Sunday, March 12, 2017

PRRI/PERMESTA: Menyusuri Jejak Bapak

     Mempertahankan keutuhan NKRI dudah harus diperjuangkan sejak awal kemerdekaan. Banyak terjadi pemberontakan antara lain PRRI/PERMESTA. Awal Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan PERMESTA sebenarnya sudah muncul pada saat menjelang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949 Pada tanggal 2 Maret 1957, di Makasar yang berada di wilayah timur Negara Indonesia terjadi sebuah acara proklamasi Piagam Perjuangan Republik Indonesia (PERMESTA). Terjadinya pemberontakan PRRI/PERMESTA ini mendorong pemerintahan RI untuk mendesak Kabinet Djuanda dan Nasution aupaya menindak tegas pemberontakan yang dilakukan oleh organisasi PRRI/PERMESTA. Untuk melancarkan penumpasan terhadap Pemberontakan tersebut, pemerintah membentuk sebuah pasukan Operasi Militer yang operasinya disebut Operasi Merdeka pada bulan April 1958 dan operasi tersebut di pimpin oleh Letkol Rukminto Hendradiningrat. Organisasi PERMESTA diduga mendapatkan bantuan dari tentara asing, dan bukti dari bantuan tersebut adalah jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh A.L Pope (Seorang Warga negara Amerika) yang tertembak jatuh di Ambon pada tanggal 18 Mei 1958. Pada tanggal 29 Mei 1961, Achmad Husein menyerahkan diri, dan pada pertengahan tahun 1961, para tokoh-tokoh yang bergabung dalam gerakan PERMESTA juga menyerahkan diri.
     Peristiwa ini saya sudah lahir. Saya lamat-lamat ingat, tinggal di jalan Lebaksari Malang . Pernah suatu saat rumah ramai sekali, para ibu dengan putra/putrinya dikumpulkan agar bisa bekomunikasi dengan para suami konon entah di mana, pada tugas menumpas PRRI/ PERMESTA. Komunikasi saat itu dengan “radio”. Saya “dicari” bapak untuk bicara, saya tidak mau saat itu, tidak nyaman dengan rumah yang hiruk pikuk. Barangkali bapak sedih ya, anak wedoknya ngga mau diajak bicara. Ayah saya sepertinya berangkat sebagai bagian dari “divisi” Diponegoro.
Ilustrasi foto, konon dibuat beberapa saat sebelum bapak berangkat untuk menumpas PRRI/PERMESTA. Nyaris saja kapal perangnya terkena bom A L Pope.

Divisi V Ronggolawe - Kodam Brawijaya: Menelusuri Jejak Bapak

     Teringat whats app seorang senior: “Nury, apa bapak dulu di divisi Ronggolawe?” Saya terlusuri dengan menggunakan simpanan ingatan. Muncul nama GPH Djatikusumo pada ingatan, saya pasang nama beliau, divisi Ronggolawe dan nama ayah saya. Ini namanya era perang, saat Proklamasi hingga mendekati tahun 50-an. Divisi ini berdiri di daerah Mantingan lalu pindah ke Cepu. Cepu cocok dengan ingatan. Wilayahnya meliputi 4 karesidenan, antara lain Bojonegoro. Saat itu dinamakan saat revolusi fisik. Tertulis : kapten Mardanus : Kepala bagian 3.
     Pada tahun 1948, berdasarkan keputusan Menteri Pertahanan RI nomor : A/532/48 tanggal 25 Oktober 1948, Divisi yaitu Divisi V / Ronggolawe, beserta Divisi VI / Narotama dan Divisi VII / Suropati, dibentuk menjadi TNI Divisi I Jawa Timur. Adapun peresmian TNI Divisi Jawa Timur ini dilaksanakan di Lapangan Kuwak Kediri dengan Inspektur Upacara Panglima Tentara Teritorium Jawa, Kolonel A.H. Nasution. Pada tanggal 17 Desember 1951, bertepatan dengan hari ulang tahun Divisi I Jawa Timur yang ke-3 diresmikanlah sebutan Divisi I Brawijaya, sebagai pengganti Divisi Jawa Timur. Saya mengenali beberapa nama yang dekat dengan bapak, kala disebut sebagai Kodam VIII Brawijaya. Sekarang disebut sebagai Kodam V Brawijaya, dengan panglima yang jauh dari era bapak.
     Era Ronggolawe merupakan era saya lahirpun belum. Saya mengingatnya sebagai bagian dari dongeng ayah saya. Saya beruntung ayah saya bercerita meski sepenggal-sepenggal.

Foto: Ayah kami, menjelang usia 95 tahun.

Irian Barat: Menyusuri Jejak Bapak

Menemukan buku perangko, membawa kenangan saat bapak menuju Irian Barat. Irian Barat saat ini Papua, saya menuliskan Irian Barat pada kisah ini, untuk menggali kenangan. Yang terekam pada ingatan saya ada Trikora, Mandala, Untea dan PEPERA.
Sebagai anak Sekolah Rakyat (SR) saat itu, sekarang SD, saya tahunya bapak sering pergi. Trikora, Tri Komando Rakyat, dicanangkan Bung Karno tahun 1961, tepatnya 19 Desember. Bersamaan dengan itu Bung Karno yang Presiden RI saat itu juga membentuk Komando mandala dengan mayor jendral Suharto sebagai panglima. Sekarang saya mengerti hubungan Trikora dengan Mandala dan kedekatan ayah saya dengan jendral Suharto. Yang saya belum mengerti kaitannya dengan Makasar. Pada saat tugas bapak menuju pembebasan Irian Barat, saya pernah diajak ibu mengunjungi bapak di Makasar. Saat itu saya kelas 3 SR.Sempat berkunjung 2 kali, salah satunya saat lebaran. Seingat saya bapak setelahnya bermarkas di Ambon.
Melewati tahapan UNTEA, yang saya ingat karena sampul pertama prangko nya yang khas, menyertakan kerang kecil. UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) merupakan badan PBB yang didirikan Sek Jen PBB, yang menerima pemerintahan Irian Barat dari Belanda. UNTEA kemudian menyerahkan kepada Indonesia.
Ada tentang PEPERA, penetuan pendapat rakyat, yang memberi kesempatan pada masarakat Irian Barat, apakah akan bergabung dengan Indonesia atau memisahkan diri. Saya ingat cerita bapak, saat PEPERA berlangsung, dikumandangkan lagu Indonesia Raya, dan dengan serta merta masyarakat Irian Barat memilih Indonesia. Memenangkan Irian Barat bukanlah hal yang mudah, ada cinta, ada strategi.
Itu yang dilakukan ayah kami untuk Indonesia. Apa sumbangsihku untuk negara ya ?


Perangkoku

"Menemukan" satu album koleksi perangko. Yang lain entah ke mana. Saya kumpulkan sejak SD saat itu SR hingga akhir SMA. Saya serahkan ke adik bungsu ketika saya kuliah. Sempat punya seri UNTEA edisi perdana, ada kerangnya. Khusus dari ayah kami, yang saat penyerahan Irian Barat sekarang Papua, menjadi kepala staf Kodam Cendrawasih.
Dulu dibantu ibu kala melepas perangko dari sampul, prangko yang melekat di amplop diuapi. Ayah kami yang rajin mengumpulkan surat-surat berperangko.
Pada foto ada perangko dengan siluet bung Karno, Presiden RI saat itu, perangko Conefo. Nilainya 30 sen.
Perangko luar negri antara lain dari sahabat pena. Kala itu juga masanya bertulis surat dengan "teman" tanpa pernah bertatap muka. Salah seorang sahabat pena saya dari Turki.
Saya buka Google, masih afa Perkumpulan Filatelis Indonesia. Meski tak marak seperti era surat masa dulu, perangko mssih ada.



Hadiah dari dr. Ria Laymana

Terima kasih dr Ria Laymana

Cangkir Ibu

Pagi ini sengaja singgah rumah bapak kunjung sekalian memfoto cangkir ibu. Cangkir dengan gambar naga. Kalau cangkir ini saya ingat kapan ibu membeli.
Saat itu kami tinggal di jalan Renang perumahan atlit di Gelora Senayan. Tetangga sisi kiri pak Osa Maliki dari PNI. Satu atau dua rumah sisi kiri pak Osa Maliki, keluarga jendral Sudirman, ayah pak Basofi Sudirman dan dr Laila Nuranna. Seberang ada jendral Hafiluddin, jendral Maskanan dan beberapa petinggi lain. Para ibu bersahabat, senam bersama hingga arisan. Arisannya antara lain arisan cangkir, cangkir motif naga warna hitam dan hijau. Aslinya masing-masing 12, namun para ibu membagi masing-masing dapat 6 hitan dan 6 hijau.
Sekarang yang hitam masih ada 6 cangkirnya, tatakan ada 4. Yang hijau 3 cangkir , tatakan lengkap 6 biji.
Cangkir - cangkir ini masih terletak di bufet pendek sepanjang 3, 5 meter, bersama pernik lain dari kristal dan perak.
Seluruh isi lemari dulu menjadi "tanggung jawab " saya. Jadilah hingga menikah tiap libur saya duduk melantai ditemani baskom isi air lengkap dengan lap basah dan lap kering, membersihkan satu persatu.

Dear Sri Hartini Maskanan. Cangkir ibunda masih ada?

Cangkir Almahrumah Ibu

Tea set ini sudah lama dalam lemari. Saya minta dari ibu lama berselang bahkan sebelum ibu sakit. Ini termasuk benda kesayangan ibu. He, diberikan mungkin kasian, lemari saya yang konon menurut ibu bagus kok isinya buku, meski sudah saya jelaskan bukunya buku mahal.
Jumlah cangkirnya 12, dulu minum teh menjadi aktivitas para ibu barangkali.

Miss U ibu



Markisa dari Kebun

Berbuah untuk kali ke 2. Konon bibitnya dibawa asisten wara-wiri senior dari Sukabumi.
Tergolong Markisa Konyal. Sebenarnya "buah" markisa hanyalah "pulp", yakni lapisan tipis yang mengelilingi biji. Berkulit buah tipis seoerti gabus, yang mudah pecah saat muda, melentur ketika masak. Tergolong tabsman merambat, tananam kami rambarkan di pagar.
Markisa ungu dituliskan mempunyai 15 manfaat, antara lain untuk melancarkan percernaan, anti kanker, meredakan asma, penenang syaraf hingga untuk darah tinggi.
Semoga besok cuaca cukup cerah. Punya setidaknya 7 yang masak.
Es markisa kiranya menyegarkan Minggu siang.




Tuna Sathak Bati Sana

Pak Mimbar menulis tuna sathak bati sanak sebagai judul pada salah satu kisahnya. Terbaca pada deretan e-mail saya, yang saya buka karena mau "menyurati" dokter asisten magang yang saya minta untuk kerja di rumah saja. Jadi ingat almarhum eyang putri dari ayah kami, yang sering menyebut istilah “tuna satahak bati sanak”. Kala saya kecil, era belanja belum era “harga pasti”, banyak tawar menawarnya. Tuna sathak, bati sanak merupakan salah satu kata ajaib untuk mendapatkan harga lebih murah.
Saya ingat penjual telur di Malang, yang secara berkala datang. Setiap kali datang akan mengobrol berjam-jam dengan ibu kami. Say tidak keberatan, sambil beredar di seputar ibu, karena sering dapat hadiah. Ibu kalau tak salah dari madura ini sering membuat bolu kukus. Bolu kukus dibuat dari telurnya yang pecah, dari pada rusak karena tidak laku, dibuat bolu kukus besar. Jadilah saya selalu mengharap ibu hanya belanja dari si ibu manis ini.
Peribahasa diatas dalam bahasa indonesia berarti “biar rugi sedikit, yang penting jadi saudara”. Dalam pandangan Jawa, perdaganagn bukanlah semata-mata proses jual beli, namun lebih dari itu. Perdagangan dianggap sebagai bagian dari ritme kehidupan, baik oleh penjual maupun pembeli. Penjual mengharapkan pelanggan menjalin hubungan yang dekat, seperti saudara.
Selain itu juga, kata tuna sathak, memiliki makna bahwa untuk mengikat pelanggan , ikatan yang mengandalkan keuntungan ekonomis. Pelanggan yang mau menjalin hubungan jangka panjang. Pedagang jawa sering memberi service yang lain seperti menyiapkan dagangan sebelum pembeli datang atau bahkan mengantar ke rumahnya. Hal ini mengikat pelanggan dengan menyesuaikan layanan dengan kebiasaan pelanggannya. Barangkali ini yang dalam bahasa kikinian disebt sebagai total customer experiences.
Namun kini konsep ini meluas tidak hanya untuk orang jawa. Seorang pasien muda datang dengan badan sakit, kaku, spasme otot menurut saya. Ibu muda ini setiap pagi setiap pk 4 hingga selesai berdagang sayur di pal merah. Belanja pada ibu muda ini tinggal menyebut sayur yang diperlukan, bayar, sayur akan diantar si ibu muda atau suaminya ke mobil pelanggan. Sakit badan sedikit, pelanggan menjadi setia.
Pak Mimbar Bambang Saputro, saya jadi jeda nih menulis jurnal. Terpancing tuna stahak, bati sanak.
Salam dari meja kerja.
(Gambar minjem mbah Google. Keburu ilang ide nya kalau ngukus bolu dulu.)

Kue Moaci dan Eyang

Ini salah satu kesukaan eyang kakung. Terpaksa tdk suka lagi karena kini tidak nyaman untuk gigi "pengganti" karena melekat alias lengket sehingga gigi jadi tidak stabil.
Sejenis dengan moaci, berwijen yang juga disukai ayah kami : onde-onde. Tak mudah mencari onde bagus di Jakarta. Pernah suatu masa ada onde bagus dijual penjual asongan di jalanan sepanjang rel kereta api di kawasan Pal Merah. Kala suatu saat ingin membeli untuk ayah kami, tapi berhari-hari tak ada yang menjual. Clingak-clinguk bersama asisten wara-wiri yunior setiap kali lewat dekat setasiun Pal Merah. Kini onde-onde juga sudah tak bisa digigit lagi. Gigi akan bergerak, bukannya tak stabil saja.
Es Baltic saja ya Bapak. Seger.
Moaci Semarang oleh-oleh dr Ria Laymana Terima kasih dear


Tuesday, March 7, 2017

Cublak-cublak suweng

Cublak-cublak suweng. Lagu dolanan anak-anak Jawa ini konon karya Sunan Giri (1442M) ini berisi syair ‘sanepo’ (simbol) yang sarat makna.
Cublak-cublak suweng,
Cublak Suweng artinya tempat Suweng.
Suweng adalah anting perhiasan wanita Jawa. Cublak-cublak suweng, artinya ada tempat harta berharga, yaitu Suweng (Suwung, Sepi, Sejati) atau Harta Sejati.
Suwenge teng gelenter,
Suwenge Teng Gelenter, artinya suweng berserakan. Harta Sejati itu berupa kebahagiaan sejati sebenarnya sudah ada berserakan di sekitar manusia.
Mambu ketundhung gudel,
Mambu (baunya) Ketundhung (dituju) Gudel (anak Kerbau). Maknanya, banyak orang berusaha mencari harta sejati itu. Bahkan orang-orang bodoh (diibaratkan Gudel) mencari harta itu dengan penuh nafsu ego, korupsi dan keserakahan, tujuannya untuk menemukan kebahagiaan sejati.
Pak empo lera-lere,
Pak empo (bapak ompong) Lera-lere (menengok kanan kiri). Orang-orang bodoh itu mirip orang tua ompong yang kebingungan. Meskipun hartanya melimpah, ternyata itu harta palsu, bukan Harta Sejati atau kebahagiaan sejati. Mereka kebingungan karena dikuasai oleh hawa nafsu keserakahannya sendiri.
Sopo ngguyu ndhelikake,
Sopo ngguyu (siapa tertawa) Ndhelikake (dia yg menyembunyikan). menggambarkan bahwa barang siapa bijaksana, dialah yang menemukan Tempat Harta Sejati atau kebahagian sejati. Dia adalah orang yang tersenyum - sumeleh dalam menjalani setiap keadaan hidup, sekalipun berada di tengah-tengah kehidupan orang-orang yang serakah.
Sir-sir pong dele kopong,
Sir (hati nurani) pong dele kopong (kedelai kosong tanpa isi). Artinya di dalam hati nurani yang kosong. Maknanya bahwa untuk sampai kepada menemu Tempat Harta Sejati (Cublak Suweng) atau kebahagiaan sejati, orang harus melepaskan diri dari atribut kemelekatan pada harta benda duniawi, mengosongkan diri, tersenyum sumeleh, rendah hati, tidak merendahkan sesama, serta senantiasa memakai rasa dan mengasah tajam Sir-nya atau hati nuraninya.
************
Pesan moral lagu dolanan "Cublak Suweng" adalah:
“Untuk mencari harta kebahagiaan sejati janganlah manusia menuruti hawa nafsunya sendiri atau serakah, tetapi semuanya kembalilah ke dalam hati nurani, sehingga harta kebahagiaan itu bisa meluber melimpah menjadi berkah bagi siapa saja ”.