Bahwasanya kerajaan Mataram berdiri dan dengan raja keturunan Ki Ageng Pemanahan, bukanlah sesuatu yang belum diramalkan. Tidak semua orang, bahkan berdarah biru bisa menjadi raja. Dikatakan seseorang untuk dapat menjadi raja, atau keturunanya menjadi raja, bila mendapat wahyu.
Konon ki Ageng Pemanahan bersahabat dengan Ki Ageng Giring 3. Ki Ageng Giring penerus dari Ki Ageng Giring 1 dan 2. Ayah Ki Ageng Giring 1 adalah pabu Brawijaya IV. keturunan Brawijaya IV yang mukim di Gunung Kidul. Saat kerajaan Majapahit runtuh, bertebaranlah para kerabat. Keturunan Brawijaya ini mengajarkan ilmu pertanian di wilayah datar yang dipilih, setelah menembus hutan belantara dengan tetap berpengharapan, suatu saat kemulyaan akan kembali. Ia mengajarkan pertanian, menanam pohon kelapa dan menderesnya, membuat minuman legen dan merajut kain. Ia juga mengajari penduduk mengalirkan air sungai untuk mengaliri persawahan dari sungai yang airnya jernih. Ki Ageng Giring juga mengajarkan untuk menanam banyak pohon kelapa yang sangat besar manfaatnya untuk kehidupan penduduk waktu itu. Kehidupan berlangsung damai hingga Ki Ageng Giring I wafat dan digantikan kedudukannya oleh putranya, Ki Ageng Giring II dan Ki Ageng Giring II pun wafat digantikan oleh putranya yang kita kisahkan di sini yakni Ki Ageng Giring III. Pada masa Ki Ageng Giring III inilah terjadi kisah menarik karena berbagai hal baik natural maupun supranatural.
Cerita berawal ketika Ki Ageng Giring yang berkedudukan di Gunung Kidul, suatu ketika pernah mendapatkan bisikan gaib saat Ki Ageng sedang memanjat pohon untuk menyadap getah. Di tempat itu ada sebatang pohon kelapa, dekat dengan pohon yang dipanjat Ki Ageng. Pohon kelapa tadi selamanya belum pernah berbuah, namun akhirnya berbuah. Pada saat itu buahnya masih muda (degan). Saat Ki Ageng sedang memasang tabung bambu di atas pohon kelapa, terdengar suara “Ki Ageng Giring, ketahuilah, siapa yang minum air degan itu habis seketika, kelak seanak turunnya akan menjadi Raja Agung di tanah Jawa.”
Ki Ageng Giring setelah mendengar suara demikian, segera turun dari pohon yang dia panjat. Di bawah setelah selesai meletakkan tabung penyadapan getah, kemudian cepat-cepat memanjat pohon tadi. Maka telah dipetiklah kelapa muda itu dan dibawa turun. Namun karena ada klausul 'harus habis seketika', sedangkan Ki Ageng Giring pada saat itu belum haus-haus amat, maka dia memilih untuk meminum air kelapa itu pada siang harinya. Ki Ageng Giring memutuskan untuk pergi dulu ke hutan, dan kemudian meminum air kelapa itu sekali tenggak.
Pada saat itu, Ki Ageng Pemanahan masih lingkungan di Kraton Pajang di bawah kekuasaan Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir. Alkisah, setelah kemenangan Ki Ageng Pemanahan menaklukkan Aryo Penangsang di Jipang Panolan, belum mendapatkan hadiah dari sultan sebagaimana dijanjikan dalam sayembara, bahwa barang siapa yang bisa mengalahkan Aryo Penangsang akan mendapat hadiah tanah perdikan yang luas. Ki Penjawi sudah diberi hadiah tanah Pati (Jawa Tengah), sementara Ki Ageng Pemanahan yang sebenarnya paling berhak malah belum mendapatkan haknya.
Karena kecewa hatinya, Ki Ageng Pemanahan lantas pergi dari istana. Ia menuju ke rumah sahabatnya, Ki Ageng Giring III, di daerah Gunungkidul. Ki Ageng Giring terkenal sebagai seorang petani pertapa sekaligus penyadab nira kelapa. Bersamaan dengan itu, Sunan Kalijaga dawuh bahwa kelak wahyu Gagak Emprit akan turun di tengah pegunungan selatan dalam sebuah air degan. Namun kapan wahyu itu akan turun, Kanjeng Sunan tidak pernah menjelaskan dan pantang bagi murid untuk bertanya kepada Guru.
Oleh Sang Guru, Ki Ageng Pemanahan kemudian disuruh melakukan tirakat di daerah yang terdapat pohon mati yang berbunga. Pohon mati yang berbunga itu ditemukan oleh Ki Pemanahan yang sekarang disebut Kembang Lampir, wilayah Panggang, Gunungkidul. Adapun Ki Ageng Giring yang tinggal di daerah Paliyan Gunungkidul disuruh menanam sepet atau sabut kelapa kering, yang kemudian tumbuh menjadi pohon kelapa yang menghasilkan degan atau buah kelapa muda. Sabut kelapa kering yang secara nalar tidak mungkin tumbuh, namun atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa, tumbuh menjadi sebatang pohon kelapa. Itulah pohon kelapa yang berbuah tunggal, dan menurut wangsit berisi wahyu kraton.
Pada saat Ki Ageng Giring pergi ke hutan demi mendapatkan rasa haus yang teramat sangat, sahabatnya, Ki Ageng Pemanahan tiba di kediaman Ki Ageng Giring. Ki Ageng Pemanahan yang sangat haus setelah berjalan jauh lantas menenggak air kepala 'gaib' , yang rencananya akan diminum oleh Ki Ageng Giring. Ki Ageng Giring ketika kembali dari hutan hanya bisa meratapi ketika mendapati air degan 'gaib' yang dia petik sudah tidak ada di tempatnya, dan kemudian Ki Ageng Pemanahan yang ada di situ mengakui dia yang meminum air kelapa muda tersebut.