Monday, January 13, 2014

Cucu kami punya empat “saudara kembar”- Sedulur papat (limo Pancer)





Pada malam ke 5 setelah kelahirannya pada 29 Desember 2013, lepas magrib,saya pangku  cucu kami , Ananta Razak Harahap, saya dapati dalam tidur  lelapnya, cucu kami tersenyum dan berekspresi nyaris tergelak tanpa suara. Bagaimana menerangkan peristiwa bayi tersenyum damai dalam lelapnya? Dalam kepercayaan Jawa, bayi tersenyum karena sedang di “liling” atau diajak bermain saudara kembarnya.
Dipercaya bayi lahir  disertai empat (malaikat) pelindung, sedulur papat (limo pancer). Pancer adalah tonggak,  yaitu dirinya sendiri, dikelilingi  empat mahluk tidak kasat mata yang menjadi pelindung, menemani sedari dilahirkan, hingga kembali ke alam kelanggengan. 

Sebelum agama Islam masuk di tanah Jawa, orang Jawa tidak mengenal konsep malaikat, orang Jawa menyebut sebagai sedulur papat. Konsep sedulur papat ini ditamsilkan orang Jawa berdasarkan pengamatan (niteni).

Air ketuban merupakan saudara tua, melindungi mulai saat janin dalam rahim ibu, selanjutnya ari-ari (tembuni, plasenta), selanjutnya darah yang membantu janin tumbuh dan berkembang, serta pusar yang mendistrubusikan makanan yang dikonsumsi ibu kepada bayi.

Air ketuban disebut sebagai sang pelindung fisik, karena sejak daam rahim merupakan pelindung fisik dari bahaya, ari-ari disebut sebagai sang pengantar karena mengantarkan bayi sesudah bayi lahir, darah dikenal sebagai pembantu setia manusia menemukan jati dirinya sebagai hamba Tuhan, dan puser , menurut pemahaman Kejawen merupakan Nabi, mendistribusikan wahyu “ibu” manusia yaitu Gusti Alah SWT kepada diri kita. Dalam upaya mencari jati diri (limo pancer) kita ditemani oleh sedulur papat.


Saat agama Islam masuk tanah Jawa, sunan Kalijaga  mengajarkan konsep malaikat, sedulur papat merupakan empat malaikat yang menjaga kita ada empat arah, depan belakang, kanan dan kiri. Jibri yang meneruskan informasi Tuhan untuk kita, Izrafil, pembaca buku rencana Tuhan untuk kita, Mikail, pembagi rejeki utuk kita, dan Izrail, penunggu berakhirnya nyawa kita.

Sunan Kalijaga menciptakan kidung bagus agar kita mengingat sedulur papat:
Ana kidung akadang premati
Among tuwuh ing kuwasanira
Nganakaken saciptane
Kakang kawah puniku
Kang rumeksa ing awak mami
Anekakaken sedya
Pan kuwasanipun adhi ari-ari ika
Kang mayungi ing laku kuwasaneki
Anekaken pangarah

Ponang getih ing rahina wengi
Angrowangi Allah kang kuwasa
Andadekaken karsane
Puser kuwasanipun
Nguyu uyu sambawa mami
Nuruti ing panedha
Kuwasanireku
Jangkep kadang ingsun papat
Kalimane pancer wus dadi sawiji
Nunggal sawujudingwang

(Ada nyanyian tentang saudara kita yang merawat dengan hati-hati. Memelihara berdasarkan kekuasaannya. Apa yang dicipta terwujud. Ketuban itu menjaga badan saya. Menyampaikan kehendak dengan kuasanya. Adik ari-ari tersebut memayungi perilaku berdasar arahannya.
Darah siang malam membantu Allah Yang Kuasa. Mewujudkan kehendak-Nya. Pusar kekuasaannya memberi perhatian dengan kesungguhan untuk saya. Memenuhi permintaan saya. Maka, lengkaplah empat saudara itu. Kelimanya seagai pusat sudah jadi satu. Manunggal dalam perwujudan saya saat ini).
Sumber:
http://yayasanalmahdykarawang.wordpress.com/sadulur-papat-lima-pancer/

No comments: