Saya ingat penjual telur di Malang, yang secara berkala datang. Setiap
kali datang akan mengobrol berjam-jam dengan ibu kami. Say tidak
keberatan, sambil beredar di seputar ibu, karena sering dapat hadiah.
Ibu kalau tak salah dari madura ini sering membuat bolu kukus. Bolu
kukus dibuat dari telurnya yang pecah, dari pada rusak karena tidak
laku, dibuat bolu kukus besar. Jadilah saya selalu mengharap ibu hanya
belanja dari si ibu manis ini.
Peribahasa diatas dalam bahasa indonesia berarti “biar rugi sedikit, yang penting jadi saudara”. Dalam pandangan Jawa, perdaganagn bukanlah semata-mata proses jual beli, namun lebih dari itu. Perdagangan dianggap sebagai bagian dari ritme kehidupan, baik oleh penjual maupun pembeli. Penjual mengharapkan pelanggan menjalin hubungan yang dekat, seperti saudara.
Selain itu juga, kata tuna sathak, memiliki makna bahwa untuk mengikat pelanggan , ikatan yang mengandalkan keuntungan ekonomis. Pelanggan yang mau menjalin hubungan jangka panjang. Pedagang jawa sering memberi service yang lain seperti menyiapkan dagangan sebelum pembeli datang atau bahkan mengantar ke rumahnya. Hal ini mengikat pelanggan dengan menyesuaikan layanan dengan kebiasaan pelanggannya. Barangkali ini yang dalam bahasa kikinian disebt sebagai total customer experiences.
Namun kini konsep ini meluas tidak hanya untuk orang jawa. Seorang pasien muda datang dengan badan sakit, kaku, spasme otot menurut saya. Ibu muda ini setiap pagi setiap pk 4 hingga selesai berdagang sayur di pal merah. Belanja pada ibu muda ini tinggal menyebut sayur yang diperlukan, bayar, sayur akan diantar si ibu muda atau suaminya ke mobil pelanggan. Sakit badan sedikit, pelanggan menjadi setia.
Pak Mimbar Bambang Saputro, saya jadi jeda nih menulis jurnal. Terpancing tuna stahak, bati sanak.
Salam dari meja kerja.
(Gambar minjem mbah Google. Keburu ilang ide nya kalau ngukus bolu dulu.)
Peribahasa diatas dalam bahasa indonesia berarti “biar rugi sedikit, yang penting jadi saudara”. Dalam pandangan Jawa, perdaganagn bukanlah semata-mata proses jual beli, namun lebih dari itu. Perdagangan dianggap sebagai bagian dari ritme kehidupan, baik oleh penjual maupun pembeli. Penjual mengharapkan pelanggan menjalin hubungan yang dekat, seperti saudara.
Selain itu juga, kata tuna sathak, memiliki makna bahwa untuk mengikat pelanggan , ikatan yang mengandalkan keuntungan ekonomis. Pelanggan yang mau menjalin hubungan jangka panjang. Pedagang jawa sering memberi service yang lain seperti menyiapkan dagangan sebelum pembeli datang atau bahkan mengantar ke rumahnya. Hal ini mengikat pelanggan dengan menyesuaikan layanan dengan kebiasaan pelanggannya. Barangkali ini yang dalam bahasa kikinian disebt sebagai total customer experiences.
Namun kini konsep ini meluas tidak hanya untuk orang jawa. Seorang pasien muda datang dengan badan sakit, kaku, spasme otot menurut saya. Ibu muda ini setiap pagi setiap pk 4 hingga selesai berdagang sayur di pal merah. Belanja pada ibu muda ini tinggal menyebut sayur yang diperlukan, bayar, sayur akan diantar si ibu muda atau suaminya ke mobil pelanggan. Sakit badan sedikit, pelanggan menjadi setia.
Pak Mimbar Bambang Saputro, saya jadi jeda nih menulis jurnal. Terpancing tuna stahak, bati sanak.
Salam dari meja kerja.
(Gambar minjem mbah Google. Keburu ilang ide nya kalau ngukus bolu dulu.)
No comments:
Post a Comment