Wednesday, May 31, 2017

Menyusuri jejak bapak : Pendidikan dan jabatan



HIS lulus tahun 1936
Cjouvernements MULO-B lulus 1940
Chuo Seinen Kurenshio Jatinegara , lulus 1943
Pendidikan militerr:
SSKAD angkatan IV (1954-1955)
SESKOAD (196101962)
Lemhanas Angkatan III (1969 – 1970)
Penatar tingkat nasional/ Propinsi

Jabatan:

Danyon Resimen 30/ Div Ronggolawe di Karangbinangun (1945 – 1947) –mayor
Kabag III/ Staf Divisi Ronggolawe (1947 – 1948) – reorganisasi – kapten
Kabag III/Staf Pertahanan Jawa Timur di Madiun (1948)
Pa Suad III Sombap di Yogyakarta (1948)
Kabag III GMDM I II Mabad Solo (1948 – 1949)
Kepala Staf STM GMDN I II di Purwodadi (1949)
Pa Organisasi BE 7 Div III/ Semarang di Pati (1949 – 1950)
Danyon 15 / BE T. TV Jawa Timur di Mojokerto (1950 – 1953)
Kabag III/ Ter. V di Malang (1953 – 1954)
Kastaf KMKB Surabaya (1955 – 1956)
Dan KMKG di Malang, Kabag IV Sut di Malang ( 1952 – 1962)
Asisten IV /Skodam V/ Brawijaya di Malang (1962)
Asisten Asisten III/Kora I Depad di Jakarta (1962 – 1963)
Wakas Adla Depad di Makasar (1963)
Ka Div 2 / Kotindo Depad di Irian Barat (1963 – 1964)
Kasdam XVII Cendrawasih di Irian barat (1964 – 1966)
Wa Irjen AD di Jakarta ( 1966 – 1970)
Asisten III/ Kasad (1970 - 1971)
Anggota DPR/MPR dari F. ABRI (1971 - 1977); (1977 – 1982)

Purnabakti : 1 April 1977

Saya temukan pada album yang sama dengan album pernikahan, beberapa aktivitas saat bapak bertugas. Ada foto bersama jendral Sarbini , saat itu dengan pangkat kolonel. Kol Inf M Sarbini menjabat sebagai Panglima Brawijaya pada kurun 1956 – 1959.
Saya sertakan foto ibu bersama PERSIT

Menyusuri jejak bapak: Penghargaan pemerintah


Bintang Dharma
Bintang Gerilya
Bintang Kartika Eka Paksi kelas Ii dan kelas III
Bintang Sewindu
Satyalencana Kesetiaan XXIV tahun
Satyalencana Aksi Militer-I
Satyalencana. Aksi Militer -II
Satyalencana GOM-I dan GOM IV
Satyalencana Sapta Marga
Satyalencana Trikora
Satyakencana Penegak


Tuesday, May 30, 2017

Menyusuri jejak Bapak: Pembebasan Irian Barat. Dari Makasar hingga Kotabaru (Sukarnapura)



Selama perjuangan kemerdekaan, Soekarno selalu menganggap Irian Barat juga termasuk sebagai Indonesia. Ketika Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia, Irian Barat  tertinggal, tetap menjadi  bagian koloni Belanda. Soekarno tidak menyerah dan terus mendorong Irian Barat harus dimasukkan sebagai bagian dari Indonesia melalui  PBB dan melalui  Konferensi Asia- Afrika, negara-negara yang hadir berjanji untuk mendukung klaim Indonesia. Belanda tetap terus bersikeras. Pada tahun 1960, Soekarno sudah kehabisan kesabaran.  Mando Trikora dikumandangkan 19 Desember 1961.

Pada awal 1962, Nasution dan Yani adalah komandan keseluruhan yang disebut dengan operasi Pembebasan Irian Barat, dengan Soeharto yang ditempatkan di Indonesia timur sebagai komandan lapangan. Bapak bergabung pada tahun 1962. Bergabung di Makasar dengan jendral Soeharto yang dilantik menjadi Panglima Mandala pada Februari 1962.
Dunia pun cemas dengan operasi militer yang dilakukan oleh Indonesia, Sekjen PBB U Thant menunjuk Duta Besar AS Elsworth Bunker untuk menjadi mediator Indonesia dengan Belanda. 

Melalui Perjanjian New York, akhirnya disetujui untuk menyerahkan sementara Irian Barat kepada PBB melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) sebelum diberikan sepenuhnya kepada Indonesia pada 1 Mei 1963. Kedudukan Irian Barat menjadi lebih pasti setelah diadakan sebuah referendum act of free choice / Pepera Penentuan pendapat rakyat pada tahun 1969, di mana rakyat Irian Barat memilih untuk tetap menjadi bagian dari Indonesia.
Pada 15 Agustus 1962, ditandatangani oleh Perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian New York yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Soebandrio dan delegasi Belanda Van Royen. Isi dari Perjanjian New York adalah dibentuk peralihan pemerintahan dari Belanda kepada PBB melalui suatu badan khusus. 

PBB membentuk UNTEA sebagai badan peralihan kekuasaan di Irian Barat. Badan ini mulai efektif bekerja pada 1 Oktober 1962. Akhirnya pada 1 Mei 1963 UNTEA pun menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia, bendera merah putih pun berkibar di tanah Irian Barat. Bapak menjadi kepala Staff Kodam XVII Cendrawasih.

Ini foto dari dua album Irian. Foto Jendral AH Nasution dan foto bapak dengan beberapa orang asing. Apakah dari UNTEA





Monday, May 29, 2017

Rumah Rinjani: Teddy Boneka beruang , Anton dan Meitty




Adik lelaki lahir sebelum kami indah ke rumag Rinjani. Yang saya ingat saya duduk di kursi rotan bundar, berpose memangku, dengan sedikit takut karena menurut saya saat itu adik saya cukup berat. Adik lanang menjadi boneka hidup saya. Bila sore saya ajak jalan, sambil bermain dengan boneka-boneka saya.

Foto ini sudah masa UNTEA, beruang Teddy ini dibawa bapak dari Irian Barat. Adik lanang selalu ikut saya bermain dengan sang Teddy dan dua boneka bayi besar yang lain yang bernama Anton dan Meity. Saking seringnya main boneka, adik lanang merasa Anton dan Meity sebagai adiknya. Saat berusia lima tahun, di Taman kanak-kanak, saat ditanya bu guru: ” Siapa punya adik”. Adik lanang yang kami panggil dengan nama kesayangan “Kid” (kebalikan dari Dik- secara Malangan), mengangkat tangan: “Saya bu guru”. Bu guru lanjut bertanya: “Berapa adiknya Aguk?’. Adik lanang menjawab dengan lugas:” Dua bu guru. Anton dan Meity”.

Bu gurunya mungkin berfikir, “Banyak ya, adiknya”.


Saturday, May 27, 2017

Eyang kami –eyang Tjo






Ini eyang kami, ibu dari Bapak. Tjo, konon karena eyang kakung  seorang jekso- jaksa. Nanti ya, saya tanya Jekso di Tuban atau Bojonegoro. Masa kecil saya, eyang sering mendongeng. Ada satu dongeng yang diulang berkali-kalipun saya tetap senang mendengarkan. Kisah bebek dan kera. Didongengkan menggunakan bahasa Jawa, bebek menjadi sang Bibik, dan kera menjadi sang Ketik (Ketek).

Terkisah sesuai kodratnya sang Bibik yang bebek pastinya pandai berenang, sedangkan san Ketik tidak pandai berenang. Apa hubungannya dengan kepandaian berenang?  Pada suatu ketika, sang Bibik berlayar di suatu sungai, dengan perahu yang terbuat dari intip (kerak nasi) dan layar dari gereh (ikan asin).  Sang ketik melihat dari ketinggian pepohonan. Sang Ketik merayu sang Bibik untuk ikut berlayar. Sang Bibik menolak, sang Ketik ditengarai sebagai suka makan, sang Bibik takt perahu layarnya dimakan sang Ketik. Sang Ketik menghiba, berjanji tak akan memakan perahu dan layarnya. Sang Ketik  ingin naik perahu.

Akhirnya sang Bibik merasa kasihan. Diijinkan sang Ketik naik perahu dengan janji tidak akan makan perahu dan layarnya. Berlayarlah ke duanya. Sang Bibik bersenandung: Ri…ri..tur…praune intip (perahunya intip), layare gereh (layarnya ikan asin). Begitu dilagukan sang Bibik berulang-ulang. Sampai suatu ketika, Ri…ri..tur…praune intip, layare gereh…………….Krikit…krokot….Lha, ada krikit dan krokot, karena sang Ketik tak tahan lagi. Menggigit inti lalu gereh. Sang Bibik terkejut dan mengingatkan: Jangan Ketik, nanti perahunya karam. Sang Ketik segera meminta maaf, berjanji tak kan mengulang.

Namun janji tinggal janji, setelah berulang sang ketik lupa dan tak bisa menahan diri untuk tisak menggigit perahu dan ikan asin, karamlah perahunya. Sang ketik tenggelam, sang Bibik berenang.

Dongeng dengan pesan moral ini saya dongengkan pada sulung menggunakan bahasa Indonesia. Senang bisa membagi kebahagiaan masa kecil bersama eyang bersama bungsu.