Menanti pergantian tahun sambil nonton wayang orang ke , membuat saya ingin mengacak-acak sedikit dongeng versi pakemnya, atau kerennya menganalisa. Wangsa di sini diartikan sebagai keturunan, kerennya dinasti mungkin. He , he… Kisah di mulai saat Dewi Durgandini, alias Roro Amis saat masih menyandang sakit, keringatnya berbau amis, bertemu dan disembuhkan raden Palasara. Menepati sumpahnya, Dewi Durgandini menjadi istri penyembuhnya , yaitu Raden Palasara, dan hasil sumpah menurunkan Abiyasa. Dewi Durgandini juga ber puta empat orang lagi , yang lahir dari “penyakitnya” yang dimakan binatang air. Gampang ya, punya anak. Enaknya Dewi Durgandini, Abiyasa diserahkan ke ayahndanya, yang ingin pulang ke Sapta Arga, sedangkan yang empat lagi di serahkan kakandanya, di besarkan di Wiratha, kerajaan ayahnda Dewi Durgandini. Dewi Durgandini sendiri tetap bertapa dipinggir samudra sambil bekerja sebagai tukang satang (penyeberang menggunakan perahu).
Suasana mulai rusak saat Prabu Sentanu dari kerjaan Hastina yang sedang mencari permaisuri berjumpa dengan Dewi Durgandini, mulailah sumpah dan sumpah di adu. Prabu Sentanu mencari permaisuri, sesungguhnya hanya ingin mencarikan ibu bagi putra semata wayangnya dengan Btari Hangga (?). Pangeran Dewabrata dipastikan Prabu Sentanu untuk menggantikan menjadi raja Hastina, dengan sumpah. Prabu Sentanu yang terpesona oleh kecantikan Dewi Durgandini sontak melamar Dewi Durgandini, dan memaksakan kehendaknya meski Dewi Durgandini menyebutkan, sudah menjadi istri Palasara. Dewi Durgandini mengajukan syarat, saya berfikir, apa ini setengah menolak ya, atau biar kesannya sukar diraih, lha syaratnya bila jadi permaisuri Hastina, bila mempunyai keturunan laki-laki, harus jadi raja Hastina. He he, serunya Dewabrata rela menyerahkan tahtanya dan karena Dewi Durgandini ragu, takut kelak keturunan Dewabrata akan mengusik tahta, Dewabrata bersumpah tidak akan menikah. Seperti layaknya sumpah (dilingkungan pewayangan), diucapkan dengan minta kesaksian para dewa dan seisi bumi.
Memperpendek kisah, lahir dua putra laki-laki Prabu Sentanu dengan Dewi Durgandini, Citragada dan Citrawirya, dan salah satunya menjadi raja Hastina. Cerita lanjut, prabu Sentanu sudah tidak muncul di panggung. Dewabrata memang kakak yang baik, sudah jadi resi, mencarikan istri kedua adiknya, berhasil memboyong tiga putri, dua Dewi Ambika dan Dewi Ambalika untuk ke dua asiknya, yang satu, Dewi Amba, maunya ngikut Dewabrata. Dewabrata menjelaskan sumpahnya, namun Dewi Amba nekat, akhirnya Dewi Amba tak sengaja terbunuh oleh Dewabrata, biar seru, tampah satu sumpah lagi, sebelum meninggal Dewi Amba bersumpah, kelak Bhratayudha, akan menjemput sang Dewabrata. Sumpahnya sudah tiga ya.
Pada Dewa (ternyata) kebingungan dengan segenap sumpah, salah seorang dewa turun ke bumi , menjelma menjadi Gandarwaraja, mengamuk di Hastina, dan menewaskan Citragada dan Citrawirya. Btara Citra(?) menyampaikan kepada Dewabrata, ke dua Citra ditumpas karena yang berhak atas penerus wangsa Bhrata ya Dewabrata, mungkin berdasarkan urutan file sumpah di kantor para dewa. Dewabrata menjelaskan sumpahnya kepada utusan petinggi dewa, sang dewa utusan bingung, juklaknya (mungkin) ngga sampai bagaimana mengeliminir sumpah tidak akan menikahnya Dewabrata, sang dewa cepat-cepat pulang ke kahyangan (sebelum malu ngga bisa mengatasi masalah). Wangsa Bhrata terancam punah, Dewi Durgandini sedih, cita-citanya nampaknya tak terlaksana, namun Dewabrata memberi solusi. Dewi Durgandini diingatkan masih punya putra lelaki, Abiyasa. Nah, terkisah Abiyasa menjadi suami pengganti untuk dua istri saudara lain ayahnya, dan dari masing-masing putri lahir Destarastra dan Pandudewanata. Lha, ini sesungguhnya kan wangsa Bharata naturalisasi ya, kan ayah Abiyasa, Palasara, bukan wangsa Bharata. Dewi Durgandini.tercapai cita-citanya, putranya jadi raja Hastina, namun perebutan tahta justru terjadi antata keturunan ke dua cucu Dewi Durgandini. Kalau para dewa tidak jail menewaskan Citragada dan Citrawirya, keturunan Bharata tidak perlu naturalisasi dan tidak ada perang antar keturunan wangsa Bharata naturalisasi.
Nah, ternyata Bharatayudha, itu rekayasa para dewa ya, dan proyek naturalisasi rupanya sudah lama ada.
Jangan dipikir serius , ini wayang mbelingnya Nury. Mau yang bener, silahkan nonton di Gedung kesenian Wayang Orang Bharata, jalan Kalilio Senen-jakarta Pusat. Gampang pesen ticketnya, bisa sms Gampang pesen ticketnya, bisa sms Pak Yunus, 08561211842ada FB nya juga.
Selamat tahun baru 2011.
No comments:
Post a Comment