Tuesday, August 12, 2008

Malang. Telusuri dengan hati


Saat turun gunung (dari Batu), di Sabtu 2 Agustus 2008, makan malam di toko Oen, saya jumpai buku ini. Karya Dwi Cahyono: Malang, telusuri dengan hati.; 2007


Lahir di Malang, konon rumah masa bayi saya di Sarangan, bilangan bulan sudah ke Bandung. Taman – kanak-kanak (TK) tinggal di Lebaksari (?), dan Sekolah Dasar (SD) di jalan Rinjani, gambaran Malang untuk saya (saat ini) tidak utuh.
Buku ini membantu saya membangun Malang , dalam kenangan , dengan konteks kini. Saya membukanya mulai daftar isi, penulis membagi Malang dalam 10 (sepuluh ) kawasan: Arjosari; Blimbing; Celaket; Kayutangan ; Alun-alun; Tugu; Ijen; Dinoyo; Rampal dan Sukun.


Saya (merasa) tidak mengenal kawasan Arjosari, dan saat saya buka peta halaman 16 dan 17 , wah, memang bukan area saya (dulu). ternyata naik –turun pesawat di bandara Abd saleh dan kalau ke Malang diajak makan siang di Araya, ke duanya masuk kawasan Arjosari.
Banyak galeri , ada pabrik sepatu, dan tempat wisata dengan monyetnya dengan perpustakaan mpu Tantular di kawasan Arjosari. Sepertinya , kalau ke Malang lagi, akan saya coba mengunjungi.


Kawasan ke dua , Blimbing, saya mengenalnya sebagai pasar mangga. Banyak mangga golek, saya senang mangga golek, karena di rumah kami di jalan Rinjani , pohon mangga golek selalu sarat buahnya. Jalan di depan pasar menurut saya (saat kecil) cukup lebar, kini ,sempit ya. Ternyata ada daerah pengrajin tempe , Sanan ada di kawasan ini. LP (Lembaga Pemasyarakatan) Lowokwaru, sekarang tidak tampak dari jalan raya. Saat saya kecil, para penghuni LP , bercocok tanam di halaman, termasuk padi, yang tampak kalau kami lewat.


Pada kawasan Celaket, di tampilkan kompleks perumahan, sekolah- sekolah dan RS. Kakak saya pernah sekolah di SD di kawasan Celaket, masih tersimpan foto saat natal kakak saya berperan jadi salah satu dari tiga raja dari Timur. Waduh, baru tahu saya kalau jembatan Celaket – Mojopahit menjadi bouwplan, menjadi tempat menarik untuk di kunjungi. Selama ini saya lewat saja. Toko Avia (dulu toko Sian – seingat saya), tempat yang sering saya kunjungi. Jam, pertigaan celaket, gedung PLN, bersama toko Avia pernah sengaja saya foto untuk oleh-oleh ayah saya.


Kawasan Kayutangan ternyata menyimpan pasar burung dan ikan yang terhapus dari kenangan saya , juga pasar bunga. Yang teringat saat membaca ya, Senaputra, yang ternyata obyek wisata, saya tak punya sisa gambaran dalam ingatan. Yang paling melekat pada ingatan saya toko Oen, retoran keluarga yang entah kok toko.


Kawasan alun-alun juga tidak membekas pada ingatan saya, saya hanya ingat kalau ke Pecinan, lewat Alun-alun. Dwi cahyono menulis tentang pasar bunga, dan aktivitas rutin petugas memberi makan burung. Yang sekarang menjadi atraksi wiata. Pecinan di jalan pasar besar masuk kawasan ini. Pecinan tempat ibu membeli perhiasan emas, dan kalu ibu masuk pasar , saya sering dititipkan di salah satu toko. Saya kehilanan gedung bioskop.


Tugu merupakan kawasan yang saya ingat. Ada foto ayah saya, dan saat aya kecil diambil di lokasi Tugu,


Rumah kami di jalan rinjani masuk kawasan Ijen. Senang sekali melihat peta , tampak lokasi rumah kami, totogan jalan Tanggamus. Monumen Melati tidak saya kenal. Yang menyenangkan, kawasan tetap terjaga seperti saat kami masih di Malang. Ada gedung Graha Cakra, yang pernah jadi RRI, dan sebelum nya tempat dansa ayah – ibu saya, serta tempat saya belajar menari. Dwi Cahyono menulis tentang perpustakaan kota dan kompleks toko buku Wilis, pusat jajanan Pulosari dan yang terbaru, Mall Olympic Garden (MOG). Yang saya cari, rujak di lapangan tenis, kemana ya.


Kawasan ke Sembilan Dinoyo, wah saya tidak ngeh. Ternyata ada industri keramik, univ Brawijaya, dan beberapa universitas lain dan Matos yang sempat menghebohkan . Ada Kampung saniter!


Rampal merupakan kawasan ke sepuluh.lapangan rampal masih ada. Pernah terdengar berita, akan di tukar guling jadi mall. Untungnya tidak, sekarang di pagari cantik ,dan menjadi pusat aktivitas.
Dwi Cahyono mengawali tulisan tiap kawasan dengan menampilkan peta sekarang dan peta lama berbahasa belanda. Pada halaman 126 dan 127 nama jalan di sajikan dengan nama sekarang dan nama dengan ejaan lama. Sangat memandu saat saya membuka buku sambil bernostalgia. Foto-foto tampil hitam- putih dan berwarna , mengantar membaca dan menelusuri dengan hati.


Buku Malang, telusuri dengan hati , saya peroleh dengan harga .Rp 90.000.
Diterbitkan Inggil Documentary- 2007

2 comments:

Anonymous said...

Bu dokter... tulisan ini jadi pingin ke malang.. Inget masih kuliah dulu...semua yang disebut diatas seakan memutar memory waktu thn 90an..he..he.
Malang is always my most fav city ever..

dr. Nury Nusdwinuringtyas, SpRM, M.Epid said...

Wah, aru tahu kalau mas Bagus kuliah di Malang.
Pak Phil, dari Malang, mas Bayu , eyangnya konon di Malang.

Ke Malang bersama?