Wednesday, February 22, 2017

Petir dan (anak turun) Ki Ageng Sela


     Pak Mimbar Bambang Saputro menulis di wallnya: Lampu jalan ini "Mandiri" - artinya pasang sendiri, kelola sendiri. Ada 3 lampu. Mati sontak ketika petir menyambar.
     Saat kecil saya sering mendengar orang tersambar atau disambar petir ya tepatnya, saat di ladang ketika hujan, yang kemudian berteduh di bawah pohon. Saking seringnya saya sering juga mendengan kisah ki Ageng Sela yang bisa menangkap petir.
    Konon saat halilintar atau bledheg menyambar persawahan, dan membuat warga desa yang di sawah pontang panting menyelamatkan diri, Ki Ageng Sela tetap mencangkul sawah. Tiba-tiba dari langit muncul petir menyambar Ki Ageng. Petir itu konon berwujud seorang kakek-kakek. (Lha saya ingatnya kok ular ya). Ia segera menangkap petir itu. Oleh Ki Ageng Selo petir itu kemudian diikat di pohon Gandrik.
     “Wahai, Kilat. Berhentilah mengganggu penduduk sekitar,” kata Ki Ageng Sela kepada petir yang berada di tangannya.
“Baiklah. Aku tidak akan mengganggu penduduk lagi, juga beserta anak-cucumu,” jawab petir.

Lega hati penduduk desa, mereka tidak takut lagi disambar petir jika ke sawah. 
Sebagian masyarakat Jawa sampai saat ini apabila dikejutkan bunyi petir akan segera mengatakan bahwa dirinya adalah cucu Ki Ageng Selo, dengan harapan petir tidak akan menyambarnya. Bila terjadi petir berteriak sambil berkata, "Gandrik! Aku Putune Ki Ageng Selo". Seingat saya kalau diruang terbuka kok sambil pegang rumput (teki) ya.

Pak Mimbar jangan lupa berteriak : "Gandrik! Aku Putune Ki Ageng Selo".
Foto pinjam dari mbah Google

Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro


     (Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).
  Bagian untuk menjadikan “urip iku urup“, hidup didunia harus senantiasa mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memberantas angkara murka, serakah dan tamak. Sifat angkara murka, serakah dan tamak siapa yang harus kita berantas?
    Tentunya mulai dari yang paling dekat, yaitu sifat yang ada dalam diri kita. Sudah menjadi kodrat manusia untuk menjalani kelangsungan hidup dengan bertahan hidup. Apabila kita terbebas dari rasa tamak, maka kebahagiaan hidup itu akan menjadi bonus. Muncul dengan sendirinya, mengalir dalam setiap kehidupan kita. Rasa tamak inilah yang dapat menimbulkan dengki, dengki yang disempurnakan dengan sifat angkara murka adalah malapetaka. Bagi diri sendiri dan bagi orang lain, “uripmu ra bakal iso ngurupi“.
     Sifat iri itu wajar, ini adalah booster yang dianugerahkan Tuhan agar kita bisa terus bertahan hidup dan meningkatkan kualitas hidup. Iri akan melahirkan motivasi untuk menjadi lebih baik. Yang berbahaya adalah ketika iri dipadukan dengan sifat dengki, malapetaka.
    Lalu apabila angkara murka itu muncul dari orang lain, apakah kita diam saja? Bukannya harus dibrantas juga? Ya, tapi tidak dengan angkara murka, melainkan dengan kesabaran dan kehalusan hati. Seperti halnya air yang mengikis batu setetes demi setetes kalau perlu. Menantang sekali tentunya memang untuk menjadi seperti itu, karena kita harus terlebih dahulu ambrasto dur hangkoro yang ada dalam diri kita. Dalam rasa tenang itu akan muncul pemikiran yang jernih dan solutif, dan ketenangan itu hanya akan bisa kalau kita jauh dari sifat angkara murka, serakah dan tamak.
Ini sepertinya merangkum beberapa filosofi. Pelan-pelan ya. Saya juga baru “menelan”, belum benar-benar menghayati.

Jaka Tarub- Dewi Nawang Wulan dan Kesultanan Mataram (Islam)


     Setelah si Jabang bayi lahir, Dewi Retno Roso Wulan melanjutkan mencari ayah si bayi , Syeh Maulana Magribi yang masih bertapa. Bayi di letakkan di Sendang dekat Syeh Maulana Maghribi bertapa diatas pohon Giyanti. Syeh Maulana Maghribi turun dari pertapaannya untuk menimang bayi yang putranya, hasil pernikahannya dengan Dewi Retno Roso Wulan, entah ada rahasia apa yang kemudian bayi itu dibuatkan tempat yang sangat indah dan terbuat dari emas yang disebut BOKOR KENCONO.
     Sementara itu Dewi Kasihan ditinggal wafat suami tercintanya yang bernama Aryo Pananggungan dan belum dikaruniai keturunan, karena sayangnya Dewi Kasihan terhadap suaminya walau sudah wafat setiap malam ia selalu menengok makam suaminya. Pada saat itu Syeh Maulan Maghribi membawa putranya yang telah dimasukkan ke Bokor Kencono metakkan di dekat makam Aryo Pananggungan .
     Di malam itu juga kebetulan Dewi Kasihan keluar dari rumah menengok arah makam suaminya, ternyata didekat makam suaminya ada Bokor Kencono yang sangat indah tersebut dan ternyata didalamnya ada bayi yang sangat mungil dan sangat lucu. Serta ada tulisan bahwa bayi itu bernama Nur Rohmat dan siapapun yang merawat hendaknya memberikan Nama Julukan agar anak tersebut berkembang dengan baik.
     Disaat itu pula Dewi Kasian sangat terperanjat hatinya ketika melihat si jabang bayi, lalu diambilnya jabang bayi itu lalu dibawa pulang. Jabang bayi tersebut oleh Dewi Kasihan diberi nama JOKO TARUB. Nama JOKO TARUB diambil dari kata TARUBAN yang diatas makam suaminya, karena saat jabang bayi diambil Dewi Kasihan berada diatas makam ARYA PENANGGUNGAN atau suaminya, dimana makam tersebut dibuat bangunan TARUBAN.
     Pada usia kanak-kanak JOKO TARUB mempunyai kegemaran menangkap kupu-kupu di ladang, setelah dewasa JOKO TARUB mulai berani masuk hutan untuk mencari burung-burung dihutan pada suatu saat Joko Tarub sedang mencari burung dihutan Joko Tarub bertemu dengan Syaikh Maghribi Sang Ayahandanya yang memberikan bimbingan ilmu Agama dan diberi aji-aji dan Pusaka yang diberi nama “ TULUP TUNJUNG LANANG “.
     Kebiasaan berburu burung tetap saja dilakukan oleh Joko Tarub sehingga pada suatu ketika saat Joko Tarub sampai di atas pegunungan, dia mendengar suara burung perkutut yang sangat indah sekali suaranya. Kemudian pelan-pelan Joko Tarub mendekati arah suara burung perkutut itu berada, setelah menemukannya langsung Joko Tarub melepaskan anak tulup itu kearah burung tersebut, namun usahanya gagal. Dan kegagalannya itu membuat si Joko Tarub berfiki dan beranggapan bahwa burung Perkutut itu pasti bukan sembarang burung atau bukan burung Perkutut biasa.
     Karena kemauannya yang keras Joko Tarub terus berusaha mengejar dan melacak burung perkutut kearah selatan dimana burung perkutut tadi terbang, ketika saat pencariannya Joko Tarub tiba disuatu tempat yakni SENDANG TELOGO dan di tepi sendang itu Joko Tarub Menancapkan Tulup Pusakanya, karena saat itu tiba waktunya Sholat Dzuhur, sambil istirahat Joko Tarub menuju kearah sendang untuk mengambil air wudlu untuk Sholat Dzuhur. Disaat Joko Tarub berwudlu tiba-tiba datanglah bidadari untuk mandi, ada salah satu pakain dari bidadari yng diletakkan diatas Tulup Pusaka Joko Tarub yang sedang ditancapkan ditepi sendang. Setelah habis wudlu dan sholat dzuhur Joko Tarub langsung pulang tanpa membawa buah hasil buruannya kemudian sesampainya dirumah Joko tarub laporan kepada ibunya sambil berkata “ Ibunda saya berburu hari ini tidak mendapatkan satu burung pun, akan tetapi saya hanya mendapatkan pakain perempuan yang ditaruh diatas tulup saya dan dia sedang mandi di SENDANG TELAGA……”
     Tanpa banyak bertanya sang Ibu langsung menyimpan pakaian tersebut di lumbung. Joko Tarub bergegas kembali lagi ke sendang dengan membawa pakaina ibunya, setelah sampai di dekat sendang ternyata para bidadari sudah terbang, dan masih ada yang tertinggal satu bidadari yang masih berada di tepi sendang Telogo dengan menangis sedih sambil berkata “ Sopo sing biso nulung aku, yen wadon dadi sedulur sinoro wedi, yen kakung tak dadekke bojoku “ artinya “ Barang siapa yang bis menolong aku jika dia perempuan aku jadikan saudaraku dan jika dia laki-laki maka akan saya jadikan suami” disaat itu Joko Tarub mendekat di bawah pohon sambil melontarkan pakaian ibunya tadi, setelah berpakaian bidadari itu langsung diajak pulang ke rumah ibunya dan disampaikan kepada ibunya bahwa putrid ini dari putri Sendang Telogo. Sesuai dengan Ikrar atau janji sang bidadari yang menyatakan Joko Tarub menikah dengan bidadari yang bernama DEWI NAWANG WULAN.
     Setelah Joko Tarub menikah dengan Dewi Nawang Wulan mendapat gelar KI AGENG atau SUNAN TARUB, beliau menyebarkan Agama islam untuk meneruskan perjuangan ayahandanya yakni Syekh Maulana Maghribi. Dalam pernikahannya beliau dikaruniai seorang keturunan yang diberi nama DEWI NAWANGSIH.
     Pada waktu bayinya, dikala Nawang Sih masih di ayunan, ibunya ketika akan mencuci pakaian di sungai dan berpesan pada Joko Tarub agar mengayun putrinya dan jangan membuka kekep (penutup masakan). Namun setelah Nawang Wulan pergi ke sungai, Joko Tarub penasaran akan pesan istrinya, maka dibukalah kekep tersebut, setelah melihat didalam kukusan, ternyata yang dimasak istrinya hanya satu untai padi. Joko Tarub mengucapkan (Masya Allah, Alhamdulilah istriku yen masak pari sak uli ngeneki tho, lha iyo parine ora kalong - kalong. Tak lama kemudian istrinya datang lalu membuka masakan tersebut, ternyata masih utuh padi untaian. Kemudian istrinya menegur suaminya bahwa pasti kekep tadi dibuka. Nawang Wulan menyadari sehingga harus dibuatkan peralatan dapur (lesung, alu, tampah) Setelah kejadian itu Nyi Nawang Wulan kalau mau masak harus menumbuk padi dulu, sehingga lambat laun padi yang ada di lumbung makin habis. Setelah sampai padi yang bawah sendiri yaitu padi ketan hitam, Nawang Wulan pakaiannya.. Kemudian Nyi Nawang Wulang ingin pulang kembali ke surga dan berpesan kepada suaminya : "Bila putrinya menangis minta mimik agar diletakkan didepan rumah diatas anjang - anjang."
     Ada dua kisah yang kemudian saya peroleh. Yang satu Dewi Nawang Wulan sukses pulang ke kayangan dan setiap kali turun ke bumi menyusui Nawang Sih dan kisah ditolak bidadari lain karena telah bau manusia. Setelah di tolak, Dewi Nawang Wulan menerjunkan diri ke Lut Selatan, bertempur dengang Nyai Loro Kidul, dan menang. Konon kini penguasa laut kidul ada 3, Nyi Nawang Wulan, Nyi Roro Kidul, Nyi Blorong.
     Jaka Tarub kemudian menjadi pemuka desa bergelar Ki Ageng Tarub, dan bersahabat dengan Brawijaya raja Majapahit. Pada suatu hari Brawijaya mengirimkan keris pusaka Kyai Mahesa Nular supaya dirawat oleh Ki Ageng Tarub. Utusan Brawijaya yang menyampaikan keris tersebut bernama Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan, anak angkatnya. Ki Ageng Tarub mengetahui kalau Bondan Kejawan sebenarnya putra kandung Brawijaya. Maka, pemuda itu pun diminta agar tinggal bersama di desa Tarub.
     Sejak saat itu Bondan Kejawan yang tadinya adalah anak angkat utusan Brawijaya sekarang menjadi anak angkat Ki Ageng Tarub, dan diganti namanya menjadi Lembu Peteng. Ketika Nawangsih tumbuh dewasa, keduanya pun dinikahkan. Setelah Jaka Tarub meninggal dunia, Lembu Peteng menggantikannya sebagai Ki Ageng Tarub yang baru. Nawangsih sendiri melahirkan seorang putra, yang setelah dewasa bernama Ki Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa kemudian memiliki putra bergelar Ki Ageng Sela, yang merupakan kakek buyut Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram.
Ilustrasi: makan Syech Maulana Maghribi

Tuesday, February 21, 2017

Jaka Tarub: siapa dan perannya pada perkembangan Islam


     Jaka Tarub bersahabat debgan brawijaya V, terkenal bijak, sehingga Brawijaya V menitipkan putra ke 14 nya kepada jaka Tarub yang dikenal juga sebagai Ki Kidang Talengkas. 
     Ada 2 versi siapa ibu Jaka Tarub. Kalau ayahnya jelas tersepakati, adalah Syeh Maulana. Pada tahun 1300 Masehi, Syeh Maulana mendapatkan tugas mengembangkan syariat Islam di pulau Jawa. Syeh Maulana cucu mubaleg dari Arab, yaitu Syeh Maulana dari putrinya yang bernama Ny Thobiroh. Sangat berat mengembangkan syariat Islam di pulau jawa, yang disebabkan orang-orang jJawa masih memeluk agama Hindu budha, dan ahli bertapa. Syeh Maulana mulai memasukkan syareat Islam dengan mendekatkan diri kepada Allah dengan cara bertapa menggantung seperti kelelawar (ngalong) di atas pohon giyanti yang sangat besar.

   Bertepatan itu di Surabaya terdapat Kerajaan Temas, rajanya bernama Singawarman dan mempunyai putri yang bernama Nyai Telangkas. Dikala itu Nyai Telangkas sudah dewasa, namun belum ada yang berani meminangnya. Nyai Telangkas diperintah oleh ayahnya supaya menjalankan bertapa ngidang yaitu masuk hutan selama 7 tahun, tidak boleh pulang atau mendekat pada manusia dan tidak boleh makan kecuali daun yang ada di hutan tersebut. Sehingga Nyai Telangkas mempunyai nama Kidang Telangkas. Pada saat akan selesai bertapa, di tengah hutan tersebut Nyai Telangkas melihat ada Telaga yang sangat jernih airnya. Kemudian dia mau mandi di telaga tersebut setelah melepas semua pakaian dia melihat di dalam air terdapat bayangan pria yang sangat tampan.
     Namun dikala itu Nyai Telangkas telah terlanjur melepaskan semua pakaiannya. Akhirnya terpaksa menjeburkan diri di telaga tersebut,. Setelah selesai mandi maka Nyai Telangkas kembali pulang ke Kerajaan Temas (Surabaya) untuk menghadap orang tuanya. Nyai Telangkas disaat itu ternyata sudah dalam keadaan hamil maka setelah menghadap ayahnya beliau ditanya "Siapakah suamimu, sehingga engkau pulang dalam keadaan hamil ? " Ditanya ayahnya berulang-ulang, dia tidak bisa menjawab. Namun di dalam hatinya Nona Telangkas teringat dalam pertapanya dikala akan selesai, dimana dia mandi di dalam telaga yang sangat jernih airnya, dan ternyata di dalam air tersebut terdapat bayangan pria yang sangat tampan. Maka akhirnya dia kembali masuk hutan untuk mencari wong bagus tersebut. Disaat sampai di tengah hutan Nona Telangkas melahirkan bayi, sampai sekarang tempat tersebut diberi sebutan desa Mbubar .Setelah jabang bayi lahir lalu diajak mencari telaga, yang akhirnya menjumpai telaga yang terdapat bayangan pria yang tampan tersebut. Kemudian si jabang bayi diletakkan ditepi sendang telaga dan ditinggal pulang ke kerajaan Themas. Siapakah sebenarnya orang yang kelihatan bayangannya didalam sendang telaga, ternyata beliau adalah Kanjeng Syeh Maulana Maghribi yang sedang bertapa diatas pohon Giyanti.
     Kisah lain mengatakan Jaka Tarub merupakan keturunan bupati Tuban. Saat bertapa Syeh Maulana Maghribi bertemu dengan putri Bupati Tuban I yang bernama DEWI RETNO ROSO WULAN adik perempuan R. Sahid ( Sunan Kalijaga ). Yang saat itu Dewi Retno Roso Wulan diperintah oleh Ayahandanya Adipati Wilotikto untuk melakukan bertapa Ngidang dengan cara masuk hutan selama 7 tahun tidah boleh pulang dan tidak boleh makan kecuali makan daun-daun yang berada di hutan.Perintah bertapa ini dilakukan oleh Dewi Retno Roso Wulan agar supaya cita-citanya untuk bertemu dengan kakaknya Raden Sahid dapat terwujud. Namun dalam proses pencarian R. Sahid berjalan ia bertemu dengan Syeh Maulana Maghribi, pertemuan ini terjadi pada saat masih menjalankan bertapa, dan dari pertemuannya ini mereka terjalin rasa saling mencintai dan saling ada kecocokan yang akhirnya menjadi suami istri . Pertemuan keduanya yang sudah menjadi suami istri, dilanjutkan dengan pulang ke Adipati Tuban untuk menghadap Ayahandanya, tetapi Dewi Retno Roso Wulan yang sudah dalam keadaan hamil pulang seorang diri dan tidak bersama suaminya Syeh Maulana Maghribi. Sesampainya di Kadipaten Tuban Dewi Retno Roso Wulan ditanya oleh Ayahandanya “ Siapa Suamimu, sehingga kamu pulang dalam keadaan hamil? “ Saat ditanya Dewi Retno Roso Wulan diam tidak menjawab karena rasa takutnya kepada ayahandanya, akhirnya Dewi Retno Roso Wulan kembali ke hiutan untuk mencari suaminya yaitu Syeh Maulana Maghribi ayah dari anak yang dikandungnya itu. Ditengah perjalanannya Dewi Retno Roso Wulan melahirkan seorang bayi laki-laki yang keliahatan lucu, tempat dimana Dewi Retno Roso Wulan melahirkan bayi itu sampai sekarang diberi nama Desa BABAR. Setelah si Jabang bayi lahir niat untuk mencari Syeh Maulana Maghribi ayah dari bayi itu oleh Dewi Retno Roso Wulan tetap dilanjutkan dan saat mencari ayah si bayi Dewi Retno Roso Wulan masih dalam keadaan bertapa. Kemudian bayi di letakkan di Sendang ( Mata Air) dekat Syeh Maulana Maghribi bertapa diatas pohon Giyanti. Setelah melihat istrinya datang dengan bayinya Syeh Maulana Maghribi turun dari pertapaannya untuk menimang bayi yang putranya sendiri hasil pernikahannya dengan Dewi Retno Roso Wulan, entah ada rahasia apa yang kemudian bayi itu dibuatkan tempat yang sangat indah dan terbuat dari emas yang disebut BOKOR KENCONO.
Kalau cerita puasa ngidang saya pernah dengar. 
Lanjut nanti ya, mau kerja.

Mataram kuno - Mataram Islam: Bondan Kejawan


     Bondan Kejawan adalah putra ke 14 Brawijaya V, raja majapahit terakhir dengan Putri Wandan Sari, seorang dayang yang biasa melayani permaisuri Prabu Brawijaya, Dewi Dwarawati yang berasal dari Campa. Konon yang saya baca, Brawijaya V berputra 117 orang.
     Ketika putri Wandan Sari ini melahirkan, bayi tersebut diberikan kepada Ki Buyut Masahar dengan pesan agar bayi tersebut dilenyapkan, karena menurut ramalan para ahli nujum anak ini kelak akan membawa keburukan bagi Kerajaan Majapahit. Akan tetapi anak ini justru dipelihara oleh Ki Buyut Masahar.
     Suatu ketika Ki Buyut Masahar menghadap ke Majapahit dan anak yang kemudian diberi nama Bondan Kejawan ini ikut. Ketika Ki Buyut Masahar sibuk dalam pisowanan, Bondan Kejawan memukul-mukul gong Kyai Sekar Delima yang menjadi salah satu pusaka Keraton Majapahit. Bondan Kejawan ditangkap dan dihadapkan pada Prabu Brawijaya. Ketika Prabu Brawijaya mengetahui hal itu Bondan Kejawan akan dihukum mati. Akan tetapi atas penjelasan Ki Buyut Masahar, Prabu Brawijaya kemudian tahu bahwa Bondan Kejawan adalah anaknya sendiri. Hukuman mati pun dibatalkan.
     Setelah tahu bahwa Bondan Kejawan adalah anaknya sendiri maka Bondan Kejawan justru diberi hadiah berupa senjata pusaka, yang salah satunya adalah tombak Kyai Pleret. Bondan Kejawan kemudian disuruh berguru kepada Ki Ageng Tarub. Ki Ageng Tarub dengan seorang bidadari yang bernama Dewi Nawangwulan memiliki putri bernama Nawangsih. Dewi Nawangsih ini kemudian dinikahkan dengan Bondan Kejawan dan melahirkan Ki Ageng Getas Pendawa, yang kemudian menurunkan Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela menurunkan Ki Ageg Enis yang berputra Ki Ageng Pemanahan selanjutnya menurunkan Panembahan Senapati. Dari sinilah Dinasti Mataram.
Baru tahu kalau kalau cerita Dewi nawangwulan merupakan kisah “nyata”.
        

Ki Ageng Pemanahan: Ki Ageng Sela dan Sayembara


     Setiap kali mendapati silsilah, pada dasarnya akan berpangkal pada Brawijaya V. Saya penasaran saja, bagaimana hubungan Ki Ageng Pemanahan dengan Brawijaya V. Saya telusuri bacaan-bacaan yang bisa saya dapatkan. Ki Ageng Pemanahan, tidak saya dapati nama kecilnya adalah putra Ki Ageng Enis, dan cucu Ki Ageng Selo. Ki Ageng Selo, keturunan Brawijaya V. Nama "Pamanahan" diambil dari tempat tinggalnya setelah dewasa, yaitu suatu tempat di utara Laweyan bernama Pamanahan (sekarang menjadi Manahan).
     Ki Ageng Sela berasal dari Sela (Grobongan yang ter letak di dekat tempat yang secara tradisi dicari sebagai tempat Kerajaan Mataram Kuno. Dari garis lagi, adalah turun Majapahit (Brawijaya V –Bondang Kejawan Getas pandawa), dan garis ibu turun dewa (Nawangwulan – Nawangsih – Getas pandawa). Putra tertua Getas Pandawa, KI Ageng Sela (Bagus sogom, sagam?) mempunyai 6 putri dan 1 putra, Ki Ageng Enis (ragil). Ki Ageng Enis mempunyai seorang anak, Pemanahan dan memungut anak angkat, penjawi (keponakan misan).

      Ki Ageng Sela ingin menjadi raja. Setelah tekun bertapa, Ki Ageng Sela mendapat wisik bahwa dirinya tidak mungkin menjadi raja, dan wahyu kraton akan pindah dari Demak ke pajang. Walau pun dirinya tidak mungkin menjadi raja namun Ki Ageng Sela tetap berdoa agar keturunannya dapat mewujudkan cita-citanya. Harapan itu mulai terang ketika Tingkir datang kepadepokan Sela untuk berguru kepadanya. Setelah melihat pertanda bahwa Tingkir, yang juga senang tapa brata, akan mendapatkan wahyu kraton, maka Ki Ageng sela menitipkan turunnya kepada Tingkir. 
     Harapan Ki Ageng Sela semakin cerah ketika Tingkir diangkat sebagai lurah tamtama demak, diambil menantu oleh Sultan Trenggana, dan dijadikan Bupati pajang, bergelar Hadiwijaya. Oleh karenanya, Ki Ageng sela mengubah siasat dan menghentikan perlawanan terhadap Demak. Secara kebeneran ketiga tokoh sela ini berguru kepada sunan Kalijaga, yang juga guru Hadiwijaya. Mereka dianggap sebagai adik-adik sang Bupati. Pemanahan dan penjawi diangkat sebagai lurah prajurit, dan martani, yang lebih tua, diangkat sebagai ‘’pembimbing’’ mereka. Karena eratnya hubungan mereka berempat, maka Srubut [Danang, Sutawijaya, anak Pemanahan], diangkat putra oleh Hadiwijaya


Ki Ageng Pemanahan dan Sayembara
     Hadiwijaya diminta menggulingkan Arya Penangsang, Adipati Jipang yang menjadi raja Demak setelah membunuh Sultan Prawoto, putra Sultan Trenggana. Arya Penangsang sendiri adalah keponakan Sultan Trenggana. Hadiwijaya segan memerangi Arya Penangsang, sehingga mengadakan sayembara, siapa yang dapat mengalahkan Arya Penangsan, diberi hadiah tanah Pati dan Mataram. Ki Ageng Pemanahan berhasil membubuh Arya Penangsang, selanjtnya mendapat hadiah alas Mentaok, yang selanjutnta menjadi mataram Islam denga danang Sutawijoyo bergelar Panembahan Senapati sebagai raja pertama.

Sunday, February 12, 2017

Mataram Islam : Wahyu Kraton


Air Kelapa Diminum Ki Ageng Pemanahan
     Pada saat Ki Ageng Giring pergi ke hutan demi mendapatkan rasa haus yang teramat sangat, sahabatnya, Ki Ageng Pemanahan tiba di kediaman Ki Ageng Giring. Ki Ageng Pemanahan yang sangat haus setelah berjalan jauh lantas menenggak air kepala 'gaib' , yang rencananya akan diminum oleh Ki Ageng Giring.

Perjanjiang Ki Agrng Giring dan Ki Ageng Pemanahan 
     Ki Ageng Giring ketika kembali dari hutan hanya bisa meratapi ketika mendapati air degan 'gaib' yang dia petik sudah tidak ada di tempatnya. Apalagi kemudian Ki Ageng Pemanahan yang ada di situ mengakui dia yang meminum air kelapa muda tersebut.

     Ki Ageng Giring merasa seakan hancur hatinya, sedih dan sangat kecewa. Lama ia terdiam. Sebagai seorang yang memiliki kelebihan, maka ia pun mengetahui akan takdir, bahwa sudah takdir Tuhan, Ki Ageng Pamenahan akan menurunkan raja yang menguasai tanah Jawa.
     Ki Ageng Giring mempunyai permintaan kepada Ki Ageng Pamenahan, "Adi, permintaan saya begini saja karena air degan sudah Anda minum, bagaimana saya dapat minta kembali? Sudahlah kelak keturunan saya saja bergantian dengan keturunan Anda: turun anda sekali, kemudian bergantian turun saya." Ki Pemanahan atau Ki Ageng Mataram tidak mau. Permintaan Ki Ageng Giring yang demikian itu diajukan sampai yang keenam kalinya, Ki Ageng Mataram juga tidak mau. Kemudian ganti ki Giring minta turun yang ketujuh. Ki Ageng Mataram menjawab, "Kakang, Allahu'alam, bagaimana baiknya kelak, saya tidak mengetahui."

Sabda Sultan Akhiri Perjanjian Itu
     Yang jelas, Sabda Raja yang disampaikan Sri Sultan Hamengkubuwono X menjadi tanda berakhirnya perjanjian antara Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Selama ini, perjanjian itulah yang menjadi dasar munculnya Mataram sesuai dengan perubahan gelar Sultan.
     "Dasare perjanjian Ki Ageng Giring sampun rampung mboten saged dipun ewahi (perjanjian antara Ki Ageng Giring sudah selesai dan itu tidak bisa diubah)," kata Sultan.
     Hal ini disampaikan Sultan saat memberi penjelasan soal Sabda Raja di Ndalem Wironegaran, Kraton, Yogyakarta, Jumat (8/5/2015). Sultan menjelaskan, Mataram Lama adalah dari zaman Ken Arok Singosari sampai Kerajaan Pajang. Sedangkan Mataram Baru adalah berdasar pada perjanjian antara Ki Ageng Pemanahan.
     "Sekarang perjanjian itu sudah berakhir, dan sudah tidak ada lagi perpisahan antara Mataram Lama dengan Baru," imbuhnya.
Dalam bahasa Indonesia, sabda Raja keempat tersebut artinya begini:

"Allah, Tuhan yang Agung, Maha Pencipta, ketahuilah para adik-adik, saudara, keluarga di Keraton dan abdi dalem, saya menerima perintah dari Allah, ayah saya, nenek moyang saya dan para leluhur Mataram, mulai saat ini saya bernama Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengkubawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo. Sabda Raja ini perlu dimengerti, dihayati dan dilaksanakan seperti itu sabda saya.‎"

Mataram Islam: Wahyu Kraton Mataram


     Bahwasanya kerajaan Mataram berdiri dan dengan raja keturunan Ki Ageng Pemanahan, bukanlah sesuatu yang belum diramalkan. Tidak semua orang, bahkan berdarah biru bisa menjadi raja. Dikatakan seseorang untuk dapat menjadi raja, atau keturunanya menjadi raja, bila mendapat wahyu.
     Konon ki Ageng Pemanahan bersahabat dengan Ki Ageng Giring 3. Ki Ageng Giring penerus dari Ki Ageng Giring 1 dan 2. Ayah Ki Ageng Giring 1 adalah pabu Brawijaya IV. keturunan Brawijaya IV yang mukim di Gunung Kidul. Saat kerajaan Majapahit runtuh, bertebaranlah para kerabat. Keturunan Brawijaya ini mengajarkan ilmu pertanian di wilayah datar yang dipilih, setelah menembus hutan belantara dengan tetap berpengharapan, suatu saat kemulyaan akan kembali. Ia mengajarkan pertanian, menanam pohon kelapa dan menderesnya, membuat minuman legen dan merajut kain. Ia juga mengajari penduduk mengalirkan air sungai untuk mengaliri persawahan dari sungai yang airnya jernih. Ki Ageng Giring juga mengajarkan untuk menanam banyak pohon kelapa yang sangat besar manfaatnya untuk kehidupan penduduk waktu itu. Kehidupan berlangsung damai hingga Ki Ageng Giring I wafat dan digantikan kedudukannya oleh putranya, Ki Ageng Giring II dan Ki Ageng Giring II pun wafat digantikan oleh putranya yang kita kisahkan di sini yakni Ki Ageng Giring III. Pada masa Ki Ageng Giring III inilah terjadi kisah menarik karena berbagai hal baik natural maupun supranatural.
     Cerita berawal ketika Ki Ageng Giring yang berkedudukan di Gunung Kidul, suatu ketika pernah mendapatkan bisikan gaib saat Ki Ageng sedang memanjat pohon untuk menyadap getah. Di tempat itu ada sebatang pohon kelapa, dekat dengan pohon yang dipanjat Ki Ageng. Pohon kelapa tadi selamanya belum pernah berbuah, namun akhirnya berbuah. Pada saat itu buahnya masih muda (degan). Saat Ki Ageng sedang memasang tabung bambu di atas pohon kelapa, terdengar suara “Ki Ageng Giring, ketahuilah, siapa yang minum air degan itu habis seketika, kelak seanak turunnya akan menjadi Raja Agung di tanah Jawa.”
     Ki Ageng Giring setelah mendengar suara demikian, segera turun dari pohon yang dia panjat. Di bawah setelah selesai meletakkan tabung penyadapan getah, kemudian cepat-cepat memanjat pohon tadi. Maka telah dipetiklah kelapa muda itu dan dibawa turun. Namun karena ada klausul 'harus habis seketika', sedangkan Ki Ageng Giring pada saat itu belum haus-haus amat, maka dia memilih untuk meminum air kelapa itu pada siang harinya. Ki Ageng Giring memutuskan untuk pergi dulu ke hutan, dan kemudian meminum air kelapa itu sekali tenggak.
     Pada saat itu, Ki Ageng Pemanahan masih lingkungan di Kraton Pajang di bawah kekuasaan Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir. Alkisah, setelah kemenangan Ki Ageng Pemanahan menaklukkan Aryo Penangsang di Jipang Panolan, belum mendapatkan hadiah dari sultan sebagaimana dijanjikan dalam sayembara, bahwa barang siapa yang bisa mengalahkan Aryo Penangsang akan mendapat hadiah tanah perdikan yang luas. Ki Penjawi sudah diberi hadiah tanah Pati (Jawa Tengah), sementara Ki Ageng Pemanahan yang sebenarnya paling berhak malah belum mendapatkan haknya.
   Karena kecewa hatinya, Ki Ageng Pemanahan lantas pergi dari istana. Ia menuju ke rumah sahabatnya, Ki Ageng Giring III, di daerah Gunungkidul. Ki Ageng Giring terkenal sebagai seorang petani pertapa sekaligus penyadab nira kelapa. Bersamaan dengan itu, Sunan Kalijaga dawuh bahwa kelak wahyu Gagak Emprit akan turun di tengah pegunungan selatan dalam sebuah air degan. Namun kapan wahyu itu akan turun, Kanjeng Sunan tidak pernah menjelaskan dan pantang bagi murid untuk bertanya kepada Guru.
    Oleh Sang Guru, Ki Ageng Pemanahan kemudian disuruh melakukan tirakat di daerah yang terdapat pohon mati yang berbunga. Pohon mati yang berbunga itu ditemukan oleh Ki Pemanahan yang sekarang disebut Kembang Lampir, wilayah Panggang, Gunungkidul. Adapun Ki Ageng Giring yang tinggal di daerah Paliyan Gunungkidul disuruh menanam sepet atau sabut kelapa kering, yang kemudian tumbuh menjadi pohon kelapa yang menghasilkan degan atau buah kelapa muda. Sabut kelapa kering yang secara nalar tidak mungkin tumbuh, namun atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa, tumbuh menjadi sebatang pohon kelapa. Itulah pohon kelapa yang berbuah tunggal, dan menurut wangsit berisi wahyu kraton.
     Pada saat Ki Ageng Giring pergi ke hutan demi mendapatkan rasa haus yang teramat sangat, sahabatnya, Ki Ageng Pemanahan tiba di kediaman Ki Ageng Giring. Ki Ageng Pemanahan yang sangat haus setelah berjalan jauh lantas menenggak air kepala 'gaib' , yang rencananya akan diminum oleh Ki Ageng Giring. Ki Ageng Giring ketika kembali dari hutan hanya bisa meratapi ketika mendapati air degan 'gaib' yang dia petik sudah tidak ada di tempatnya, dan kemudian Ki Ageng Pemanahan yang ada di situ mengakui dia yang meminum air kelapa muda tersebut.

Trilogi :Demak – Pajang- Mataram Islam (3)


Mataram Islam
     Saya kok belum baca dan saat kecil tidak ingat apakah ada dongengnya, saat menggulingkan Arya Penangsang, Hadiwijaya membuat sayembara, yang hadiahnya diberikan setelah Hadiwijaya menjadi Raja Pajang.
   Sesuai perjanjian sayembara, Ki Panjawi mendapatkan tanah Pati dan bergelar Ki Ageng Pati. Sementara itu, Ki Ageng Pemanahan memperoleh Mataram. Di tahun 1556. Tanah Mataram adalah bekas kerajaan kuno, bernama Kerajaan Mataram (Mataram Kuno)yang saat itu sudah tertutup hutan bernama Alas Mentaok. Ki Ageng Pemanahn membuka hutan tersebut menjadi desa Mataram. Ki Ageng Pemanahan selanjutnya bergelar Ki Ageng Mataram. Entah bagaimana isahnya, nanti cari lagi,, Ki Ageng Pemanahan selanjutnya digantikan Sutawijaya. Sutawijaya juga anak angkat Hadiwijaya, dengan posisi anak tertua.
   Anak tertua ini memberontak sehingga Hadiwijaya yang sering tertulis juga sebagai Adiwijaya, meninggal di tahun 1582. Hadiwijaya berwasiat agar anak dan menantunya tidak membenci Sutawijaya karena diyakini oleh Hadiwijaya, perang Pajang- mataram adalah takdir. Hadiwijaya mendengar ramalan sebelum dilantik jadi raja usai kematian Arya Penangsang dan ramalan Sunan Prapen di tahun 1568, yang menyebutkan Pajang akan ditaklukkan mataram, keturunan Ki Ageng Pemanahan. 
     Hadiwijaya digantikan Arya Pangiri, mesi sesungguhnya Pangeran Benowo yang berhak. Pangeran Benowo pada akhirnya mencari haknya dengan memerangi Arya Pangiri dengan bantuan Sutawijaya. Benowo menjadi raja Pajang ke tiga, memerintah hingga 1587. yang karena tidak ada penggantinya, Pajang menyerahkan kerajaan kepada Sutawijaya, selanjutnya menjadi bagian dari kerajaan Mataram. Danang Sutawijaya memerintah dengan gelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa.

Demikianlah peralihan menjadi Mataram Islam.
Begitu saja?
Ternyata tidak. Ada tapa brata dan derita sebelumnya.
Seorang teman Wikimu mengingatkan perjanjian antara Ki Ageng Pemanahan dengan Ki Ageng Giring.

Dongengnya setelah ini ya.

Jaka Tingkir


     Banyak yang berperan dalam kehidupan Jaka Tingkir, karena setelah ayahnya pralaya ditangan Sunan Kudus, dan tak lama kemudian ibunya juga meninggal, mas Karebet menjadi putra asuh Nyi Ageng Tingkir. Demikianlah nama jaka Tingkit disandang mas Karebet. Jaka Tingkir tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa. Sunan Kalijaga adalah guru pertama jaka Tingkir. Jaka Tingkir berguru pula pada Ki Juru Martani.
     Kisah babad Tanah Jawi menyebutkan Jaka Tingkir ingin mengabdi ke ibukota Demak. Jaka tingkir pandai mengambil hati raja Demak Trenggana, sehingga diangkat menjadi lurah wiratamtama, kepala prajurit Demak. Beberapa waktu kemudian, Jaka Tingkir dipecat. Keadaan yang terjadi karena saat bertugas menyelesksi penerimaan prajurit baru, ada seorang pelamar bernama Dadungawuk yang sombong dan suka pamer. Jaka Tingkir menguji kesaktiannya dengan melemparkan Sadak Kinang. Dadungawuk tewas, Jaka Tingkir diusir dari Demak. Ini sesuai dengan ingatan saya. Ada beberapa kisah yang agak membingungkan saya.
     Jaka Tingkir meninggalkan Demak, dan bergutu kepada Ki Ageng Banyu Biru yang juga bernama Kebo Kanigoro, kakak ayahnya. Setelah tamat, ia kembali ke Demak bersama ketiga murid yang lain, yaitu Mas Wila, dan Ki Wuragil.
     Rombongan Jaka Tingkir menyusuri Sungai Kedung Srengenge menggunakan rakit. Muncul kawanan siluman buaya menyerang mereka namun dapat ditaklukkan. Bahkan, kawanan tersebut kemudian membantu mendorong rakit sampai ke tujuan. Ini kisah yang saya dongengkan dan saya belikan bukunya untuk sulung, ketika saat Sekolah dasar kami ajak sulung dan bungsu ke Solo, kota kelahiran ayahmya. Sulung senang sekali, mendapati Jaka Tingkir bukan hanya suatu kisah, ada sososk sesungguhnya.
     Saat itu Trenggana sekeluarga sedang berwisata di Gunung Prawoto. Jaka Tingkir melepas seekor kerbau gila yang dinamakan sebagai Kebo Danu yang sudah diberi mantra (diberi tanah kuburan pada telinganya). Kerbau itu mengamuk menyerang pesanggrahan raja, di mana tidak ada prajurit yang mampu menanggulang.Jaka Tingkir tampil menghadapi kerbau gila. Kerbau itu dengan mudah dibunuhnya. Atas jasanya itu, Trenggana mengangkat kembali Jaka Tingkir menjadi lurah wiratamtama.
Kisah dalam babad tersebut seolah hanya kiasan, bahwa setelah dipecat, Jaka Tingkir menciptakan kerusuhan di Demak dan ia tampil sebagai pahlawan yang meredakannya. Oleh karena itu, ia pun mendapatkan simpati raja kembali.
     Prestasi Jaka Tingkir sangat cemerlang meskipun tidak diceritakan secara jelas dalam Babad Tanah jawi Babad Tanah jawi. Hal itu dapat dilihat dengan diangkatnya Jaka Tingkir sebagai Adipati Pajang bergelar Adipati Adiwijaya. Ia juga menikahi Ratu Mas Cempaka, putri Trenggana.
     Sebagai Adipati pajang bernama Hadiwijaya dan menantu Sultan Trenggana, Jaka tingkir diminta keluarga Demak menumpas Arya Penangsang. Setelah peristiwa tahun 1549 tersebut, Pusat kerajaan tersebut kemudian dipindah ke Pajang dengan Hadiwijaya sebagai raja pertama. Demak kemudian dijadikan Kadipaten dengan anak Sunan Prawoto yang menjadi Adipatinya
     Hadiwijaya juga mengangkat rekan-rekan seperjuangannya dalam pemerintahan. Mas Manca dijadikan patih bergelar Patih Mancanegara, sedangkan Mas Wila dan Ki Wuragil dijadikan menteri berpangkat ngabehi.
     Almarhum ayah mertua berpesan untuk melacak kerajaan pajang, karena surat kekancingan beliau berpangkal pada pangeran benowo. Kami temukan makan Hadiwijaya , pageran benowo dan kerabat Pajang di Desa Butuh.

Trilogi :Demak – Pajang- Mataram Islam (2)


Pajang
     Kerajaan Pajang dapat dikatakan merupakan kelanjutan kerajaan Demak, perpindahan dari pesisir ke wilayah tengah. Adipati Hadiwijaya yang menantu Sultan Trenggono (Demak), setelah berhasil menaklukkan Arya penangsang naik tahta dan memindahkan kerajaan ke Pajang. Jaka Tinggkir, terlahir sebagai mas Karebet adalah putra Kebo Kenongo atau dikenal sebagai Ki Ageng Pengging, setelah menjadi muslim. sejak muda sudah diramalkan akan mendapat kedudukan mulia. Hadiwijaya sebagai jaka Tingkir saya buatkan catan tersendiri. Kerajaan pajang yang singkat, mempunyai tokok legendarisnya.
     Pajang terlihat sebagai kerajaan pertama yang muncul di pedalaman Jawa setelah runtuhnya kerajaan Muslim di daerah pesisir. Kerajaan Pajang berdiri tahun 1549. Hadiwijaya turun tahta tahun tahun 1582, seharusnya digantikan putranya pangeran Benowo. Namun pangeran Benowo yang lembut hati merelakan tahtanya dan menyerahkan kepada Arya pangiri.
     Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat Demak, yang tewas dibunuh Arya Penangsang tahun 1549. Ia kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara. Setelah dewasa, Arya Pangiri dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan Hadiwijaya dan dijadikan sebagai bupati Demak.
     Pada tahun 1586 pangeran Benowo bersekutu dengan Sitawijaya menyerbu Pajang.
yang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga. PemerintahanPangeran benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Terjadi kemudian peralihan Mataram Islam.
     Riwayat kerajaan yang singkat jiga tidak didukung petilasan yang memadai. Saat kami sekeluarga berusaha mencari, hanya menemukan reruntuhan batu bata di area Kartasura.

Jaka Tingkir dan 40 buaya


sigro milir
sang gethek sinonggo bajul
kawan doso kang njageni 
ing ngarso miwah ing pungkur
tanapi ing kanan kering sang gethek l
ampahnyo alon
"mengalirlah segera
sang rakit dipikul buaya
empat puluh penjaganya
di depan juga di belakang
tak lupa di kanan kiri
sang rakitpun berjalan pelan"

Tuesday, February 7, 2017

Trilogi :Demak – Pajang- Mataram Islam

Demak
      Demak yang berdiri dengan Adipati pertama raden Patah, merupakan awal kerajaan Islam. Sebelum majapahit runtuh, Demak merupakan bagian dari Majapahit. Raden Patah bergelar Senapati Jumbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Setelah Majapahit runtuh, Demak memisahkan diri. Raden Patah bertahta cukup lama, 1478 hingga 1518. Namun ada tulisan yang mengatakan, Raden Patah turun tahta tahun 1507.
       Raden patah digantikan putranya Pati uUnus yang terkenal sebagai pangeran Sebrang Lor. Gelar yang diperoleh karena keberaniannya memimpin Demak berperang melawan Portugis di Selat Malaka. Pati Unus bertahta tahun 1518 hingga 1521. Pati Unus wafat di tahun 1521.
       Pati Unus digantikan adiknya Sultan Trenggana. Mas Karebet atau yang dikenal sebagai Jaka Tingkir menjadi menantu sultan tenggana. Jaka tingkir yang putra Kebo Kenanga, yang setelah memeluk agama Islam lebih dikenal sebagai Ki Ageng Pengging, juga merupakan keturunan Brawijaya V.
       Tahun 146, sultan Tenggana wafat saat perang di Pasuruan, penggantinya adiknya, Sultan Prawoto. Prawoto tidak bertahta lama (1546-1549). Terjadi perebutan tahta dalam keluarga. Prawoto dibunuh oleh Aryo Penangsang, selanjutnya Arya Penangsang menjadi raja Demak. Meski Arya Penangsang merupakan cucu Raden Patah dari putranya yang bernama Raden Kikin, keluarga kerajaan Demak tidak menyetujui untuk menjadi raja Demak.
       Arya penangsang tak lama bertahta. Dijatuhkan oleh Jaka Tinggkir. Jaka Tingkir yang Bupati Pajang dengan nama Hadiwijaya, memindahkan kerajaan ke Pajang.

Ken Dedes

Tradisi lokal menyatakan sebagai perempuan dengan kecantikan semprna. Ibu dari para raja Jawa.

Raja-Raja Singhasari Majapahit

Silsilahnya dulu.
Dongengnya belakangan

Merah Putih

Merah Putih sudah berkibar saat masa Majapahit. umbul-umbul gulo kelopo.
Makam Brawijaya V selalu dilingkri merah putih.
 
Foto saya ambil sekitar 10 tahun lalu, sekitar Juli 2007

Majapahit: Brawijaya V

      Majapahit merupakan salah satu kerajaan besar di Indonesia. Kerajaan Majapahit didirikan raden Wijaya tahun 1293. Berjaya sekitar 234 tahun, diperintah 12 raja dan 2 penguasa setelahnya. Kejayaan dicapai saat pemerintahan raja Hayam Wuruk (1350-1389), yang didampingi Mahapatih Gajah Mada.
      Gelar Brawijaya mulai dipergunakan saat masa pemerintahan Raja Kertawijaya (raja majaphit ke VIII). Bra berart raja, dan wijaya berarti keturunan raden Wijaya.
      Kekuasaan Majapahit runtuh saat Raja Brawijaya V. Ayah Raden Patah dengan istri dari Campa bernama Sie tan Nio terkabar moksa, namun ada kisah yang menyebutkan menjadi muslim dan menyepi di sebuah desa.
Inilah sejarah perpindahan Hindu ke Islam.



Foto diambil Juli 2007. Bersama bungsu kunjung Trowulan.

Mataram Jawa Timur: Medang Kamulan

       Medang Kamulan terletak di muara sungai Brantas. Ibukotanya Watan Mas. Kerajaan ini didirikan oleh Mpu Sindok, setelah memindahkan pusat pemerintahnnya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ini terjadi pada abad ke 10. Mpu Sindok yang sesunggahnya dari wangsa Sanjaya , mendirikan dinasti baru, dinasti Isyana. Kerajaan Medang Kamulan suram sepeninggal mpu Sindok, dan kembali berjaya saat pemerintahan Airlangga. Airlangga juga keturunan Mpu Sindok dari pihak ibunya. Tahun 1042 Airlangga turun tahta, tahta yang seharusnya jatuh pada putrinya dari permaisuri, namun karena sang putri memilih menjadi pertapa, maka kerajaan diserahkan pada 2 putra dari selir. Kerajaan Medang Kamulan dibelah dua, menjadi Kerajaan jenggala dan Kediri (Panjalu).
     Mengaduk ingatan saya, ada dongeng, seorang Mpu (?) membelah kerajaan Medang dengan terbang (?) dan mengucurkan air dari kendi.
      Ah, jadi ingat masa kecil. Banyak komik bergambar tentang wayang dan ternyata juga bagian dari sejarah.

Mataram Kuno

           Guide kami, pak Hartono, menyebutkan, kerajaan Mataram Kuno di jawa tengah berpindah ke Jawa timur dan selanjutnya kembali ke Jawa tengah menuju mataram islam dengan dimulainya Adipati Jimbun bertahta di Demak. Ini saya agak tidak mengerti. Saya cari tentang Mataram kuno.
           Mataram kuno diperitanh 2 dinasti (wangsa) , dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra. Kerajaan Mataram berdiri pada abad ke 8, diperintah raja sanna, yang digantikan putranya Sanjaya dan kemudian Panangkaran. Panangkaran bertahta dengan gelar Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Raka i Panangkaran, yang berarti Rakai Panangkaran berasal dari Keluarga Sanjaya dan keluarga Syailendra. Sepeninggal Panangkaran, Mataram terbelah dua, Mataram bercorak Hindu dan Mataram bercorak Buddha. Sisi Utara jawa tengah merupakan wilayah wangsa Sanjaya yang bercorak Hindu, sedangkan wilayah jawa Tengat Selatan merupakan wliayah wangsa Syailendra yang bercorak Buddha. 
          Perpecahan tidak berlangsung lama, tahun 850 rakai Pikatan mengadakan pernikahan politik dengan Pramodhawardhani dari dinasti Syailendra. Pada masa pemerintahan ke duanya, wilayah kerajaan meluas, meliputi jawa tengah dan jawa timur. Rakai pikatan dan Pramodhawardhani yang berbeda agama membangun candi dengan corak berbeda. Rakai Pikatan membangun Candi Prambanan dengan corak Siwa, sedangkan Pramodhawardhani sangat memperhatikan candi Borobudur yang dibangun ayahnya pada 842 M.
          Raja Mataram kuno berganti-ganti, hingga tahun 910, dibawah pemerintahan Mpu Sindok. Saat inilah pusat pemerintahan Mataram dipindah ke Jawa Timur. Perpindahan ini terjadi saat meletusnya gunung Merapi.
          Ha…ini yang dimaksud dengan perpindahan Mataram kun ke jawa timur
Terima kasih pak Hartono. Saya hanya ingat nama mpu Sindok itu terkenal. Tapi tidak mengerti perannya.
Ilustrasi: Prambanan dari Abhayagiri
          Terkisah ada dua putri Campa yang dikirim ke Majapahit. Seorang menjadi permaisuri, dan yang satu menjadi selir. Selir inilah yang ibu dari R Patah, yang selanjutnya menjadi istri Arya Damar. Demikian kisah yang saya dengar atau saya baca saat kecil. Raden Patah alias Jimbun, ternyata disebut juga Hasan dengan nama Cina Cek Ko Poo

Raden Patah dan Arya Damar (Bupati Palembang)

          Pada baris terbawah ada bhre Kertabumi (Brawijaya V). Raden Patah yang putra Brawijaya V dari selir berdarah Cina lahir di Palembang. Ini terjadi karena permaisuri Brawijaya V, Ratu Dwarawati,yang berdarah Campa, cemburu. Selir Cina diserahkan kepada Arya Damar untuk dijadikan istri. Lahirlah raden Patah di Palembang.

Raden Patah dan Runtuhnya Majapahit


          Dikisahkan pada Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda, Sunan Ampel melarang Raden Patah memberontak pada Majapahit karena perbedaan agama. Brawijaya V, tetaplah ayah raden Patah. Namun sepeninggal Sunan Ampel, Raden Patah tetap menyerang Majapahit. Pada serangan itu Brawijaya V moksa.
          Prof Dr N. J. Krom dalam buku Javaansche Geschiedenis dan Prof Moh Yamin dalam buku: Gajah Mada menuliskan, bukanlah Demak yang menyerang Majapahit saat pemerintahan Brawijaya V, tetapi Prabu Girindrawardhana tahun 1478 M. Prabu Girindrawardhana selanjutnya menjadi Brawijaya VI. Pemerintahannya tidak lama, patihnya melakukan kudeta dan mengangkat dirinya menjadi Prabu brawijaya VII. Perang antara Demak dan Majapahit berlangsung pada masa Brawijaya VII.

Raden Patah dan Kerajaan Islam Pertama di Indonesia


Saat tour di Jogya tanggal 20-23 januari 2017, senang sekali mendapat guide berlisensi, pak hartono. Setidaknya menambah sedikit pengetahuan saya tentang hubungan majapahit dengan  kerajaan Islam di Indonesia.
Pak Hartono menyebutkan Mataram kuno dan mataram Islam. Ada raden Patah, alias Jin Bun yang disebutkan gagah oleh pak Hartono, yang mendirikan Kerajaan Demak. Jin Bun dikisahkan lahir di Palembang tahun 1455, putra raja Majapahit, Brawijaya V dengan Putri Campa (Siu Ban Ci?)
Demak yang merupakan bermula merupakan kadipaten yang berada di bawah kekuasaan Majapahit, Adipati Raden Patah alias Jin Bun, bergelar Senapati Jimbun atau Panembahan Jimbun memeritah tahun 1500 – 1507. Ayah dari Trenggana, dan raden Kikin dan kakek Sunan Prawoto, Ratu Kalinyamat, Mas Cempaka dan pangeran Timur ini memisahkan diri dari saat Kerajaan Majapahit runtuh. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama dengan lokasi yang sangat strategis, antara pelabuhan Bergota dengan kerajaan Mataram Kuno dan Jepara. Kekuasannya mencakup Banjar, Palembang, Maluku dan bagian Utara Pulau Jawa. Bergelar lengkap Senapati Junbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama,
Raden Patah wafat pada tahun 1518. Sebagai adipati demak, tahun 1507, Adipati Jimbun dilanjutkan oleh Pati Unus, yang selanjutnya oleh SultanTrenggana.Nama-nama yang saya kenal entah dari pelajaran sejarah atau kisah-kisah yang saya baca saat kecil.
Ada kisah Ratu Kalinyamat yang bertapa tanpa busana, hanya ditutupi rambutnya yang panjang. Senang saja mengenali sejarah Islam di Nusantara. Sisa peradaban kerajaan Demak sehubungan dengan Islam yang sampai saat ini masih ada, ialah Masjid Agung Demak.
Dalam kehidupan sosial dan budaya, sudah diatur dengan hukum Islam, sebab pada dasarnya Demak merupakan tempat berumpul Wali Sanga. Saat itu sunan kalijaga memelopori dasar-dasar perayan Sekaten untuk menarik masyarakat agar memeluk Islam. Saat berkunjung ke Trowulan, bersama bungsu,di sisi lain makam Brawijaya V, ada makam konon puri Campa, yang sudah berupa makam Islam.
Segini dulu ya...,belum nyambung ke mataram Islam