Saturday, May 27, 2017

Eyang kami –eyang Tjo






Ini eyang kami, ibu dari Bapak. Tjo, konon karena eyang kakung  seorang jekso- jaksa. Nanti ya, saya tanya Jekso di Tuban atau Bojonegoro. Masa kecil saya, eyang sering mendongeng. Ada satu dongeng yang diulang berkali-kalipun saya tetap senang mendengarkan. Kisah bebek dan kera. Didongengkan menggunakan bahasa Jawa, bebek menjadi sang Bibik, dan kera menjadi sang Ketik (Ketek).

Terkisah sesuai kodratnya sang Bibik yang bebek pastinya pandai berenang, sedangkan san Ketik tidak pandai berenang. Apa hubungannya dengan kepandaian berenang?  Pada suatu ketika, sang Bibik berlayar di suatu sungai, dengan perahu yang terbuat dari intip (kerak nasi) dan layar dari gereh (ikan asin).  Sang ketik melihat dari ketinggian pepohonan. Sang Ketik merayu sang Bibik untuk ikut berlayar. Sang Bibik menolak, sang Ketik ditengarai sebagai suka makan, sang Bibik takt perahu layarnya dimakan sang Ketik. Sang Ketik menghiba, berjanji tak akan memakan perahu dan layarnya. Sang Ketik  ingin naik perahu.

Akhirnya sang Bibik merasa kasihan. Diijinkan sang Ketik naik perahu dengan janji tidak akan makan perahu dan layarnya. Berlayarlah ke duanya. Sang Bibik bersenandung: Ri…ri..tur…praune intip (perahunya intip), layare gereh (layarnya ikan asin). Begitu dilagukan sang Bibik berulang-ulang. Sampai suatu ketika, Ri…ri..tur…praune intip, layare gereh…………….Krikit…krokot….Lha, ada krikit dan krokot, karena sang Ketik tak tahan lagi. Menggigit inti lalu gereh. Sang Bibik terkejut dan mengingatkan: Jangan Ketik, nanti perahunya karam. Sang Ketik segera meminta maaf, berjanji tak kan mengulang.

Namun janji tinggal janji, setelah berulang sang ketik lupa dan tak bisa menahan diri untuk tisak menggigit perahu dan ikan asin, karamlah perahunya. Sang ketik tenggelam, sang Bibik berenang.

Dongeng dengan pesan moral ini saya dongengkan pada sulung menggunakan bahasa Indonesia. Senang bisa membagi kebahagiaan masa kecil bersama eyang bersama bungsu.

No comments: