung, sedulur papat (limo pancer). Pancer adalah tonggak,  yaitu dirinya sendiri, dikelilingi  empat mahluk tidak kasat mata yang menjadi pelindung, menemani sedari dilahirkan, hingga kembali ke alam kelanggengan. 

Sebelum agama Islam masuk di tanah Jawa, orang Jawa tidak mengenal konsep malaikat, orang Jawa menyebut sebagai sedulur papat. Konsep sedulur papat ini ditamsilkan orang Jawa berdasarkan pengamatan (niteni).

Air ketuban merupakan saudara tua, melindungi mulai saat janin dalam rahim ibu, selanjutnya ari-ari (tembuni, plasenta), selanjutnya darah yang membantu janin tumbuh dan berkembang, serta pusar yang mendistrubusikan makanan yang dikonsumsi ibu kepada bayi.

Air ketuban disebut sebagai sang pelindung fisik, karena sejak daam rahim merupakan pelindung fisik dari bahaya, ari-ari disebut sebagai sang pengantar karena mengantarkan bayi sesudah bayi lahir, darah dikenal sebagai pembantu setia manusia menemukan jati dirinya sebagai hamba Tuhan, dan puser , menurut pemahaman Kejawen merupakan Nabi, mendistribusikan wahyu “ibu” manusia yaitu Gusti Alah SWT kepada diri kita. Dalam upaya mencari jati diri (limo pancer) kita ditemani oleh sedulur papat.


Saat agama Islam masuk tanah Jawa, sunan Kalijaga  mengajarkan konsep malaikat, sedulur papat merupakan empat malaikat yang menjaga kita ada empat arah, depan belakang, kanan dan kiri. Jibri yang meneruskan informasi Tuhan untuk kita, Izrafil, pembaca buku rencana Tuhan untuk kita, Mikail, pembagi rejeki utuk kita, dan Izrail, penunggu berakhirnya nyawa kita.

Sunan Kalijaga menciptakan kidung bagus agar kita mengingat sedulur papat:
Ana kidung akadang premati
Among tuwuh ing kuwasanira
Nganakaken saciptane
Kakang kawah puniku
Kang rumeksa ing awak mami
Anekakaken sedya
Pan kuwasanipun adhi ari-ari ika
Kang mayungi ing laku kuwasaneki
Anekaken pangarah

Ponang getih ing rahina wengi
Angrowangi Allah kang kuwasa
Andadekaken karsane
Puser kuwasanipun
Nguyu uyu sambawa mami
Nuruti ing panedha
Kuwasanireku
Jangkep kadang ingsun papat
Kalimane pancer wus dadi sawiji
Nunggal sawujudingwang

(Ada nyanyian tentang saudara kita yang merawat dengan hati-hati. Memelihara berdasarkan kekuasaannya. Apa yang dicipta terwujud. Ketuban itu menjaga badan saya. Menyampaikan kehendak dengan kuasanya. Adik ari-ari tersebut memayungi perilaku berdasar arahannya.
Darah siang malam membantu Allah Yang Kuasa. Mewujudkan kehendak-Nya. Pusar kekuasaannya memberi perhatian dengan kesungguhan untuk saya. Memenuhi permintaan saya. Maka, lengkaplah empat saudara itu. Kelimanya seagai pusat sudah jadi satu. Manunggal dalam perwujudan saya saat ini).
Sumber:
http://yayasanalmahdykarawang.wordpress.com/sadulur-papat-lima-pancer/

Mas Zaki hari ke 7









Friday, January 10, 2014

Soto Betawi H Ma’ruf Taman Ismail Marzuki Cikini Raya 73 Menteng Jakarta Pusat



Di awal minggu ke tiga bulan Desember, tepatnya tanggal 17 dapat undangan nonton Wayang Orang (WO) Bharata yang manggung di Taman  Ismail Marzuki (TIM), Pada undangan tertera pertunjukan dimulai pk 20.00, seorang teman merekomendasikan soto betawi H Ma’ruf sebagai santap sebelum pertunjukan. Kami nyaris semuanya  pekerja, dengan jam kerja hingga pk 15.30, tidak memungkinkan untuk pulang makan dulu.
Tinggal di jalan Ki S Mangunsarkoro (dahulu jalan Jogya) , yang tak jauh dari TIM,rupanya bukan jaminan saya mengenal soto betawi H Ma’ruf, bahkan menyantap soto betawi baru pertama kali saat sebelum nonton. Konon soto betawi H ma’ruf lumayan melegenda. Pada penelusuran google, soto betawi H Ma;ruf sudah ada sejak tahun 1953,  bahkan ada yang menuliskan sejak tahun 40-an,  dimulai dengan dijajakan dengan pikulan dan  awal  tahun 60 an, mangkal  di cikini raya.
Mengenal beberapa macam soto, saya mendapati soto betawi sebagai soto yang gurih karena menggunakan santan sebagai bumbunya, dan konon soto betawi H Ma’ruf  hingga kini tetap memakai bumbu racikan, bukan bumbu olahan. Saya menggemari makanan berkuah antara lain soto, dan kini soto betawi menjadi “incaran” saya.
Saya hanya sempat membuat soto dan tulisan H Ma’ruf, belum sempat membuat foto lain, dan bon nya pun hilang sehingga saya merasa belum siap untuk membuat “laporan”. Akhirnya saya sempat kembali datang untuk makan siang 8 Januari 2014,hujan yang cukup deras tak menghalangi. 
Berpapan nama  rumah makan betawi soto H Ma’ruf, bangunan bentuk joglo dalam kompleks taman Ismail Marzuki ini segera tampak pada sisi kiri setelah melewati loket masuk. (He, apa sih namanya loket tempat membayar parkir). Mejanya panjang-panjang,,satu meja panjang terdapat 5 kursi. Ditengah ada gabungan 2 meja panjang, jadi dengan 10 kursi (ada empat), sedangkan meja panjang yang tidak digabung ada 5. Keseluruhan sekitar 65 kursi. Datang saat makan siang, resto  yang bertempat di TIM sejak tahun 1982,  nyaris terisi penuh.Tampak pengunjungnya selain seniman (iyalah, di dalam TIMi gitu), tampak juga pekerja kantoran, bahkan saya dapati dua keluarga yang mengajak balita.

Saya dan para teman makan siang saya memesan soto daging dan sate daging (sapi). Saya sengaja memesan menu yang sama dengan pesanan tanggal 17 Desember 2013 untuk melihat harga nya. Sambil menunggu pesanan saya mendengarkan pesanan tamu lain, ternyata ada pilihan menu   iso, babat dan lidah. Nama pada bon lebih mncerminkan menu yang tersedia, pada bon tertera RM Soto Betawi H Ma’ruf, Menu yang tertera pada bon soto betawi spsial, soto betawi biasa, sate sapi/ kambing, sate ayam.
Pesanan kami ,soto daging tergolong soto betawi biasa (terbaca pada bon), dan harga per porsinya Rp 36.000,-, nasi Rp 6.000,-, sedangkan sate Rp 38.000,- (10 tusuk). Harganya sudah naik dibandingkan harga saat 17 Desember 2013, untuk soto dan nasi masing-masing naik Rp- 1000,- per porsi, sedangkan sate naik Rp 3.000,- per porsinya, Menyesuaikan dengan harga gas yang naik?

Saya masih ingin kembali, pengen pesen yang soto lidah……