Berpeluang ke Surabaya akhir minggu ke tiga bulan Maret ini , saya upayakan mencari rujak cingur Madura. Penasaran saja , karena Juli 2009, saat menelusuri jembatan Suromadu, pada ujung jembatan di pulau Madura, ada gubug- gubuk betuliskan rujak cingur Madura. Menurut ibunya Yusuf , (Yusuf pasien di rumah praktek saya) yang berasal dari Bangkalan, pada rujak Madura , ditambahkan ulekan kacang tanah.
Perburuan di mulai sejak seminggu sebelum saya ke Surabaya . Lewat Black Berry Messengger (BBM) , dari seorang teman dokter Surabaya, saya mendapatkan alamat rujak cingur Peneleh, yang pada pesannya dituliskan merupakan rujak cingur termahal, Rp 50.000 per porsi . He he, penasaran tentang harga rujakcingur, saya minta sulung membelikan rujak cingur pak Hadi dijalan Wahid Hasyim , Jakarta . Rujak cingur pak Hadi ini rp 18.000 per porsinya. Teman lain di Surabaya mengatakan, rujak cingur Paneleh mendapat julukan rujak Mercy, karena pembelinya datang dengan kendaraan mewah. Sebelum sampai di Surabaya , info bertambah, harga nya turun, jadi Rp 35.000,- katanya porsinya diperkecil.
Sabtu siang, di antara 2 (dua ) workshop yang saya ikuti, saya mengganti lunch di hotel dengan rujak cingur Peneleh. Saya datang pk 12, diantar seorang dokter muda , lengkap dengan sang suami, karena sang suami juga penasaran dengan rujak yang harganya kok (bisa) turun. Kami bukan pengunjung pertama, menurut ibu pemilik sekaligus pengulek, sebelum kami beberapa dokter sudah datang. Wah, karena sebelumnya saya juga heboh bertanya melalui milis, para dokter peserta workshop yang lain penasaran juga.
Rujak cingur Peneleh buka mulai pk 11, nggak ada tulisan apa-apa, menempati satu dari tiga ruko berdempetan pada satu halaman. . Alamat tepatnya jalan Ahmad Jais no 40, tetapi lebih terkenal sebagai rujak cingur Peneleh . Kalau di tanya jalan Ahmad Jais , malah ngga ada yang tahu. Tempatnya kecil saja, hanya ada tiga detetan meja, sisi kiri dari luar, dua meja yang menempel dending dengan empat kursi , sisi kanan 2 meja , masing-masing dengan 2 kusi, sedangakn di tengah 2 meja panjang digandeng dengan enam kursi .
Saya lupa bertanya nama pemilik sekaligus peramu, menurut beliau, ini ya rujak cingur, ngga ada kaitannya dengan Madura. Kami pesan tiga porsi, langsung diulekkan dulu kacangnya , banyak lho. Suami yunior saya memesan yang matengan , ternyata berarti isinya (hanya) sayuran yang di rebus tahu dan tempe , tanpa buah-buahan. Rujak cingur selain dedaunan yang direbus, tahu dan tempa,juga diberi irisan bengkoang, mangga muda .
Ummm, memang mantep, tempenya tempe goreng yang bulat- bulat, cingurnya betul-betul menunjukkan kelasnya sebagai rujak cingur. Saya ngga tahu , apakah rujak Peneleh ini memang tanpa lontong, lha ngga pake lontong saja sudah kenyang, kalau ngga mau disebut kekenyangan.
Plus kriuk- kriuk krupuk putih berdiameter 10 sentimeter, isi empat tiap bungkusnya, sungguh mengobati rasa penasaran.
Pada dinding ada foto ibu pemilik dengan Wiliam Wongso, dan beberapa foto lain. Rupanya rujak cingur Peneleh ini sudah dikunjungi para pengamat kuliner kaliber nasional (atau internasional ya).
Teman yang lain memilih rujak cingur di Genteng, Rp 8000 per porsi. Saya belum sempat ke Genteng.
Monggo, pilih yang mana?
Surabaya memang (antara lain) jajanan khasnya rujak cingur…..