Wednesday, May 28, 2014

Ke Cirebon? Ya Nasi jamblang


Nasi (kucing) jamblang



Beberapa kali ke Cirebon saya belum berkesempatan menikmati santapan khas Cirebon dengan “benar” sehingga bisa membuat catatan. Semasa kecil, setidaknya setahun sekali kami akan ke Surabaya pulang pergi dengan ayah yang mengemudikan, makannya di resto pinggir laut, sekedar makan siang sambil beristirahat, tak ada yang bisa saya kenang untuk dikisahkan.    Akhir Januari 2014, dengan rombongan besar, satu setengah gerbong Cirebon Express, tidak juga memberikan saya peluang. Saya tetap penasaran, sehingga saat para teman SMA saya mengajak ke Cirebon di tengah hari kerja,  Selasa, 20 Mei  2014, saya cuti, khusus untuk mengikuti sehari  ke Cirebon. Kami berenambelas dengan Cirebon Express pk 6 pagi, tiba di Cirebon pk 9 , acara pertama  ke nasi jamblang!

Entah tepat pk 9 atau tidak, tidak terlalu saya fikirkan, yang agak mengganggu hanya (ternyata) Cirebon panas, sehingga air condition  (AC) dalam bus terkalahkan. Segera bus bergerak, ternyata kami berlabuh di depan bangunan tertulis Nasi jamblang ibu Nur.

Pada penelusuran google, saya baru ingat ada buah yang bernama jamblang, namun nasi Jamblang tak ada kaitannya dengan buah jamblang. Konon nama ini melekat dari nama satu desa di Cirebon bernama desa Jamblang. Terkisah, pada zaman penjajahan,  nasi Jamblang dulunya merupakan nasi bungkus yang disediakan untuk pekerja paksa.  Dibungkus daun jati, karena daun jati dengan porinya yang besar mengawetkan makanan yang dibungkus, sehingga tidak cepat basi. 

Bangunan  bertuliskan “Nasi Jamblang ibu Nur, yang beralamat di Jalan Cangkring II No. 34 Cirebon. merupakan bangunan dua lantai, lantai pertama beruang AC dan lantai kedua disediakan ruangan bagi yang suka merokok. Saat saya memuat foto-foto resto nasi jamblang ibu Nur, ada komentar : “Saya langganan tempat ini juga dok, klo ke crb.. dari mulai warung yang kecil dan sempit sampai tingkat 2 spt ini … hehehe” . Komentar yang membuktikan tersohor dan  berkembangnya nasi jamblang bu Nur yang buka sejak pk 7.00 pagi hingga malam,  nampak pula dari penuhnya ruangan ketika kami tiba sekitar pk 10.

Saat datang, saya belum tahu bagaimana penyajiannya, saya tadinya mengira, kami akan duduk dan pesanan akan dihantarkan.   Memasuki ruangan yang terpandang pertama bangku-bangku kayu panjang dengan meja panjang di tengahnya. Menengok ke kanan, tampak meja panjang dengan deretan aluminium, ada yang polos, ada yang berbunga, seperti yang saya kenal saat masih kecil, sarat dengan aneka lauk. Ho, ternyata penyajian “prasmanan” dengan beberapa pramusaji yang siap membantu. Beberapa pramusaji yang membantu memang di perlukan, karena kalau melihat daftar menu (lengkap dengan harga) yang  sengaja saya  foto, terdapat 41 lauk. Piring yang dialasi daun jati tersedia pada arah pintu masuk, segera kita disambut pramusaji yang akan menyendokkan nasi. Kalau melihat jumlah nasinya, konsepnya seperti nasi kucing, nasi dengan takaran yang tak banyak, kendati demikian saya dan beberapa teman memilih meminta nasi separuh, kira- kira tiga sendok makan nasi. Setelah itu bergerak masuk, memilih lauk. Nasi saya segera “terkubur” dalam lauk yang saya pilih, pepes rajungan, lalu udang, kemudian cumi dengan sayurnya terong. Setelah itu ke kasir. Ada tulisan “Maaf. Harap bayar dulu sebelum makan ya….”. 




Minuman dapat dipesan saat membayar makanan pada kasir atau tersendiri saat duduk.
Hemm….., tak bisa berkata-kata karena saya mendapati cumi yang empuk, rajungan yang lezat, udang yang memikat dan sayur terong berbumbu yang pas untuk saya.
Masih ada lebih dari 30 lauk yang belum saya coba, peluang untuk kembali berkunjung……..


(Terima kasih kepada bapak dan ibu  Drs Tri Yuswoyo , M Sc., M.Mar.Eng.- direktur KPLP/ Kesatuan Penjagaan laut dan pantai, Ditjen Hubla dan bapak Marnansyah SH, KSOP/ Kepala Syahbandar dan Otorita Pelabuhan – Cirebon yang telah mentraktir kami , 18 alumnus SMA santa Ursula)

No comments: