“Ibu ngga punya kampung ya”, demikian asisten wara-wiri senior bertanya dengan serius lebih dari sepuluh tahun lalu. Rupanya , Amin, mulai heran , ikut sejak sulung lahirpun belum, setiap lebaran kami anteng nungguin Jakarta. Libur lebaran , tetep uplek gawe ke rumah sakit, agak bosan juga, akhirnya saya dan bungsu memilih pulang ke “kampung“ sulung, Kepulauan Seribu, yang “dipinjam” saat ikutan ajang Abang- None. Undangan mengunjungi Kepulauan Seribu ini sesungguhnya sudah kami terima sejak setahun yang lalu, tetapi saat itu cuaca tak memungkinkan, ombak yang besar, menyebabkan agustus 2008 kami urung ke Kepulauan Seribu.
Sabtu 26 September 2009, go show saja pada pk 11.00 dari poli di rumah sakit di kawasan Jakarta Barat. Dipandu tuan rumah , yang bekerja di RSUD (Rumah Sakit Umum daerah) kepulauan Seribu, kami menuju Muara Angke. Lha, Muara Angke ini kok ngga jauh dari kawasan gawe ndoro kakung, dan kampus anak di Pluit, tinggal beda arah dikit.
Memasuki ujung kawasan, ada kapal-kapalan, yang menurut bungsu , sudah lama ada disitu. Lanjut, wau, masuk deretan aneka “hewan” laut, pasar…. Kepiting besar-besar, capitnya ditelikung , agar ngga bisa njawil. Kerang hijau, di tumpuk pada wadah seperti pot bunga besar, cumi sebesar lengan. Weit, ada udangbesar, favorit saya, kalau ngga inget mau ke pulau, bisa ngider .
Dipandu karyawan RSUD Kepulauan Seribu , tujuan utama kami, segera kami menaiki kapal, di sarankan untuk di atas, agar tidak terlalu guncang dan dapat melihat pemandangan. Tuan rumah kami, masSugiharto, istrinya suster membantu saya, dan (dulu) mas Sugiharto pekarya saat saya masih di Puskesmas (bingung?). Saat sudah di kapal didapat informasi, tadi pagi sudah berangkat empat kapal, termasuk kapal yang harusnya pk 13. Entah siapa yang memelopori, sudah banyak yang duduk di kapal yang kami naiki , yang sesungguhnya tidak layar. Banyak penumpang, ada bule pula dua orang, maka si empunya kapal, pak Tile ( saya jadi tahu namanya)pk 12.45 berpidato, : Bapak, ibu, mohon persetujuan, bila berkenan membayar ongkos Rp 50.000, per orang, kapal (baru) akan berlayar . Biaya bahan bakar Rp 1.500.000,-. Kalau tarif biasa, Rp 30.000, tidak akan tertutup, biayanya. Tak terdengar riuh rendah, adem-adem, semua penumpang setuju. Pk 13.00 ,jam seharusnya berangkat, awak pak Tile menggelar tikernya, kami beringsut sedikit, ini pertanda pak Tile menganggap layak layar. Kapal bergerak meninggalkan dermaga pk 13.30.
Perjalanan mulus saja, tanpa gronjalan, cuaca baik. Saya mengamati sambil mengunyah gigitan bekal nyonya rumah , dan Edwin pun sudah tidur nyenyak sebelum mencapai pulau Onrust. Beruntung saya punya tuan rumah yang suka rela jadi pemandu, jadilah perjalanan laut saya menyenangkan. Ditunjukkan pulau-pulau yang kami lewati , Onrust dan rambutan dan pulau Untung Jawa yang di kunjungi bungsu bersama JGM Jakarta Green Monster) beberapa bulan lalu, juga pula pribadi (?) Ponco Sutowo.
Tiba di pulau Pramuka dua jam setelah keberangkatan, sandar pada dermaga, yang seperti halte bus, saya terkejut pada air yang bening putih bersih ditepi pantai dengan pasir putih lembut. Setelah sejenak beristirahat dan mengunjungi RSUD, kami berkunjung ke penangkaran tukik , dan kemudian mengitari pulau Pramuka. Pulau Pramuka merupakan pusat administrative kabupaten Kepulauan Seribu. Kantor Kabupaten didampingi RSUD yang keren. Di manalagi ada RSUD dengan “halaman depan” air putih dengan kapal bersandar?
Saat sudah menjelang magrib, nyonya rumah memilihkan tempat menginap di pulau Karya, naiklah kami ojek antar pulau yang pakai kursi, seperti bis. Selain pulau Pramuka dan pulau Karya, terdapat satu pulau lagi yang berdekatan, pulau Panggang. Pulau Panggang dipenuhi penduduk, sedangkan pulau Karya , tempat rumah dinas petugas Kabupaten. Kami menginap di rumah dinas Kesehatan.Rumah –rumah dinas ini, berbentuk panggung. Jarak pulau karya dan pulau Panggang dekat, pulau Pramuka yang agak jauh dari ke duanya, tetapi tidak sampai 10 menit ditempuh dengan ojek perahu.
Kami hanya semalam, tetapi cukup dapat pengalaman dan foto-foto yang menarik. Saya dan bungsu, esok paginya pulang lebih dulu. Ojek kapal cukup dipanggil dengan melambaikan tangan, maka singgahlah kapal yang bernama”Raja”, menjemput . (Raja bersandar di pulau Panggang, sebelum menuju basis keberangkatan resmi di pulau Pramuka, mampir ke pulau Karya.). Raja meninggalkan pulau Pramuka tepat pk 7.00, tiba di darat 2 jam kemudian. Bungsu dengan yakin menyodorkan Rp 60.000. saat di minta membayar, 10 menit sebelum sampai darat, “kondektur” pun meng “oke” kan….. (Bungsu membayari ibunya,….terima kasih ,nak)
No comments:
Post a Comment