Sunday, May 29, 2011

Seri Klaten- Solo-Jogya: Jejamuran – tempat aneka jamur disantap dan dipandang






<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

Hari terakhir di wilayah Klaten-Solo dan Jogya ditutup dengan jamuan makan malam di resto Jejamuran. Memposisikan diri sebagai “benda”, saya siap saja di “gotong” ke sana dan ke mari oleh para tuan rumah. Kali ini tuan rumah dr Sunartono, yang ternyata Sekda Sleman Saya sempatkan mencari di Google, dr Sunartono untuk menjabat sebagai Sekda telah melalui fit and proper oleh Gubernur DIY bersama dua kandidat lain. Selamat dr Sunartono.

Sebelum makan malam di Jejamuran, kami diantar ke Dowa, tempat tas rajutan dibuat. Dowa yang mempunyai merk internasional Sac, terletak di Godean, sepertinya cukup jauh juga dari Godean menuju Jejamuran, sehingga saya sempet merem cukup nyenyak. Jejamuran yang beralamat Niron, Pandowoharjo, Sleman, Yogyakarta ini ter”tulis’ pada bannernya tak buka cabang. (He, mungkin ada yang “mengklaim” sebagai cabangnya .)

Tak mengerti apapun tentang jamur, saya pasrah saja, menu (sudah) dipilihkan tuan rumah yang, pengemar berat Jejamuran (menurut dr Fauziah SpA). Semua menu tampil bersamaan, sate, telur dadar, sop, tongseng, jamur goreng tepung. Saya memilih tongseng duluan, rasanya ya persis tongseng, dan ”daging” nya, yang entah dari jamur apa, terasa sebagai daging namun agak kenyil-kenyil seperti kikil. Tongseng saya makan simultan bersama “sate ayam” yang ukuran “dagingnya” sebesar sate ayam langganan bungsu, kalau tak terkadang terasa sebagai lembaran, siapa menyangka ini sate jamur. Sop dengan butiran putih-putih seperti bakso ikan, sungguh menyegarkan, sambil menyruput kuah sup, saya mengigit dadar jamur Shitake.

Saya tidak sempat keluyuran mencari tahu lebih lanjut karena acara ini menjadi acara reuni lintas angkatan sehingga jumpa teman lama yang memang lama tak jumpa, bahkan ada yang sejak saya lulus. Kalau sulung saya, yang lahir sekitar tiga tahun setelah saja jadi dokter, kini semester dua pendidikan spesialisasinya, terbayang berapa lama tak jumpa, jadilah uplek bernostalgia. Info lain saya dapatkan dari bisikan teman yang saya tindak lanjuti dengan tanya mas Google. Dr Setiati Budi Utami, menjelaskan pemilik jejamuran tadinya bekerja pada orang asing (?) yang membudidayakan jamur, namun bertekat mandiri, ditekati mengeluarkan diri dari zona nyaman, berupaya menanam sendiri. Sukses menanam , lanjut menawarkan dalam bentuk sajian matang, kini pak Ratudjo (ini ngintip dari mas Google) tentunya tak sanggup memasok kebutuhan Jejamuran sendirian, digandenglah petani sekitar.

Resto terdiri dari dua bagian utama , ruang besar didepan yang saat kami berkunjung, Senin 16 Mei 2011, menjelang Waisak, ada “band” mini, he, apa namanya ya, menampilkan lagu-lagu manis. Kemudian arah belakan, ada beberapa ruang tertutup, sehingga bisa menjadi sarana reuni seperti yang kami lakukan. Keduanya dihubungkan selasar yang pada sisi kanan berjejer rapi jamur. Selain lezat, jamur-jamurnya tampil cantik, layaknya bunga.

Kalau ingin alternative hidangan sehat, sekaligus mengagumi jamur , Jejamuran pilihannya

(Bonus: Jumpa Wikimuers mas Yusuf Iskandar, disertai sulungnya, dari Yogya Selatan, menjumpai saya demi empat biji saga, terprovokasi saat saya infokan daun saga bisa menjadi obat batuk. )

No comments: