Wednesday, February 22, 2017

Jaka Tarub- Dewi Nawang Wulan dan Kesultanan Mataram (Islam)


     Setelah si Jabang bayi lahir, Dewi Retno Roso Wulan melanjutkan mencari ayah si bayi , Syeh Maulana Magribi yang masih bertapa. Bayi di letakkan di Sendang dekat Syeh Maulana Maghribi bertapa diatas pohon Giyanti. Syeh Maulana Maghribi turun dari pertapaannya untuk menimang bayi yang putranya, hasil pernikahannya dengan Dewi Retno Roso Wulan, entah ada rahasia apa yang kemudian bayi itu dibuatkan tempat yang sangat indah dan terbuat dari emas yang disebut BOKOR KENCONO.
     Sementara itu Dewi Kasihan ditinggal wafat suami tercintanya yang bernama Aryo Pananggungan dan belum dikaruniai keturunan, karena sayangnya Dewi Kasihan terhadap suaminya walau sudah wafat setiap malam ia selalu menengok makam suaminya. Pada saat itu Syeh Maulan Maghribi membawa putranya yang telah dimasukkan ke Bokor Kencono metakkan di dekat makam Aryo Pananggungan .
     Di malam itu juga kebetulan Dewi Kasihan keluar dari rumah menengok arah makam suaminya, ternyata didekat makam suaminya ada Bokor Kencono yang sangat indah tersebut dan ternyata didalamnya ada bayi yang sangat mungil dan sangat lucu. Serta ada tulisan bahwa bayi itu bernama Nur Rohmat dan siapapun yang merawat hendaknya memberikan Nama Julukan agar anak tersebut berkembang dengan baik.
     Disaat itu pula Dewi Kasian sangat terperanjat hatinya ketika melihat si jabang bayi, lalu diambilnya jabang bayi itu lalu dibawa pulang. Jabang bayi tersebut oleh Dewi Kasihan diberi nama JOKO TARUB. Nama JOKO TARUB diambil dari kata TARUBAN yang diatas makam suaminya, karena saat jabang bayi diambil Dewi Kasihan berada diatas makam ARYA PENANGGUNGAN atau suaminya, dimana makam tersebut dibuat bangunan TARUBAN.
     Pada usia kanak-kanak JOKO TARUB mempunyai kegemaran menangkap kupu-kupu di ladang, setelah dewasa JOKO TARUB mulai berani masuk hutan untuk mencari burung-burung dihutan pada suatu saat Joko Tarub sedang mencari burung dihutan Joko Tarub bertemu dengan Syaikh Maghribi Sang Ayahandanya yang memberikan bimbingan ilmu Agama dan diberi aji-aji dan Pusaka yang diberi nama “ TULUP TUNJUNG LANANG “.
     Kebiasaan berburu burung tetap saja dilakukan oleh Joko Tarub sehingga pada suatu ketika saat Joko Tarub sampai di atas pegunungan, dia mendengar suara burung perkutut yang sangat indah sekali suaranya. Kemudian pelan-pelan Joko Tarub mendekati arah suara burung perkutut itu berada, setelah menemukannya langsung Joko Tarub melepaskan anak tulup itu kearah burung tersebut, namun usahanya gagal. Dan kegagalannya itu membuat si Joko Tarub berfiki dan beranggapan bahwa burung Perkutut itu pasti bukan sembarang burung atau bukan burung Perkutut biasa.
     Karena kemauannya yang keras Joko Tarub terus berusaha mengejar dan melacak burung perkutut kearah selatan dimana burung perkutut tadi terbang, ketika saat pencariannya Joko Tarub tiba disuatu tempat yakni SENDANG TELOGO dan di tepi sendang itu Joko Tarub Menancapkan Tulup Pusakanya, karena saat itu tiba waktunya Sholat Dzuhur, sambil istirahat Joko Tarub menuju kearah sendang untuk mengambil air wudlu untuk Sholat Dzuhur. Disaat Joko Tarub berwudlu tiba-tiba datanglah bidadari untuk mandi, ada salah satu pakain dari bidadari yng diletakkan diatas Tulup Pusaka Joko Tarub yang sedang ditancapkan ditepi sendang. Setelah habis wudlu dan sholat dzuhur Joko Tarub langsung pulang tanpa membawa buah hasil buruannya kemudian sesampainya dirumah Joko tarub laporan kepada ibunya sambil berkata “ Ibunda saya berburu hari ini tidak mendapatkan satu burung pun, akan tetapi saya hanya mendapatkan pakain perempuan yang ditaruh diatas tulup saya dan dia sedang mandi di SENDANG TELAGA……”
     Tanpa banyak bertanya sang Ibu langsung menyimpan pakaian tersebut di lumbung. Joko Tarub bergegas kembali lagi ke sendang dengan membawa pakaina ibunya, setelah sampai di dekat sendang ternyata para bidadari sudah terbang, dan masih ada yang tertinggal satu bidadari yang masih berada di tepi sendang Telogo dengan menangis sedih sambil berkata “ Sopo sing biso nulung aku, yen wadon dadi sedulur sinoro wedi, yen kakung tak dadekke bojoku “ artinya “ Barang siapa yang bis menolong aku jika dia perempuan aku jadikan saudaraku dan jika dia laki-laki maka akan saya jadikan suami” disaat itu Joko Tarub mendekat di bawah pohon sambil melontarkan pakaian ibunya tadi, setelah berpakaian bidadari itu langsung diajak pulang ke rumah ibunya dan disampaikan kepada ibunya bahwa putrid ini dari putri Sendang Telogo. Sesuai dengan Ikrar atau janji sang bidadari yang menyatakan Joko Tarub menikah dengan bidadari yang bernama DEWI NAWANG WULAN.
     Setelah Joko Tarub menikah dengan Dewi Nawang Wulan mendapat gelar KI AGENG atau SUNAN TARUB, beliau menyebarkan Agama islam untuk meneruskan perjuangan ayahandanya yakni Syekh Maulana Maghribi. Dalam pernikahannya beliau dikaruniai seorang keturunan yang diberi nama DEWI NAWANGSIH.
     Pada waktu bayinya, dikala Nawang Sih masih di ayunan, ibunya ketika akan mencuci pakaian di sungai dan berpesan pada Joko Tarub agar mengayun putrinya dan jangan membuka kekep (penutup masakan). Namun setelah Nawang Wulan pergi ke sungai, Joko Tarub penasaran akan pesan istrinya, maka dibukalah kekep tersebut, setelah melihat didalam kukusan, ternyata yang dimasak istrinya hanya satu untai padi. Joko Tarub mengucapkan (Masya Allah, Alhamdulilah istriku yen masak pari sak uli ngeneki tho, lha iyo parine ora kalong - kalong. Tak lama kemudian istrinya datang lalu membuka masakan tersebut, ternyata masih utuh padi untaian. Kemudian istrinya menegur suaminya bahwa pasti kekep tadi dibuka. Nawang Wulan menyadari sehingga harus dibuatkan peralatan dapur (lesung, alu, tampah) Setelah kejadian itu Nyi Nawang Wulan kalau mau masak harus menumbuk padi dulu, sehingga lambat laun padi yang ada di lumbung makin habis. Setelah sampai padi yang bawah sendiri yaitu padi ketan hitam, Nawang Wulan pakaiannya.. Kemudian Nyi Nawang Wulang ingin pulang kembali ke surga dan berpesan kepada suaminya : "Bila putrinya menangis minta mimik agar diletakkan didepan rumah diatas anjang - anjang."
     Ada dua kisah yang kemudian saya peroleh. Yang satu Dewi Nawang Wulan sukses pulang ke kayangan dan setiap kali turun ke bumi menyusui Nawang Sih dan kisah ditolak bidadari lain karena telah bau manusia. Setelah di tolak, Dewi Nawang Wulan menerjunkan diri ke Lut Selatan, bertempur dengang Nyai Loro Kidul, dan menang. Konon kini penguasa laut kidul ada 3, Nyi Nawang Wulan, Nyi Roro Kidul, Nyi Blorong.
     Jaka Tarub kemudian menjadi pemuka desa bergelar Ki Ageng Tarub, dan bersahabat dengan Brawijaya raja Majapahit. Pada suatu hari Brawijaya mengirimkan keris pusaka Kyai Mahesa Nular supaya dirawat oleh Ki Ageng Tarub. Utusan Brawijaya yang menyampaikan keris tersebut bernama Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan, anak angkatnya. Ki Ageng Tarub mengetahui kalau Bondan Kejawan sebenarnya putra kandung Brawijaya. Maka, pemuda itu pun diminta agar tinggal bersama di desa Tarub.
     Sejak saat itu Bondan Kejawan yang tadinya adalah anak angkat utusan Brawijaya sekarang menjadi anak angkat Ki Ageng Tarub, dan diganti namanya menjadi Lembu Peteng. Ketika Nawangsih tumbuh dewasa, keduanya pun dinikahkan. Setelah Jaka Tarub meninggal dunia, Lembu Peteng menggantikannya sebagai Ki Ageng Tarub yang baru. Nawangsih sendiri melahirkan seorang putra, yang setelah dewasa bernama Ki Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa kemudian memiliki putra bergelar Ki Ageng Sela, yang merupakan kakek buyut Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram.
Ilustrasi: makan Syech Maulana Maghribi

No comments: