Pada
malam ke 5 setelah kelahirannya pada 29 Desember 2013, lepas magrib,saya
pangku cucu kami , Ananta Razak Harahap,
saya dapati dalam tidur lelapnya, cucu
kami tersenyum dan berekspresi nyaris tergelak tanpa suara. Bagaimana
menerangkan peristiwa bayi tersenyum damai dalam lelapnya? Dalam kepercayaan
Jawa, bayi tersenyum karena sedang di “liling” atau diajak bermain saudara
kembarnya.
Dipercaya
bayi lahir disertai empat (malaikat)
pelindung, sedulur papat (limo pancer). Pancer adalah tonggak, yaitu dirinya sendiri, dikelilingi empat mahluk tidak kasat mata yang menjadi
pelindung, menemani sedari dilahirkan, hingga kembali ke alam kelanggengan.
Sebelum
agama Islam masuk di tanah Jawa, orang Jawa tidak mengenal konsep malaikat,
orang Jawa menyebut sebagai sedulur papat. Konsep sedulur papat ini ditamsilkan
orang Jawa berdasarkan pengamatan (niteni).
Air
ketuban merupakan saudara tua, melindungi mulai saat janin dalam rahim ibu,
selanjutnya ari-ari (tembuni, plasenta), selanjutnya darah yang membantu janin
tumbuh dan berkembang, serta pusar yang mendistrubusikan makanan yang
dikonsumsi ibu kepada bayi.
Air
ketuban disebut sebagai sang pelindung fisik, karena sejak daam rahim merupakan
pelindung fisik dari bahaya, ari-ari disebut sebagai sang pengantar karena
mengantarkan bayi sesudah bayi lahir, darah dikenal sebagai pembantu setia
manusia menemukan jati dirinya sebagai hamba Tuhan, dan puser , menurut
pemahaman Kejawen merupakan Nabi, mendistribusikan wahyu “ibu” manusia yaitu
Gusti Alah SWT kepada diri kita. Dalam upaya mencari jati diri (limo pancer)
kita ditemani oleh sedulur papat.
Saat
agama Islam masuk tanah Jawa, sunan Kalijaga
mengajarkan konsep malaikat, sedulur papat merupakan empat malaikat yang
menjaga kita ada empat arah, depan belakang, kanan dan kiri. Jibri yang
meneruskan informasi Tuhan untuk kita, Izrafil, pembaca buku rencana Tuhan
untuk kita, Mikail, pembagi rejeki utuk kita, dan Izrail, penunggu berakhirnya
nyawa kita.
Ana kidung akadang premati
Among tuwuh ing kuwasanira
Nganakaken saciptane
Kakang kawah puniku
Kang rumeksa ing awak mami
Anekakaken sedya
Pan kuwasanipun adhi ari-ari ika
Kang mayungi ing laku kuwasaneki
Anekaken pangarah
Ponang getih ing rahina wengi
Angrowangi Allah kang kuwasa
Andadekaken karsane
Puser kuwasanipun
Nguyu uyu sambawa mami
Nuruti ing panedha
Kuwasanireku
Jangkep kadang ingsun papat
Kalimane pancer wus dadi sawiji
Nunggal sawujudingwang
(Ada nyanyian tentang saudara kita yang merawat dengan hati-hati. Memelihara berdasarkan kekuasaannya. Apa yang dicipta terwujud. Ketuban itu menjaga badan saya. Menyampaikan kehendak dengan kuasanya. Adik ari-ari tersebut memayungi perilaku berdasar arahannya.
Darah siang malam membantu Allah Yang Kuasa. Mewujudkan kehendak-Nya. Pusar kekuasaannya memberi perhatian dengan kesungguhan untuk saya. Memenuhi permintaan saya. Maka, lengkaplah empat saudara itu. Kelimanya seagai pusat sudah jadi satu. Manunggal dalam perwujudan saya saat ini).
Sumber:
http://yayasanalmahdykarawang.wordpress.com/sadulur-papat-lima-pancer/
No comments:
Post a Comment