Thursday, March 22, 2012

Semalam di Wonosobo

Kunjungan ke Jogya di akhir minggu ke dua bulan Maret 2012 menjadi ber”warna” karena diundang menginap di kediaman dr Dimyati A. SpB dan istri. Saat saya tanyakanbeliau berpa jam jarak Kogya ke Wonosobo, beliau menyebutkan tiga jam. Tiga jam, untuk orang Jakarta, yang terbiasa bergaul dengan kemacetan, bukanlah masalah. Undangan segera saya terima. Beruntung teman seperjalanan saya dr Alinda Rubiati wobowo SpA (K) menyetujui. Pertemuan yang menyenangkan dan mengharukan. Saya dan dr Dimyati, seangkatan saat di fakultas Kedokteran, sedangkan beliau dan dr alinda Rubuati, teman saat melaksanakan wajib kerja, yang saat itu dikenal sebagai Inpres di wiayah lampung. Berikut saya sampaikan kisah perjalanan kami.

Bandara Soekarno- Hatta Tangerang

Penerbangan Garuda ke Jogya pk 7.50, namun asisten wara-wiri merekomendasikan dari rumah di kawasan Joglo pk 4.30. Saya “tawar”, akhirnya berangkat setelah sholat subuh. Tiba di bandara masih gelap, duduk di gerai KFC menanti dr Alinda Rubiati SpA (K) dan dr Chabib A, teman seperjalanan. Bungsu saya minta menemani dulu, sambil sarapan. Langit sudah nampak terang ketika kami menjadi lengkap. Check-in, bertiga sederet dapat kursi paling buntut. Menanti boarding di lounge garuda, karena ke dua teman punya kartu Garuda frequent flyer, keceriaan yang dimulai saat kami bertiga bergabung, dilengkapi duduk deketan tak sengaja dengan sepupu ayah, dr Soepardiman SpOG dan istri, dr Lily Soepardiman SpKK. Wah, langsung di abadikan dan di FB kan.

Foto dengan tante Lily

Bandara Adisucipto- Jogya

Turun kesannya biasa saja, saya membuat foto sambil menanti turun. Di setelah dr Chabib bersalin dari kaos ke batik, kami memesan taksi untuk ke tempat resepsi. Menjadi beda setelah kami berjalan keluar. Pintu keluar (ternyata) berbeda dengan pintu keberangkatan. Melalui selasar panjang, beberapa kali naik dengan ekskalator. Jadilah kami berfoto di pertengahan selasar, si tempat instalasi seni berupa kuda(?). Mbak cantik pemandu kami ke taksi yang menyarankan membuat foto, menerangkan, selasar ini belum lama dibuat. Muncul di tempat yang nyaman, tampak ada halte bus. Wah, mesti eksplore keliling bandara rupanya.

Grha Sarina Vidi Jalan raya Magelang

Tiba di tempat resepsi saat ada upacara adat, terdengar dari luar, sedang berlangsung acara adat. Kami tiba lengkap dengan koper yang diitipkan di beranda pengisian buku tamu. Masuk ke ruang resepsi, di pintu disambut dr Nanuk Rajawali dan istri, kami “ngetem” dulu- kangen-kangenan. Lha ini merangkap acara reuni. Masuk ke dalam, acara adat pada tahapn suap-suapan, kami mencari tempat duduk, tak jauh dari “panggung” , sang empunya gawe melihat kami, kami saling melambai, dan seperti biasanya, saya menggunakan kamera sebagai kartu untuk mendekati panggung mengabadikan.


Kledung

Dokter Dimyati dan istri mengajak kami ke Wonosobo melewati Kledung. Kledung ! selama ini saya hanya mendengar disebut-sebut. Dr Dimyati menyebut sebagai Kledung Pas, ada hotel. Semoga suatu saat bisa kembali. Sepanjang perjalanan saya membuat foto, sudah menyejukkan jiwa.

Wonosobo

Dari kediaman dr Dimyati, tampak gunung Sumbing dan gunung Sindoro, persis seperti bayangan yang terbentuk pada angan-anagn saya, karena dr Dimyati pernah mengirim foto pada BBM group, saat gunung Sindoro batuk. Rumah kediaman dokter Dimyati dimulai dengan musola yang menyambung dengan ruang praktek. Ruang praktek bersebelahan dengan ruang tamu dan garasi di belakan ruang praktek. Rumah dunia akhirat ini memberikan kesempatan pasien bersama anggota keluarga untuk bisa sholat (berjamaah). Sejuk di jiwa…

Lepas magrib yang mengesankan, karena empunya rumah menjadi imam kami di musholanya, kami keluar rumah menuju mie ongklok. Disopiri seorang dokter bedah, tentunya tidak hanya asal sampai, namun lengkap dengan dongeng seputar Wonosobo. Tercerita , kota Wonosobo merupakan wilayah yang tidak datar. Pada radius 100 meter, selalu ada perbedaan ketinggian, bahkan alun-alun, sisi Utara lebih tinggi dari sisi Selatan. Alur lalu lintas di atur searah, karena jalan di kota Wonosobo relative sempit, jadi bukan mengantisipasi macet.

Mie Ongklok

Mie ongklok ini memang “permintaan” saya, saat ber BBM, dan ada rencana untuk ke Wonosobo, saya search Google, dan mendapati mie ongklok sebagai makanan khas Wonososbo. Dr Dimyati sejak pada perjalanan dari Jogya sudah mencari resto mie ongklok. Ditemukan mie ongklok pak Muhadi yang buka dari siang hingga pk 19.00 . Kami datang sudah mendekati pk 19, namun selebriti wonosobo kami, dr Dimyati dan istri, sudah pesan tempat, jadi oke-oke saja. Mie kuning tipis ini di masak dengan kuah daging sapi yang dikentalkan menggunakan tepung Pati, dengan kol, sawi dan kucai. Istimewanya pada penelusuran saya, disantap bersama sate sapi.

Gambar mie ongklok

carica

Menurut saya carica eksotis, sudah saya buat dongeng tersendiri. Sepupu suami berkomentar pada ulasan saya, kala mentah pahit sekali, dr Dimyati

Alun- alun

Menurut telusuran google sesaat setelah saya menerima tawaran dr Dimyati untuk inap di Wpnosobo : sesuatu yang patut dikunjungi, sehingga menjadi permintaan saya untuk diagendakan. Alun-alun saya dapati luas, tertata rapid an bersih. Saya menelusuri google, namun tidak mendapati berapa luasnya. Ada lapangan hijau di tengah yang menampung beberapa lapangan olah raga, “ruang” untuk latihan berkelompok (saya lihat kelompok Satria Nusantara), ada track memutar yang cukup luas, di arah luarnya terdapat area yang dipergunakan pedagang kaki lima menjual aneka rupa, makanan lengkap dengan meja atau gelaran tikar, baju hingga keperluan berdandan dan furniture. Semuanya tertampung tanpa kesan berdesakan.

Soto pak Broto

Menyusuri dari sudut kediaman walikota, menyusuri track berbalikan arah jarum jam, pada sisi pertemua Timur dan Selatan, bu Elly Dimyati mengajak keluar arena, menuju soto pak Broto. Soto sudah disiapkan dalam mangkuk soto, ada yang sudah dengan nasi, namun bisa minta tanpa nasi, yang kalau Di Jakarta disebut kosongan. Menunggu pesanan, saya melihat “asesori”, ada sate ampela-ati, sate telur puyuh, perkedel, dan tentu saja krupuk. Soto datang dengan cepat,..mmm…rasanya seperti soto Bangkong Semarang. Saya dapati (kemudian), gerai soto di Wonosobo mencantumkan sebuta soto Semarang, saya mendapati satu yang bertuliskan soto (ayam kampong) wonosobo. Kali ini saya sempat menemani dr Dimyati membayar, untuk 5 orang dengan 3 soto dengan nasi, 2 soto tanpa nasi dang setiap orang menambah dengan kudapan lain, Rp 50.000,- pun masih ada kembaliannya.


Perkebunan teh Tambi

Saya tidak mengira, secangkir teh yang kita hirup, prosesnya panjang. Perkebunan the Tambi melakukan kontrol kualitas berjenjang, mulai dari kadar daun yang di petik hingga uji yang memastkan tak ada kandungan berbahaya, serta menyinpan sample produk yang sudah dipasarkan untuk kontrol apabila ada klaim. Semoga saya bisa membuat laporan lengkapnya.

Masih banyak yang bisa kita lihat di Wonosobo, kayu Albasia, jamur, kentang dan kubis di Dieng.

Semoga bisa berkunjung kembali….

No comments: