Sunday, June 5, 2011

Seri Klaten- Solo-Jogya: Ketika suasana ikut serta -Mie Jawa Klaten , House of Raminten Jogya


Mie Jawa- Slow Food

Kereta api tiba di Klaten Sabtu sore melewati jadualnya alias telat, mebuat mie Jawa digeser menjadi setelah nonton Ramayan, jadilah menuju tempat Mie Jawa dengan mata ngantuk dan lapar. Mie Jawa pak Rus, Taji Prambanan depan Pabrik SGM tepat di tepi jalan , Tempatnya temaram, dengan meja panjang dan bangku panjang, terdapat empat meja panjang, rombongan kami memenuhi tiga meja panjang, sedangkan pada satu meja berbaur dengan pengunjung lain . Mie Jawa ini menjadi mempunyai rasa beda karena dimasak menggunakan dan dikipasi dengan kipas bambu ,dan meski sudah penuh pelanggan, tetep dimasak satu- satu. Terbayang menunggu makanan harus berbekal sabar. Sambil menunggu, tercerita saat mahasiswa dulu, antri mie yang juga di masak satu-satu, bila seorang pembeli bertanya , kapan gilirannya dilayani, penjualnya akan menjawab : sedoso malih (sepuluh lagi) baru giliran yang bertanya. He, yang paling rame , bahkan menjawab sekawan ndoso (empat puluh), teman saya (saat itu) langsung menjawab” Wis, ra sido luwe, pak. Mbenjing mawon”. (“Wah, ngga jadi lapar pak, besok saja”). Barangkali ini lawannya fast food ya, slow food. Kami ber enam belas, atau bahhkan lebih ya, saya mendapat giliran ke enam aau ke delapan ya, sambil mata sudah lima watt, nyruput kuahnya pelan-pelan, dari rencana makan separuh karena sudah malam, takut berat badan naik..(lagi --..hi, hi, sudah terlanjur), sedapnya mie-slow cook mengalahkan rencana. Tandas tak bersisa.

House of Raminten: ketika suasana ikut serta

House of Raminten menjadi istimewa untuk saya, karena ternyata salah seorang teman, dr Setiati Budi Utami, teman main pemiliknya, pak Hamzah, saat ke duanya masih bercelana monyet, bermain kuda-kudaan pelepah pisang. House of raminten yang terletak di tikungan jalan, bersebelahan dengan Mirota bakery (kalau tak salah), lha Mirota bakery ini dulunya rumah dr Setiati yang dibeli Romo Hamzah. Saat kami berkunjung, sekitar pk 14, romo (demikian para karyawan menyebut pak Hamzah) sedang tak enak badan, sehingga tidur siang. Jadilah teman kami ber sms (short message ) saja dengan pak Hamzah, yang menyebut dirinya dengan Raminten saat berkomunikasi. He, he, kapan lagi makan ditemani kuda, yang tampak dari kursi kami seekor, ternyata ada setidaknya lima ekor lagi. Belum lagi Pada saat kembali ke Jakarta, kebetulan ada Nova yang memuat kisah Hamzah dengan House of Ramintennya. Terkisah resto yang iseng dibuat, visinya mencari teman . Apa karena itu ya, sehingga dibuka 24 jam? Selain kuda, ada bath tub bunder ngablah- ablah di halaman dekat wastafel, lho, apa yang makan sambil berendam? Ada layanan istimewa:, perawatan tubuh khusus pria. Tulisan-tulisan lucu. Peragaan membatik. Kami berdua puluh, makan kenyang sambil ada yang dibawa, billnya Rp 300.000,- Terbaca pada Nova, harga makanan diupayakan di bawah Rp 20.000,- , agar terjangkau. Raminten alias romo Hamzah memang menjual suasana, dan memanfaatkan ruang yang tak begitu luas, jadi pengaturan meja ada yang dengan kursi, ada yang lesehan, sedang di depan ada yang dibuat agak tinggi.

Bu (?) Raminten pada akhir sms nya : Terima kasih sudah nglariske restoku ya Iwil (panggilan sayang dr Setiati). Romo Hamzah ternyata juga rendah hati. Mensyukuri kedatangan kami dengan (pesan) ucapan terima kasih yang tulus.

No comments: