Saya tidak pernah membayangkan bahwa saya akan ber kereta apai, setelah bertahun merasa nyaman dengan mobil ataupun pesawat. Namun undangan kumpul teman di pekalongan akhir Oktober 2009 , dan undangan teman yang mantu pada nyaris pertengahan minggu Desember 2009 ini, menyebabkan saya memilih ber kereta api. Ticket kereta api Oktober 2009 yang lalu diupayakan oleh teman kami , karena kami pergi berombongan. Pada undangan mantu teman, tidak banyak yang bisa hadir dari Jakarta, jadilah sulung saya minta mengatur perjalanan kami dengan kereta api.
Ticket dipesan sulung melalui telpon, mudah, pagi-pagi sulung menelpon dan menanyakan kereta apai yang sesuai dengan perencanaan waktu kami. Resepsi diselenggarakan sabtu, 12 desembember pk 19, perjalanan dengan kereta api memakan waktu 4 jam,kami meminta kereta api yang tidak terlalu pagi Disarankan Argo Anggrek, yang berangkat dari setasiun kereta api Gambir pk 9. 30 , dan perencanaan pulang Minggu sore, agar kami sempat mengelilingi Pekalongan. Pilihan kami Argo Muria, seperti jadual kinjungan kami sebelumnya. Pk 17.20, suatu waktu yang sesuai untuk kami. Ticket dapat dibayar dengan transfer, maksimal 3 jam setelah pemesanan, kemudia ticket dapat diambil di loket khusus di Gambir. Sangat menolong dan mudah.
Saya sering berkereta api ke Surabaya , saat eyang Putri dari ayah masih sugeng, dengan LIMEX (Limited Express) ataupun BIMA (Biru malam) yang punya bilik tidur. Saya segera membandingkan dengan ketika saya sering berkereta api , saat lalu. Seingat saya , naik kereta api masa kecil saya , agak seperti naik pesawat. Ada sepasang pramugari di pintu masuk , mungil manis , lengkap dengan rok mini dan stocking.
Saat pengecekan ticket, saya mendapati sosok yang tidak semuda dan segagah dulu. Sosok laki-laki, lelah, dengan jas kebesaran. Dulu sosoknya gagah dan dikuti “pramugara” berdasi dengan jas warna gelap, yang memnatat kami akan turun disetasiun mana.
Makanan disajikan, tepatnya dijual segera kereta api melaju. Di jual nasi dalam bungkusan, saya mencoba 2 jenis, nasi krawu dan nasi begana. Saat lalu, pada LIMEX dan BIMA, ticket termasuk hidangan. Minuman dingin , kaleng ataupun juice, di dorong pada kereta sepertri trolly supermarket.
Kebersihan rupanya belum ada standarnya. Yang terbersih dan sama pada 2 perjalanan saya, argo muria. Yang “membingungkan” Argo Sindoro, “juara” di antaranya , Argo Anggrek. Pada Argo Muria, tampak toilet dibersihkan secara berkala. Ketenagaan juga belum ada standar , yang paling ramah pada Argo Muria. Pada Argo Anggrek, he he, maaf , nyaris kaya preman.
Yang sekarang mirip pesawat, dijual cendera mata. Ini menyenangkan untuk saya, perempuan bekerja, punya ponakan entah yang besar atau yang kecil, senang bisa membeli sesuatu. Ada seri Thomas the Train…..
Namun ada yang paling mengkhawatirkan saya. Di Gambir , lantai peron dan kereta api nyaris sejajar, tak masalah, saat di Pekalongan, naik dan turun kereta api , beda ketinggiannya lebih dari 50 cm. Wuih, naik dan turun sangat sulit. Turun nyaris jongkok dulu , dan saat naik, ada posisi setengah jongkok yang terjadi , yang akan menciderai lutut bila terjadi pada usia lanjut. Dulu seingat saya , ada tangga kayu, di mana “fasilitas” tangga kayu nya ya?
Semoga tidak menunggu seseorang cidera , baru di adakan (lagi).
No comments:
Post a Comment