Undangan mas Loyke mantu, 15 Mei 2011 sudah dikumandangkan sejak sekitar 7 bulan sebelumnya, sehingga saya berkesempatan mencari acara sampingan. Pernah terbaca pada status seorang senior, beliau nonton Ramayana di Prambanan, teringatlah masa kecil saya, samar-samar pernah diajak ibu almarhummah nonton “ketek”. Saya segera mencari pada Google, tanggal 14 Mei 2011, ada pertunjukan. Keinginan saya disambut yang punya rumah, dr Liliek SpOG dan nyonya, dr Yunisa, dan dari 48 kawan yang menghadiri mantunya mas Loyke, 14 orang menyertai saya nonton.
Pertunjukan berlangsung di pelataran candi Prambanan, pada panggung terbuka berbentuk U, dengan ketinggian 180 cm dari tanah, panjang 50 meter dengan lebar 16 meter. Saya ngga sempat menghitung penari, namun saat semua penari keluar diakhir pertunjukan, penuhlah panggung. Pada penelusuran, saya baca setidaknya 250 orang penari terlibat.
Saya menikmati pertunjukannya justru setelah di rumah, dari reaman kamera, karena saya terpesona candi Prambanan yang menjadi latar belakang. Saya kutak-kutik kamera digital mungil saya untuk mendapatkan panggung dengan candi Prambanan sebagai latar. Meski demikian, saya masih sempat mengikuti jalannya cerita kok. Teramati pemeran Rama, sepertinya (harus) atlit panahan, Rama dengan tepat mengarahkan panahnya pada kijang, sehingga bisa ditangkap kijang yang kemudian “berubah” menjadi Kalamarica. Panah terlepas dari busurnya dengan titis juga, saat adegan Sugriwa- Subali.
Ramayana sebagai pertunjukan kolosal digagas Ir Soekarno, presiden Republik Indonesia yang pertama, dan pertunjukan pertama berlangsung pada tahun tahun 1961. Cocok dengan ingatan saya, saya “merasa” menonton tahun 60an, saat ayah saya di Makasar, saya masih di Sekolah Dasar, bersama kakak, diajak ibu dengan teman-teman sekolahnya. Rupanya ibu saya nonton sambil reuni. Jadi pertunjukan ini sudah berlangsung sekitar 50 tahun. Hebat . Karcis berkisar mulai Rp 75.000,-, hingga Rp 250.000,- dengan bangku –bangku permanen dari semen, kecuali pada dua sudut, tempat penari terkadang melintas, terdapat kursi lipat. Terjadual pertunjukan mulai pk 19.30 hingga 21.30. Diselenggarakan saat bulan purnama. SENDRATARI RAMAYANA - PRAMBANAN ini beralamat Jalan Raya Yogya-Solo km 16 Prambanan, Yogyakarta dengan tlp. 0274 496408. Fax 0274 496408
Cerita dibagi dalam beberapa babak. Dimulai sejak prabu Janaka menyelenggarakan sayembara, mencarikan jodoh putrinya yang jelita, Dewi Sinta. Pemenangnya: prabu Ramawijaya! Cerita tidak berhenti, karena salah seorang peserta sayembara, prabu Rahwana, tak menyerah meski kalah. Kenapa ya, bulan madu saja kok ditengah hutan,dan menjadi penggalan ke dua pertunjukan yaitu, episode hutan Dandaka. Tampil pada tengah panggung Rama-Sinta memadu kasih, dengan Lesmoni, jadi kambing congek, mengekori. Rahwana berusaha memisahkan Rama dari Sinta dengan meminta Kalamarica menggoda. Kalamarica mengubah diri menjadi kijang yang cantik, lincah menari-nari, sehingga Dewi Sinta tergoda, meminta suaminya raden Rama untuk menangkap. Atas nama cinta, Rama mengejar kijang, dan meminta adiknya Lesmono menjaga Dewi Sinta. Heran juga ya, kok ngga Lesmono saja ya, yang disuruh ngejar kijang. He, dongengnya bisa bedoa donk.
Berniat memisahkan Rama dari Sinta, terkisah Kijang Kencana berlari jauh, sehingga Rama gemes, dipanahlah sang Kijang, dan berubahlah kembali menjadi Kalamarica. Set panggung berubah mengisahkan Sinta yang ditinggal, dijaga Lesmana. Merasa Rama pergi lama, Sinta meminta Lesmana mencari sang kakak. Dalam buku yang pernah saya baca, Lesmana menolak untuk meninggalkan Sinta, namun karena Sinta menuduh, bahwa Lesmana juga ikutan naksir Sinta, (mungkin) Lesmana jadi ngga enak hati, Lesmana meninggalkan Sinta, namun menjaga dengan meminta Sinta tetap berada dalam lingkaran yang dimanterai.
Rahwana mengetahui Sinta ditinggal sendiri, berusaha mendekati Sinta, namun takdapat mendekati Dewi Sinta. Tak kehilangan akal, Rahwana mengubah menjadi pengemis, sehingga luluhlah hati Dewi Sinta, dan menjulurkan tangannya melewati garis mantera. Sekejap, cukup untuk Rahwana menyambat tangan Dewi Sinta, menarik keluar lingkaran, judulnya : menculik.
Rahwana membawa Dewi Sinta ke balik panggung, ditengah panggung tampail Jatayu. Bueung Garuda, yang akhirnya tewas oleh Rahwana, saat berupaya menggagalkan niat Rahwana. Jatayu sebelum ajalnya, menceriterakan ke mana Sinta menghilang. Ditengah kesedihan kehilangan Sinta, datang kera putih, Hanuman, yang diperintahkan pamannya Sugriwa, mencari dua kesatrai, adalm upaya mencari bantuan, untuk mengambil kembali istrinya Dewi tara, yang direbut kakaknya , Subali. Terkisah, Rama berhasil membunuh Subali dengan panahnya. Rama memanah Subali dari sisi kanan penonton, tepat pada posisi yang diisi kursi lipat. Para penari , terutama Rama, tidak hanya beraksi di panggung persegi empat, namun sesekali ada adegan meninggalkan panggung menuju arah penonton, dan ada yang muncul dari arah penonton. Terdapat dua sisi yang dijadikan jalan, dan rasanya cukup jauh untuk ke balik panggung dari sisi luar arena pertunjukan. Sebagai rasa terima kasih, sugriwa membantu Rama mencari Dewi Sinta.
Alkisah dikerajaan Alengkadirja, menampilkan Kumbokarno diusir sang kakak prabu Rahwana, karena tidak mengetujui tindakan sang kakak, yang menculik istri orang lain. Rahwana tak bergeming, bahkan berusaha membujuk Dewi Sinta, yang dimukimkan di Taman Argosoko, ditemani keponakan sang prabu, Dewi Trijata. Disinilah Hanoman obong, Hanoman yang menjadi utusan raden rama berhasi menyusup kedalam taman, membuat keonaran dan sengaja tertangkap, sehingga terjadilah kisah Hanoman obong, Pembakaran Hanoman, di visualisasikan dengan api sesungguhnya, Hanoman membakar “gubug” rumbia yang terdapat pada latar belakang panggung. Apinya panas hingga tersa ke kursi kami.
Setelah itu adegan beberapa penari berkostum biru, ada “ekor” ikan, kemudian dari kanan panggung muncul kera-kera berkostum merah membawa “batu:. Aha, saya ingat, ini Rama tambak. Adegan berlanjut dengan perang, namanya perang Brubuh, Kumbokarno, atas nama bangsa dan Negara Alengka, mau menkadi panglima meski pernah diusir kakaknya. Rahwana gugur terkena panah pusaka Rama. Sinta diantar hanuman menghadap Rama, namun Rama meragukan kesucian sinta. Sintapun membakar diri, adegan dilakukan pada puncak tangga yang terletak di tengah arena. Nah, yang ini bukan api, tapi kepulan dry ice, karena terkisah api tak mampu “menjilat” Sinta, karena Sinta tak ternoda. Rama menerima kembali Sinta, adegan ditutup dengan keluarnya semua penari, penuhlah panggung. Para penonton dipersilahkan mengambil foto dengan para penari.
Sempat kuatir kalau perlu ke toilet, sehingga selama pertunjukan ngga berani minum, pulangnya baru terlihat toilet yang bersih dengan keramik putih, namun saya ngga lihat orang antri, mungkin semua berfikiran sama, ogah ke toilet. Ditengah pertunjukan ada jeda dan ada refreshment yang diseduakan untuk yang dengan karci Rp 250.000. Sesunggungnya ada dinner juga, entah dengan bayar lagi, atau Rp 250.000, terikut dinner yang dijadualkan antara pk 19.00- pk 20. 00
He, terpenuhi keinginan menonton Balet Ramayana. Matur nuwun dr Liliek P spOG dan dr Yunisa. Apalagi pulangnya langsung,….mie jawa.