Monday, February 9, 2015

Naik kereta api……tut…tut…tut……

Dimulai dengan sms dari drChabib mengabarkan seorang teman , dr M. Basyir yang saat ini menjabat walikotaPekalongan akan punya gawe ngunduh mantu 8 Februari 2015, terpikirkan kunjunganke Pekalongan. Rencana ke Pekalongan tahun 2015 memang sudah ada, karenareunian dijadualkan dengan pak Walikota Pekalongan menjadi tuan rumah.
Tangal 8 Februari 2015 jatuhhari Mnggu, acara ngunduh waktu pk 19.00, hari Sabtu sebelumnya, tanggal 7Februari 2015, ada undangan sahabat seorang dokter di Bandung yang menggelarresepsi putri bungsunya.

Beruntung punya temanseperjalanan, dr Chabib yang memandu pencarian ticket pergi pulang. Sabtu keBandung pergi pulang, pada hari yang sama, ke Pekalongan dirancang dengankereta apai yang bisa sekitar tengah hari hari Minggu tiba di Pekalongan, dankembali ke Jakarta (tadinya) diupayakan sekitar pk 7 sampai Jakarta kembali. DrChabib terpaksa beristirahat di rumah sakit, dr Chabib memandu pencarian ticketkereta api  dengan sms. Pergi dan pulang dengankereta api Argo  Bromo Anggrek, infotambahan  , harga karcis Rp 285.000 danbisa dibeli di Indomaret.

Perburuan ticket dimulai.Senin sore asisten wara-wiri ke Alpha mart dalam kompleks rumah berbekal sms drChabib yang saya forward, ada, karcis tinggal 7. Merasa tenang saya tidaksegera membeli. Keesokan harinya lagi mencoba di Alfa Mart yang lain, di RSsaya gawe paruh waktu. Keberangkatannya sesuai, pulangnya yang tidak,kepulangan adanya Argo Sindoro yang akan tiba di Jakarta sekitar pk 11. Wah,mikir dulu. Keesokan harinya, agak siang, saya tanya asisten :tahu caranya belikarcis kereta apai? Ho, Icha tercinta mampu membeli online tidak perlukemana-mana.

Membuka jadual keberangkatan,lho, pada jadual yang sama kok harganya berbeda. Panduan dari dr Chabibharganya Rp 285.000,-. Tertera harga ada yang Rp 310.000. Tidak mengerti maksudperbedaan harga, Icha saya minta mengoke kan harga  sesuai panduan. Beres. Kepulangan dicari, memangsesuai yang dibuka di Alfa mart sebelumnya, yang memungkinkan Argo Sindoro,dari Pekalongan pk 7.13 dan tiba Jakarta pk 11.41, harga sama.

Pada hari Minggu tanggal 8Februari 2015 kereta api Argo Bromo Angrek berangkat tepat waktu dari setasiunGambir. Saya mendapatkan gerbong paling belakang. Konon harga menunjukkan gerbong,kalau yang lebih mahal yang tengah. Apa iya? Letak gerbong tak masalah, tetapigerbong yang terkesan barang sudah tak layak pakai dipaksakan (masih) digunakanyang mengganggu. Ada upaya membersihkan, namun kesannya kumuh. “Pramugari” nyajuga seperti anak habis main di sawah di sanggulin. Haduh, jadi membandingkandengan masa tahbu 70 an hingga awal 80 an saat saya sering mondar-mandirberkereta api. Pramugari dan pramugaranya keren.   Terlintas dalam pikiran saya, apa prestasipak Yonan hingga jadi mentri? Mencermati sepanjang perjalanan, saya lihatsetasiun kereta api semuanya rapi dan bersih. Kereta api hanya berhenti sekalidi setasiun Cirebon sebelum tiba di Pekalongan, tak ada pedagang asongan yang(dulu) riuh menawarkan aneka rupa saat kereta berhenti, bahkan masuk dalamgerbong.

Harap-harap cemas sayamenanti kereta api kepulangan ke Jakarta. Kali ini Argo Sindoro yang berbasisdari Semarang. Saya baca pada karcis, gerbong 1, artinya dibelakang lokomotif.Saya sudah berburuk sangka mendapati keadaan kereta api sepert sebelumnya. Ho,saya dapati gerbong kereta apai yang cukup rapi, dengan bungkus sandaran kepalayang rapi, tidak seperti sebelumnya, kedodoran, di jahit asal jadi. Cukupdingin, bahnkan teman saya dingin. Pramugarinya cantik dan ramah. Makanan disajikanpada piring, pada Argo Bromo Anggrek dengan plastik seperti kalau kita takeaway dari suatu resto makanan Jepang. Teman yang dari Bandung dengan kereta apiharina menceriterakan kereta apinya bagus dan dingin


ArgoBromo Anggrek rutenya Jakarta- Surabaya, Argo Sindoro rutenya lebih pendek,Semarang – jakarta. Apakah ini penyebabnya?

Kalaureunian ke Pekalongan nanti mencoba kereta api lain atau yang sam dengan hargabeda ah…….




Batagor Kingsley

-->
Batagor Kingsley jalan Veteran bandung pernah menjadi tempat transit saya  saat saya menempuh pendidikan S3 dan salah seorang pembimbing saya mukim di Bandung. Sering tiba pagi hari, saya memerlukan sarapan pagi dan sedikit merapikan diri. Selepas saya selesai S3 saya baru Sabtu 7 Februari 2015 singgah, lagi walau sempat menikmati karena mendapat oleh-oleh dari ibu Elsye Tombokan Januari 2015 dan sebelumnya lagi saat sepupu mantu, suami diantar asisten wara-wiri singgah di tahun 2014.

Saya pernah mendapat berita gerainya pindah sementara di arah depan, seberang jajan karena di renovasi. Saat saya datang gerainya sudah selesai, beroperasi awal tahun 2015. Datang selepas pk 15, dengan hujan deras saya tak bisa leluasa mengamati dan membuat foto gerai baru. Yang tampak bengunan dua lantai, lantai pertama tempat segala hidangan tersedia. Terkabar semua hidangan yang dulunya di luar pagar masuk ke dalam, saya hanya sempat mengamati penjual kue pancong tepat di teras sempat saya kan meninggalkan gerai.

Penyiapan batagor dan siomay tetap pada sisi kanan dari arah kita masuk, tetap sibuk dengan wajan besar. Surprice saja pelayanannya jadi lebih cepat. Untuk pesan batagor dan siomay di bawa pulang, pesan dan bayar di tempat digoreng. Saya pesan 3 paket isi 10 (5 batagor dan 5 siomay), segera tersaji. Saya lihat sudah ada persiapan sehingga tidak perlu menunggu lama. Harga perpotongnya sekarang Rp 12.000, jadi 1 paket Rp 120.000. Seorang teman memberitahu, harga nya Rp 10.000 per potong saat tahun 2014. Seingat saya saat saya sering singgah dan membeli ditahun 2010, harganya Rp 6.000,- per potong.

Saya dipersilahkan ke lt 2 untuk memesan yang makan di tempat. Di lantai 2 terdapat banyak meja, kalau membaca nomer meja hingga 30, masing-masing meja terdapat 6 kuri, kapasitanya mencapai 180 kursi. Bungsu segera memesan 2 porsi batagor, saya satu porsi siomay. Asisten wara-wiri ikutan bungsu, 1 porsi batagor.

Toilet rapi dan bersih saya dapati di lt 2. He, namun saya kehilangan pemandangan penyiapan hidangan saat masih berbentuk tahu yang saya lewati saat saya ko toilet pada bangunan sebelum di renovsi.

Foto kemasannya dulu ya, saya akan berupaya kembali dan membuat foto lebih lengkap.


 

Kopi Aroma Bandung

-->
Sabtu 7 Februari 2015, saya bersemangat ke Bandung untuk menghadiri undangan sahabat pada resepsi pernikahan putri bungsunya. Terbaca  undangan berlangsung mulai pk 11, segera perjalanan diatur bersama asisten wara-wiri yunior dan acara sampingan dengan bungsu. Asisten wara-wiri menganjurkan berangkat pk 7 sedangkan bungsu menganjurkan pk 6, terlaksana berangkat pk 7. Rute ditempuh dengan masuk tol Semanggi, ada sedikit “repot”, asisten wara-wiri terpaksa menyetir mundur sedikit dari pintu tol 1 Semanggi karena pintu tol 1 Semanggi (entah mulai kapan) tidak menerima pembayaran tunai. Perjalanan agak tersendat, mulai km 18 mobil padat, bungsu membuka map, tampak garis merah hingga km 27. Setelah gerbang tol Cikarang baru mobil bisa melaju terutama pada km 60 an. Menghindari kawasan 4 in one Pasteur, asisten wara-wiri memilih exit di Buah Batu.  Perjalanan dalam kota Bandung pastinya tak cepat, tiba di tempat resepsi, kawasan Dipati Ukur, lewat sedikit dari pk 11. Sayup terdengar acara foto-foto keluarga di pelaminan dan pemberian selendang merah. Masuk gedung resepsi bersama bungsu, tak lama kemudian acara salaman dimulai. Belum pk 12 bungsu sudah usai menikmati hidangan resepsi pernikahan Imay dan Adam. Bungsu senang dengan steak iga dan es doger,  keluar resepsi sudah padat perutnya, mobil diarahkan ke Kedai kopi Aroma.

Saya penggemar kopi entah sejak tahun berapa, dan salah satu kopi yang saya cari ya kopi Aroma Bandung, tidak hanya karena rasa, terlebih mengenai sejarahnya dan keberadaannya yang melegenda.  Saya penasaran ingin mengunjungi tempat aslinya di Bandung. Sejak lama saya tahu lokasinya di jalan Banceuy, namun tak pernah mencari dengan serius. Bungsu mensearch dan mendapati alamat tepetnya Banceuy 51 dekat jalan Asia Afrika, buka hati Senin hingga sabtu, hingga pk 15.00.
Masuk ke jalan Banceuy dari arah Asia Afrika, gerai Aroma belum ketemu hingga masuk jalan Otista. Menyusuri Otista agak jauh, bungsu menggunakan mode ask a friend, dianjurkan masuk kiri jalan ABC. Mentok abis jalan ABC, belok kiri ketemu jalan Banceuy dengan nomer kecil pada sebelah kiri. Segera ditemukani gerai kopi Aroma yang merupakan bangunan kuno.
Saya salah  mengerti, saya kira ada kedai kopi tempat bisa menghirup kopi di kedai Aroma, sehingga saya nyaris masuk gerai lewat pintu kecl ditengah, arah saya kira kafe nya, namun segera diberitahu: “Lewat depan bu”. Sampai depan gerai, pada jalanan agak mengkol kekiri saya menjumpai antrian. Saya mengantri bersama bungsu sambil membuat foto seraya mengamati ”aturan pembelian”. Tidak ada aturan pembelian minimal, kalau maksimal saya ngga tahu, saya sempat melihat bungkusan dengan ukuran lebar panjang dantinggi lebih dari 2 jengkal.  Di depan saya ada yang membeli beberapa bungkus hingga beberapa kilo, ada yang membawa catatan, racikan campuran dua jenis kopi (Robusta dan Arabica). Sampai giliran saya, saya belum tahu harganya, tapi mengamati seorang ibu depan saya yang membawa pulang 3 bungkus, membayar tak sampai Rp 100.000, saya menyediakan Rp 200.000. Saya meminta 2 bungkus Robusta dan 2 bungkus Arabika, ternyata sebungkusnya berisi 25 gram kopi. Harga ke empatnya Rp 70.000,-
Tempat antri kalau dipandang dari perspektif rumah tangga seperti pada ruang tamu, sedangkan tempat pesanan disiapkan ruang keluarga. Beberapa “tabung” gilingan kopi menjadi penghias dan kopi ditimbang pada timbangan putih yang menurut saya juga merupakan benda antik. Pada bungkus kopi tertera tanggal produksi, saat saya datang tanggal 7 Februari, tertera dengan cap 7 Februari 2015. Tercium harum aroma kopi dan   teraba hangat saat bungkusan kopi saya terima.

Pada penelusuran Google, terbaca gerai ini telah ada sejak tahun 1930. Konon diolah secara tradisional, dibakar dengan kayu bakar setelah disimpan selama lima hingga delapan tahun. Bangunan kuno ini seperti 2 rumah yang disambung, mungkin sisi yang lebih dalam merupakan gudang mengingat penyimpanannya yang lama, saya belum sempat bertanya.

Pastinya saya akan kembalai ke gerai koffie Aroma.
Siapa mau ikut?

 


 

Thursday, February 5, 2015

-->
Taman Bermain yang hilang

Sulung saya saat ini berusia sekitar 30 tahun. Tahapan balita nya diisi dengan bermain antara lain di Taman Ria Monas yang berlokasi pada sudut dekat patung kuda. Bungsu lahir 5 tahun kemudian, aktivitas balitanya banyak bermain di Taman Ria Senayan yang berlokasi di sebelah gedung DPR-RI.  Ke dua taman tersebut kini tak ada lagi. Saya tak ingat kapan tepatnya Taman Ria Monas ditiadakan, kalau Taman Ria Senayan mulai redup pada awal era reformasi sehingga kini tinggal puing.

Beberapa hari lalu saya terkejut, ayunan yang juga pernah menjadi tempat sulung dan bungsu bermain di suatu rumah sakit saya kerja juga lenyap. Akankah dipasang kembali?

Mall banyak bermunculan. Apakah para balita “dipaksa” ke mall (termasuk cucu saya) ?