Rumah kami merupakan rumah yang posisinya dikatakan kurang
“baik”, secara feng shui. Merupakan rumah yang istilahnya tusuk sate, atau
totogan jalan. Jalan Dempo (?) tegak lurus menusuk rumah di arah garasi. Posisi
ini menyebabkan rumah kami seperti pada pertigaan, menjadi tempat mangkal yang
bagus untuk tukang becak.
Seringnya orang tua kami pergi, menyebabkan ibu seperti
“menitipkan” kami pada lingkungan, termasuk para tukang becak. Untuk ke sekolah, sebetulnya tinggal jalan kaki, karena sekolah
kami di jalan Panderman, nyaris segaris lurus dengan jalan Rinjani. Keluar
rumah, ke kiri, menyebrang Taman Indrokilo yang sekarang ada musiumnya, agak ke
kanan sedikit, lurus, di situ jalan Panderman. Namun, di kala ibu mendapati
cuaca tak indah, sering ibu meminta kami diantar tukang becak ke sekolah.
Berbecak, tidak hanya untuk jarak pendek. Kala itu bila ke kakak bapak yang
mukim di jalan Tangkubanprau, becak sering mengantar kami.
Ibu menyediakan air minum untuk para tukang becak dan para
pejalan kaki yang lewat dengan meletakkan kendi di atas pagar. Kendi kemudian
berubah menjadi gentong dengan siwur, karena kendi tidak mencukupi, karena
harus sering diisi. Saya sering duduk di teras, uncang – uncap pada dinding
batunya. Senang saja melihat dan mendengar para pak becak melambai dan berseru
setelah melepas dahaga; “ Suwun nggih mbak”.
Kini saya kenang dengan terharu. Ibu memang penuh kasih
sayang.
No comments:
Post a Comment