<!--[if gte mso 9]>
Mie (mungkin) merupakan makanan pokok orang Indonesia, setelah nasi. Jadi ingat dalam suatu perjalanan ilmiah, saat di Turki, dua hari terakhir, tak tertahankan lagi, meski ada nasi pada menu breakfast, segala jenis mie insatan keluar. Seingat saya mie instant Indonesia dimulai dengan supermie tahun 70 an, dan pada penelusuran Google, Wikipedia menuliskan, Indonesia merupakan produsen mie instant terbesar di dunia. Konon kabarnya , spaghetti, makanan golongan pasta berasal Itali, terinspirasi oleh mie Cina, dengan demikian dapat disimpulkan mie pastinya sudah lama hadir di Indonesia, sesuai kedatangan kerabat dari Utara.
Mie Naripan, kini tergolong kuliner jadul di Bandung, tetap pada lokasi yang sama, Naripan 108, bentuk gerainya tak berubah, menyebabkan saya dengan cepat mengenali kembali. Saya mengenal mie Naripan sejak hotel Panghegar (yang kini di renovasi menjadi Grand Panghegar) masih baru. Lalu lintas Bandung yang dibuat searah, menyebabkan pada beberapa kunjungan bulan-bulan lalu harus berkali-kali melewati gerai mie Naripan. Jadilah pada kunjungan hari minggu ke dua bulan Oktober 2011, dari Jakarta sudah diprogram untuk makan siang di mie Naripan. Program terlaksana, disambut pemiliknya yang bertubuh subur, kami ditanya, mie atau nasi tim. Wah, saya baru tahu, apapun baksonya, basisnya bisa mie atau nasi tim. Mie ditanya, manis atau asin. Saya dan teman makan saya , dr Yenni Limyati memilih mie manis, dengan bakso babat, asisten wara-wiri senior ngikut menu yang sama. Bakso babatnya di sjaikan dengan mangkuk terpisah, saya sempat bingung, bakso babatnya sudah hadir agak lama mienya belum. Sambil menunggu mie disajikan saya berkeliling membuat foto. Dr Yenni membantu dengan mengambil foto dapur. Mie sebagai bahan dasar makanan, dibuat sendiri, tampak di dapur panic-panci besar. Penyajian, disiapkan di dapur kecil dekat pintu masuk, dikomandani pemiliknya, yang badannya berisi, yag menyambut kami. Kami datang tepat waktu, pk 12, sehingga terlayani cukup cepat. Setelah itu banyak yang datang, dan konon saat makan siang, bisa menunggu hingga satu jam, sebelum bisa menyantap mie.
Dibandingkan dengan mie Gajah Mada atau mie Gondangdia Jakarta, mie naripan lebih kesat, tidak cepat meluncur dimulut. Mie pada mangkuk, seperti pada umumnya, ditaburi ayam, gilig, ukurannya antara mie Gajah Mada dan mie Gondangdia. Saya cermati menu, selain mie dan nasi tim, ada yamien, bihun, bubur ayam serta layaknya resto Chinese food, cap cay, pu yung hai, dan I fu mie. Tak tercantum harga pada menu, namun kami bertiga ,plus membawa yamin satu porsi, sekitar Rp 160.000,-
Hari minggu identik dengan hari keluarga, sehingga nampak pengunjungnya pada umumnya berombongan, dari kakek hingga cucu, tampak meja-meja digabungkan untuk mengakomodasi. Dr Yenni memberitahu, ruang keluarga pun boleh dipergunakan pengunjung untuk menyantap pesanan. Para kesepuhan ini pastinya mengenal lebih dulu mie Naripan dan menularkan pada anak cucu, karena saat saya tanyakan dan diperkuat banner pada dinding, mie naripan sudah hadir di Bandung sejak tahun 1965.
Para penggemar mie, silahkan singgah di Naripan 108, ada cabangnya di Jakarta (Kelapa gading Square).