Thursday, May 11, 2017

Nonton film peniti, eh, Kartini

-->


Gagal nonton sejak 9 April 2017 yang lalu, akhirnya terlaksana setelah lunch gathering undangan bu Elsye Tombokan yang merayakan ulang tahunnya di Sato Shangti-la. Bungsu memberi opsi, nonton atau beli kamrea. Saya pilih nontob, karena kartini sudah tayang lama dan tinggal  di beberapa studio XXI. Bungsu memilih, yang paling mampu laksana di Senayan City. Mengabari teman yang hadir, bu Ida dan bu Vera ingin serta. Tinggal sejam sebelum film diputar, bungsu meminta saya segera meninggalkan Shangri-la. Segera saya dan bungsu bergegas mendahului dua ibu.

Diantar asisten wara-wiri yunior dalam hitungan menit sampai Sency. Segera ke studio XXI, lha, karcis tinggal 13.  Tiga tersebar, 10 dideretan paling depan, ambil saja empat.  Menghadap layar, pada sisi kiri setelah lorong. Bungsu duduk di tepi lorong,  saya ujung yang lain. Film main sekitar pk 17. Mulai dengan kartini yang diperankan Dian Sastro, laku dodok, di shoot keringat yang mengalir.  Eh, laku dodok duu atau Kartini kecil menangis ya? Pernah baca buku, sering didongengi, saya nonton sambil mencocokkan ingatan.  Yang baru buat saya kok ada tokoh Ngasirah? Saat awal tertayang Kartini kecil tidak mau tidur di rumah utama bersama “ibu” yang RA Maryam. Kartini kecil memilih tidur bersama “yu” Ngasirah yang ibu kandungnya. Sampai di sini saya aman menikmati.

Mulai buyar saat Kartini dewasa. Lha, peran ayahnya sang bupati diperankan aktor Deddy Sutomo. Jaman saya SMA, aktor terkenal ini membumi untuk saya, kalau saya berkunjung ke rumah sahabat drg Tatie Kabul, yang berlokasi di jalan pasar Baru Timur, paralel dengan jalan Gunung Sahari,   senengs aja ngintip dari teras rumah beliaunya lewat menuju sanggar Prativi (nulisnya bagaimana yang benar bu Ida). Jadi gagal fokus. Mengamati pipi yang menggelambir, kantung pada mata,  di wajah yang dulu cukup ganteng.

Terkesima dengan tokoh Ngasirah, saya kagum saja dengan Christine Hakim yang nampak main total sebagai Ngasirah versi tua, gembrot, owor-owor, dengan kebaya lusuh dengan basah keringat di lehar. Ingat saat Christine Hakim masih muda, shooting di RS Pelni bersama kakaknya Eros Jarot. Haduh kok lali jenenge. Gagal fokus lagi, saat Kartini di marahi sang “ibu”, di kurung, Ngasirah dilakonkan sedih sambil menyetrika. Setrikannya ini yang menarik perhatian saya. setrika dengan areng menyala. Ha…ha.  Setelah sedih, yu Ngasirah mengajak kabur Kartini lewat jendela,  lalu duduk berdua di tepi entah danaua , entah bendungan. Lha, jadi ingin ikutan.

Sepanjang film juga berusaha mengingat siapa pemeran RA Maryam, istri sang bupati. Nyaris di akhir acara, saat Kartini menikah, ditampilkan berkebaya merah, dengan peniti renceng tiga. Jadi ingat peniti ibu dan  pengen juga.

Maaf ya dear Veronica Darmawi. Nonton sambil kurecokin. Diakhir film saya dan bu Vera sibuk mencari tissue, terharu.

(Keluar sudio 5, bu Vera atau bu Ida ya, setelah membaca poster film kartini menyebutkan pemeran RA marya, Jenar Mahisa Ayu)

No comments: