Wednesday, February 22, 2017

Petir dan (anak turun) Ki Ageng Sela


     Pak Mimbar Bambang Saputro menulis di wallnya: Lampu jalan ini "Mandiri" - artinya pasang sendiri, kelola sendiri. Ada 3 lampu. Mati sontak ketika petir menyambar.
     Saat kecil saya sering mendengar orang tersambar atau disambar petir ya tepatnya, saat di ladang ketika hujan, yang kemudian berteduh di bawah pohon. Saking seringnya saya sering juga mendengan kisah ki Ageng Sela yang bisa menangkap petir.
    Konon saat halilintar atau bledheg menyambar persawahan, dan membuat warga desa yang di sawah pontang panting menyelamatkan diri, Ki Ageng Sela tetap mencangkul sawah. Tiba-tiba dari langit muncul petir menyambar Ki Ageng. Petir itu konon berwujud seorang kakek-kakek. (Lha saya ingatnya kok ular ya). Ia segera menangkap petir itu. Oleh Ki Ageng Selo petir itu kemudian diikat di pohon Gandrik.
     “Wahai, Kilat. Berhentilah mengganggu penduduk sekitar,” kata Ki Ageng Sela kepada petir yang berada di tangannya.
“Baiklah. Aku tidak akan mengganggu penduduk lagi, juga beserta anak-cucumu,” jawab petir.

Lega hati penduduk desa, mereka tidak takut lagi disambar petir jika ke sawah. 
Sebagian masyarakat Jawa sampai saat ini apabila dikejutkan bunyi petir akan segera mengatakan bahwa dirinya adalah cucu Ki Ageng Selo, dengan harapan petir tidak akan menyambarnya. Bila terjadi petir berteriak sambil berkata, "Gandrik! Aku Putune Ki Ageng Selo". Seingat saya kalau diruang terbuka kok sambil pegang rumput (teki) ya.

Pak Mimbar jangan lupa berteriak : "Gandrik! Aku Putune Ki Ageng Selo".
Foto pinjam dari mbah Google

No comments: