Miris saja melihat “perilaku” anggota DPR bertutur kata. Sungguh suatu” contoh” yang saya takutkan menjadi acuan anak kita di kemudian hari. Para anggota DPR memang dari berbagai disiplin ilmu, pekerjaan, suku bangsa malah, yang tentu mempunyai dasar pendidikan dan kebiasaan yang berbeda. Namun, kiranya dengan menjadi anggota DPR, masing- masing dapat mengupgrade diri menjadi sosok yang patut dan dapat ditiru.
Terlepas dari apa yang ditulis George Aditjondro , diprovokasi atau tidak, saya kaget saja mengetahui reaksinya saat peluncuran bukunya. Seorang teman , dokter yang piawai menulis budaya jawa dan mahir mengaitkannya dengan ilmu kedokteran, mengeluhkan sulitnya mengajarkan bahasa jawa kromo inggil di tengah bahasa lu gue.
Saya kaget saja, saat seorang sekretaris di lingkungan kami memakai kata “aku” sebagai kata ganti diri. Suster senior kami terkaget- kaget , seorang karyawan muda, pada front line, menjawab dengan “Hooh..” pada suatu percakapan , dan tidak melakukan hukum wajib tatap muka saat berkomunikasi. Padahal rumah sakit tempat ke duanya bekerja, dari dulu terkenal dengan perilaku sopan dari seluruh komponennya.
Suster senior juga menjumpai keadaan yang sama pada siswa perawat yang magang. Menurut suster kami , yang juga pelatih senam diabetes , ini dampak tak ada pelajaran budi pekerti.
Mmmm, kalau plus pelajaran dari televisi, jadinya….
No comments:
Post a Comment